Tripoli, Minggu Pasukan yang setia kepada Pemerintah Nasional Libya (GNA) terus berupaya menahan laju Tentara Nasional Libya (LNA) yang hendak menduduki Tripoli. Pertempuran sengit disebutkan terjadi di pinggiran Tripoli saat LNA mencoba mendekati gerbang masuk kota Tripoli.
LNA adalah milisi yang mendukung Jenderal Khalifa Haftar, yang memproklamasikan diri menjadi pemimpin Libya. Sejak awal bulan ini—dipicu kemenangan mereka di wilayah timur dan di gurun bagian selatan Libya—LNA mengumumkan serangan untuk merebut Tripoli dari pemerintahan Fayez al-Sarraj yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Namun, gerak maju LNA tampaknya tidak mudah. Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok-kelompok bersenjata yang mendukung GNA yang berbasis di Tripoli, termasuk faksi-faksi kuat dari kota Misrata di bagian barat. Setidaknya sebanyak 227 orang telah tewas sejak pasukan Haftar melancarkan serangan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, sebanyak 1.128 orang lainnya terluka.
Pertumpahan darah itu menggagalkan upaya damai di Libya. Terakhir, situasi makin memburuk sejak Sabtu lalu ketika pasukan yang setia kepada GNA mengumumkan serangan balik melawan Haftar.
”Kami telah meluncurkan fase serangan baru. Perintah diberikan pagi ini untuk maju dan memperoleh dukungan,” kata Mustafa al-Mejii, juru bicara pasukan GNA.
Roket dan tembakan peluru yang berkelanjutan dapat terdengar di beberapa distrik di Tripoli hari Sabtu. Ledakan terdengar dari pusat kota semalam. Memburuknya situasi di Tripoli membuat otoritas bandara setempat menghentikan lalu lintas udara di sekitar Tripoli karena alasan keamanan. Setidaknya dua penerbangan dialihkan dari bandara Mitiga ke Misrata, yang berjarak lebih kurang 200 kilometer.
Serangan balik GNA membuat pasukan propemerintah kembali mengendalikan Ain Zara di pinggiran selatan Tripoli. Mejii mengatakan, menyusul keberhasilan itu, pasukan mereka sedang mengonsolidasikan posisi baru. Terkait adanya serangan udara, Meiji menyebutkan, serangan itu dilakukan LNA dengan tujuan meneror warga sipil.
Terkait Libya, Utusan PBB untuk Libya Ghassan Salame mengatakan, perbedaan sikap komunitas internasional berpengaruh kuat pada memburuknya situasi di negara itu. Dukungan Rusia, Mesir, dan Uni Emirat Arab yang menilai Haftar adalah benteng melawan kelompok radikal telah menguatkan posisinya. Amerika Serikat pun melihat perang penting Haftar dalam upaya memerangi terorisme dan mengamankan sumber daya minyak Libya.
Para pengamat melihat, ”pujian” Gedung Putih itu turut memicu tekad Haftar melakukan serangan ofensif untuk merebut Tripoli. (AFP/JOS)