Dua alis Brigadir Kepala Samun naik setelah mendengar hasil pemeriksaan tekanan darahnya. Anggota Polresta Samarinda, Kalimantan Timur, ini kaget. Angka tekanan darahnya lebih tinggi ketimbang saat diperiksa beberapa jam sebelumnya. Pengabdian mengawal lancarnya Pemilu 2019 diduga jadi pemicunya. Namun, seperti banyak para pahlawan pemilu lainnya, ia tetap menjalani semuanya dengan ikhlas dan setia.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
Dua alis Brigadir Kepala Samun naik setelah mendengar hasil pemeriksaan tekanan darahnya. Anggota Polresta Samarinda, Kalimantan Timur, ini kaget. Angka tekanan darahnya lebih tinggi ketimbang saat diperiksa beberapa jam sebelumnya. Pengabdian mengawal lancarnya Pemilu 2019 diduga jadi pemicunya. Namun, seperti banyak para pahlawan pemilu lainnya, ia tetap menjalani semuanya dengan ikhlas dan setia.
Selasa (23/4/2019) siang, saat diperiksa tim kesehatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Timur, tekanan darah Samun mencapai 150 milimeter raksa (mmHg). Padahal, pengukuran darah di pagi harinya, tekanan darah Samun hanya 130 mmHg.
Dokter menyarankan, Samun untuk memeriksa kembali tekanan darahnya esok hari. “Jika dicek lagi dan tekanan darahnya masih tinggi, saya harus istirahat,” ujar Samun.
Istirahat mungkin jadi kemewahan bagi Samun. Dia kini tengah dalam tugas negara. Samun adalah personel polisi yang mendapat tugas menjaga tempat pemungutan suara (TPS). Durasi tugasnya, 12 jam dalam sehari. Sesampainya di rumah, ia masih mengerjakan pekerjaan di rumah bersama istrinya. Setidaknya, pukul 22.00, ia baru bersitirahat. Ia tidur sekitar 5-6 jam selama masa pemilu ini.
Samun mengakui, tugasnya menjaga TPS membuat waktu istirahatnya tidak teratur. Dia dan teman-temannya, ingin memastikan pelaksanaan pemilu jauh dari kecurangan yang rentan memicu keributan. Apalagi, pesta demokrasi ini adalah sebuah kado kehormatan di ujung kariernya sebagai polisi.
Atas dasar itu, ia tidak ingin melewatkan momen ini begitu saja. Matanya tak hanya awas menjaga surat suara yang belum dihitung tapi juga mengawasi orang-orang yang mencurigakan dan berpotensi mengacau.
“Ini bukan hanya tanggung jawab. Ini tentang moral saya sebagai polisi,” ujar Samun.
Ke depannya, Samun akan berusaha mengatur pola hidupnya, salah satunya tidur delapan jam sehari. Tugasnya belum usai. Ia butuh fisik dan mentalnya terus fit hingga proses penghitungan suara selesai. Samun tak ingin melepas tanggung jawab tapi juga enggan tumbang saat bertugas.
Pusing
Tanggung jawab para petugas pengawal demokrasi memang tidak mudah. Koordinator TPS, misalnya, harus memastikan kesiapan TPS sebelum pemilu berlangsung sampai memantau rekapitulasi di tingkat kecamatan. Dalam sehari, mereka pernah meluangkan waktu untuk tidur hanya dua jam.
Budiono (51) adalah salah satunya. Ia koordinator TPS di Kelurahan Sungai Pinang Luar, Kecamatan Samarinda Kota, Samarinda. Budiono bertanggung jawab terhadap 45 TPS. Sama seperti Samun, dia juga tak sadar tekanan darahnya memasuki prehipertensi, 130 mmHg, saat diperiksa.
“Kepala memang sudah nyut… nyut… Dokter menyarankan agar mengurangi kopi dan rokok. Saya sulit tidur karena rekapitulasi belum selesai. Selama pemilu 2019, rata-rata hanya tidur dua jam saja,” kata Budiono.
Komisi Pemilihan Umum mencatat, 91 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di 15 provinsi meninggal dunia usai bertugas. Para pejuang demokrasi itu diduga kelelahan karena kurang istirahat dan makan tak tepat waktu.
Ketua IDI Kaltim Nataniel Tandirogang mengatakan, kesehatan petugas di TPS dituntut prima saat menjalankan pekerjaannya. Namun, hal itu kerap kurang diperhatikan. Salah satu indikasinya, ketika diperiksa, mereka tak menyangka tekanan darah lebih tinggi dari sebelumnya.
Oleh karena itu, untuk menjamin kesehatan petugas pemungutan suara, pihaknya menyebar anggota IDI Kaltim di 103 kecamatan. Di setiap kecamatan, ada 2-3 dokter yang memeriksa kesehatan para petugas keamanan dan petugas rekapitulasi. Beberapa hasil pemeriksaan di luar perkiraan para personel di TPS.
Di Kecamatan Samarinda Kota, misalnya, ada petugas yang memiliki tekanan darah mencapai 190 mmHg. Menurut Nataniel, hal ini perlu diperhatikan setiap petugas. Jika dibiarkan, hal itu bisa memicu gejala penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.
“Kami anjurkan kepada orang-orang yang memiliki tekanan darah cukup tinggi untuk memeriksakan diri ke puskesmas. Sebab, kalau dilanjutkan sangat rawan. Dampak terburuk bisa jadi stroke,” kata Nataniel.
Selain itu, Nataniel menyarankan kepada semua petugas yang masih bekerja sejak pelaksanaan pemilu agar memperhatikan pola makan. Saat bekerja, rasa lapar kerap tidak terasa. Ketika tiba waktunya makan, para petugas dianjurkan untuk segera makan.
Pengaturan waktu tidur juga vital. Waktu tidur ideal antara 8-10 jam sehari. Nataniel menyarankan agar para petugas yang memiliki tensi darah tinggi untuk beristirahat penuh hingga kondisinya pulih. Ia juga sudah berkoordinasi dengan ketua KPU Kalimantan Timur serta kepolisian, terkait hal ini.
“Jika kondisi kesehatan seorang petugas sudah tidak memungkinkan, mereka perlu diistirahatkan,” kata Nataniel.
Kesehatan para pejuang demokrasi ini harus diperhatikan. Kesuksesan Pemilu 2019 tak berarti apa-apa jika harus ditebus duka. Sebab, tak ada kerja yang seharga nyawa.