Tetap Sehat, Kok...
Kuah santan kental, bumbu rempah berkilauan, jeroan, atau daging kambing ”berenang” di dalamnya. Pasti tidak sehat. Eits, belum tentu. Masakan khas Indonesia, seperti gulai kambing atau sambal goreng hati, dan sejenisnya, tetaplah makanan sehat untuk dikonsumsi.
Sudah sering kita dengar anggapan bahwa masakan Indonesia tidak sehat. Masakan padang yang hampir semua bersantan, misalnya, dituding tidak sehat. Mendoan, sup konro, dan gudeg barangkali juga dianggap masakan tidak sehat karena sarat minyak, berlemak, atau dimasak terlalu lama.
Label masakan Indonesia tak sehat seperti itulah yang ingin ditepis praktisi makanan sehat, Gwendoline Winarno, dan pencerita kuliner, Ade Putri Paramadita.
”Masakan sehat itu tak mesti pecel atau gado-gado, lho. Selama kita tahu diri dan mengatur porsi untuk menyantapnya, masakan Indonesia jelas masakan sehat,” ujar Ade.
Keduanya membuka kelas bertajuk ”Masak, Makan, Indonesia” di Ramurasa Cooking Studio, Sabtu (6/4/2019), untuk memperluas wawasan tentang masakan Indonesia yang tetap sehat dikonsumsi sehari-hari. Selain berbagi kiat, Gwen dan Ade mengajak peserta untuk praktik memasak dua masakan khas Indonesia yang sudah akrab di lidah, yakni mi ayam dan sayur lodeh.
Menurut Ade, masakan berupa jajanan seperti mi ayam juga sering dinilai tidak sehat. ”Sebenarnya orang menganggap makanan itu tak sehat karena pemahaman tentang konsep kesehatan agak kurang,” ujarnya.
Ia menambahkan, ”Padahal, sehat bisa diartikan kita tahu bahan olahan masakan itu, dari mana asalnya, bagaimana pengolahannya. Apalagi kalau kita memasaknya sendiri, tentu lebih sehat.”
Di hadapan peserta, telah tersedia bahan dan bumbu untuk membuat mi ayam. Ada mi, filet paha ayam, jamur kuping, jamur kancing, bawang merah, bawang putih, dan daun bawang. Tersedia beberapa macam minyak untuk menumis dan memberi rasa, seperti minyak zaitun, minyak sayur, minyak ayam.
Mi biasa bisa diganti dengan mi shirataki jika ingin mi ayam itu lebih sehat lagi. Mi atau shirataki cukup dimasak selama 1-2 menit dalam air mendidih.
Peserta pun asyik mencincang bawang lalu menumisnya. Ayam yang dipotong dadu dimasukkan lalu irisan jamur dan kaldu jamur. Harum aroma menguar di dalam ruangan.
Dalam mangkuk terpisah, campurkan minyak ayam, kaldu jamur, dan lada putih. Setelah mi atau shirataki dimasukkan, aduk sebentar, beri topping ayam jamur. Taburi dengan irisan daun bawang dan bawang putih goreng.
Tak memakan waktu lama, mi ayam siap disantap. Sehat tentu karena berisi bahan-bahan alami, tanpa campuran penyedap buatan, dan diolah tangan sendiri. Rasanya tak kalah dengan mi ayam gerobak abang-abang yang keliling di kompleks perumahan.
Bahan alami
Gwen mengungkapkan, apa yang masuk ke dalam tubuh dan baik untuk kesehatan berbeda- beda derajatnya bagi setiap orang. Bisa tergantung dari umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, asal atau keturunan, tempat tinggal, kegiatan, dan pekerjaan.
”Secara garis besar, kita tentu mencari makanan yang bernutrisi. Nutrisinya pun harus seimbang. Dengan memasak sendiri, kita bisa menentukan bahan bernutrisi apa yang masuk ke dalam masakan,” ujarnya.
Yang perlu diperhatikan adalah pemakaian beberapa bahan, misalnya minyak. Ada baiknya memakai minyak kelapa, minyak zaitun, dan minyak dari kacang-kacangan atau biji-bijian. Minyak bawang, minyak ayam, atau minyak ikan pun sebenarnya bisa kita buat sendiri.
Bumbu juga sebaiknya menggunakan yang segar dan alami. Perbanyak bumbu- bumbu tumbuhan dan rempah-rempah untuk memperkaya rasa makanan. Rempah ini mengandung minyak asiri atau essential oil yang baik sehingga kita bisa leluasa memakai jahe, kunyit, serai, atau daun jeruk.
Tentu bumbu tambahan, seperti penyedap rasa, tak diperlukan. Begitu pun garam meja dan pemanis buatan sebaiknya dihindari. Gunakan garam laut. Gula bisa diganti pemanis natural, seperti madu, kurma, nektar kelapa, atau sirup maple. Buah manis, seperti wortel atau ubi, pun bisa membantu.
Kini saatnya membuat sayur lodeh. Masakan berkuah santan dengan aneka sayuran di dalamnya dan cita rasa cenderung manis ini adalah masakan khas Indonesia yang biasa kita konsumsi sehari- hari.
Bumbu yang diperlukan adalah bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan kemiri yang semuanya dihaluskan. Sebagai isian lodeh, ada beragam sayuran yang bisa kita pilih, misalnya terung ungu, labu siam, kacang panjang, daun dan buah melinjo, serta jagung muda. Bisa ditambahkan tempe atau tahu untuk pelengkap.
Penyuka pedas bisa menambahkan irisan cabai merah atau cabai hijau. Setelah bumbu halus ditumis, santan dimasukkan, menyusul sayur isiannya. Sayur lodeh pun siap disantap. Santan gurih berpadu dengan sayur segar yang manis dan rempah yang kaya memanjakan lidah.
Dari kedua masakan itu, di mana letak tidak sehatnya? ”Kita tahu betul apa yang masuk ke dalam masakan. Kita pun bisa mengontrol apa yang masuk ke dalamnya. Tentu saja sehat sekaligus nikmat,” ujar Gwen.
Di luar rumah
Masalah sering timbul saat kita makan di luar rumah karena kita tak tahu bagaimana pengolahannya. Bahan apa yang dipakai warung atau restoran, kualitasnya seperti apa, berapa kali minyak sudah dipakai menggoreng. Tidak mungkin pula kita mengecek ke tempat sang koki mengolahnya.
Ade mengatakan, selalu ada pilihan alternatif yang lebih baik dari menu-menu yang ditawarkan. Kita bisa memilih masakan yang kurang berisiko saat disantap. Kalaupun tidak tahu memilih menu yang mana, setidaknya kita bisa memilih variasi makanan sebagai penyeimbang. Harus tetap ada unsur karbohidrat, sayuran, protein, dan lemak baik (healthy fat) dalam santapan kita.
Mengatur porsi makanan menjadi kunci untuk mempertahankan kesehatan. Kalau suka dengan suatu masakan, seperti kari dan gulai daging, jeroan, atau kikil, tidak perlu juga kita menyantapnya setiap hari, kan?
Jadi, seperti dikatakan Ade dan Gwen, tidak usah takut menyantap masakan Indonesia. Tetap sehat, kok. Yuk ah, nasi padang sudah menanti....