JAKARTA, KOMPAS — Trotoar sekitar Tanah Abang di Jakarta Pusat semakin sesak oleh okupasi pedagang kaki lima yang jumlahnya semakin bertambah kendati jembatan penyeberangan multiguna sudah terbangun. Sejauh ini Pemerintah Kota Jakarta Pusat belum akan melakukan penertiban represif.
Trotoar sekitar Tanah Abang, Jakarta Pusat, penuh sesak oleh pengunjung, Senin (22/4/2019). Mereka harus berkelit di antara para pedagang kaki lima (PKL), pakaian, makanan, dan barang bekas yang dipajang hingga hampir memenuhi trotoar. Para PKL hanya menyisakan satu jalur sempit untuk pejalan kaki, bahkan di beberapa ruas menutup trotoar secara melintang.
”Saya belanja untuk persiapan Ramadhan dan Lebaran,” kata Sri Munasifah (45), warga Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang kebingungan mencari jalan ke arah bus kota di tengah kesesakan tersebut.
Pemandangan yang sama terlihat di jembatan penyeberangan multiguna (JPM) yang sesak oleh pengunjung di antara kios-kios pedagang. Sebelumnya, JPM itu didirikan dengan tujuan untuk memindahkan PKL dari Jalan Jati Baru Raya. Namun, saat ini, JPM tidak memperlihatkan perbaikan dari keruwetan kawasan Jati Baru Raya, Tanah Abang.
Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi mengatakan, saat ini jumlah PKL di trotoar Jalan Jati Baru Raya memang bertambah. Dari sekitar 300 orang yang biasa berdagang di sana menjadi sekitar 450 orang. Para PKL baru itu berdatangan dari berbagai lokasi lain menjelang bulan puasa.
”Tambahan PKL baru menjelang puasa ini selalu terjadi, tahun-tahun sebelumnya juga terjadi. Ini sudah kebiasaan, sudah kultur di sini, ya,” katanya.
Para PKL pendatang itu tertarik kepada jumlah pengunjung Tanah Abang yang juga meningkat sejak menjelang puasa. Kondisi ini, kata Irwandi, biasanya mencapai puncak hingga sepekan menjelang Lebaran, dengan jumlah PKL diperkirakan sekitar 500 orang.
Menurut Irwandi, tidak ada upaya penertiban secara represif yang akan diambil dalam waktu dekat hingga setidaknya setelah Lebaran. Hal ini dilakukan guna memberi kesempatan kepada para PKL menambah pendapatan untuk masa Lebaran. ”Kalau nanti setelah Lebaran masih ada, mungkin baru akan ditertibkan,” ujarnya.
Okupasi atau pendudukan trotoar merupakan pelanggaran peraturan dari undang-undang hingga Peraturan Daerah DKI Jakarta, di antaranya Pasal 28 Ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan LLAJ, Peraturan Pemerintah No 34/2006 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta No 8/2007 tentang Ketertiban Umum.
Penguasaan trotoar yang menyebabkan gangguan ini terancam pidana penjara paling lama satu tahun dan denda hingga Rp 24 juta. Namun, sampai sekarang tidak ada penegakan hukum terhadap pelanggaran ini.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin menegaskan, saat ini tidak dilakukan penertiban secara represif untuk PKL di trotoar. Para satpol PP hanya melakukan pendekatan persuasif dengan imbauan dan spanduk.
Arifin mengatakan, untuk mengantisipasi peningkatan keramaian di Tanah Abang, pihaknya mungkin akan menambah personel yang bertugas di sana. Pada hari Senin, para petugas Satpol PP DKI Jakarta hanya terlihat berjaga di mobil dinasnya dan di beberapa titik penjagaan.