Dorong Anak Papua Berani Bermimpi
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Papua bukan hanya tanggung pemerintah. Di Jayapura, sekelompok warga dalam gerakan sosial Kitong Bisa Learning Center mengajar anak bahasa Inggris dan kewirausahaan secara gratis.
” Adik-adik jangan takut untuk berbicara bahasa Inggris. Kalian harus percaya diri untuk mengenal dan belajar bahasa asing secara bertahap,” kata Roberto Monim (27), pengajar Kitong Bisa Learning Center, kepada enam remaja di sebuah rumah di daerah Dok VIII Jayapura, Sabtu (13/4/2019).
Roberto merupakan salah satu dari 12 tenaga pengajar gerakan Kitong Bisa Learning Center (KBLC) Kota Jayapura. Kegiatan yang dimulai sejak 2017 ini fokus memberikan layanan pendidikan, khususnya bahasa Inggris dan kewirausahaan, secara gratis bagi anak-anak usia lima tahun hingga remaja sekolah menengah atas.
Tempat Roberto mengajar adalah rumah pasangan suami istri Yosias Aronggear dan Vanelda Imbiri. Ada 79 anak terdaftar sebagai anggota KBLC di Dok VIII.
Selain di Dok VIII, KBLC juga berada di rumah Meyrlin Anggai, yang juga salah satu pengajar, di Kelurahan Entrop, Distrik Jayapura Selatan. Terdapat 20 anak yang terdaftar di KBLC Entrop.
Jadwal belajar KBLC Jumat pukul 15.00-17.00 WIT dan Sabtu pukul 14.00-16.00 WIT. Ada empat kelas di KBLC, yakni Baby Shark untuk anak 4-5 tahun, White House untuk anak kelas 1-3 sekolah dasar, Evangelion untuk anak kelas 3-6 sekolah dasar, dan Cenderawasih untuk anak di bangku SMP-SMA.
Sabtu sekitar pukul 15.00 WIT, Roberto bersama sejumlah pengajar dengan telaten mengajar cara pengucapan bahasa Inggris dan kaidah tata bahasa Inggris.
Enam remaja, siswa SMP-SMA, mengikuti instruksi Roberto dengan antusias. Mereka tak segan bertanya. Sehari-hari, Roberto bekerja sebagai pegawai bagian administrasi lembaga pendidikan swasta di Sentani, Kabupaten Jayapura. Ia bergabung menjadi sukarelawan KBLC sejak 2018.
”Biasanya saya meluangkan waktu mengajar di KBLC sekitar dua jam pada Jumat dan Sabtu. Apabila ada kesibukan yang sangat padat, saya terpaksa hanya mengajar pada Sabtu. Saya ingin banyak anak Papua bisa menguasai bahasa asing,” kata Roberto.
Pria asal Sentani ini berkomitmen membagikan kemampuan bahasa Inggris bagi anak-anak selama beberapa jam. Setelah itu, barulah ia nongkrong di pusat perbelanjaan atau tempat rekreasi.
Selain Roberto, ada Erwin Hutagaol yang berprofesi sebagai pengacara, turut membimbing anak-anak di KBLC. Pria asal Sumatera Utara ini mengajar khusus anak-anak sekolah dasar.
Tingkatkan percaya diri
”Banyak anak belum berani memiliki cita-cita di masa depan. Mudah-mudahan dengan KBLC, mereka mendapatkan bekal ilmu untuk mengejar cita-citanya,” kata Erwin.
Para tenaga pengajar KBLC berasal dari berbagai kalangan, seperti pengacara, guru, mahasiswa, ibu rumah tangga, dan mereka yang baru lulus kuliah. Bersama Meyrlin, para sukarelawan itu bahu-membahu memberikan materi bahasa Inggris dan wirausaha secara gratis bagi anak-anak.
Materi bahasa Inggris yang diajarkan meliputi cara membaca alfabet, menyanyi, grammar, dan pelafalan. ”Anak-anak berusia 4-6 tahun belum mendapat materi bahasa Inggris secara penuh. Kami harus lebih dulu mengajar mereka untuk bisa membaca,” ucap Meyrlin, perintis KBLC Jayapura.
Untuk materi kewirausahaan, anak-anak usia TK-SD diajarkan permainan terkait wirausaha seperti monopoli. Sementara remaja usia SMP-SMA mendapat pelatihan untuk menggali ide tentang menciptakan produk yang bernilai ekonomi dan cara membuatnya, seperti tas daur ulang plastik dan sendok dari kayu pohon sagu.
Delapan lokasi
Pendiri dan CEO Kitong Bisa, Billy Mambrasar, mengatakan, kehadiran KBLC sejak tahun 2009 dipicu masih minimnya kreativitas anak-anak untuk mengembangkan bakatnya di dunia kerja.
Banyak pemuda dan pemudi atau bahkan lulusan sarjana masih menganggur karena belum dilengkapi keterampilan memadai. Mereka hanya berharap ikut seleksi pegawai negeri sipil atau bekerja di perusahaan swasta.
”KBLC fokus memberi kemampuan anak-anak Papua berwirausaha secara dini dan kemampuan menguasai bahasa asing,” ujar Billy. Pria asal Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, ini menuturkan, KBLC telah hadir di delapan lokasi di Kepulauan Yapen, Waropen, Kota Jayapura, Merauke, Sorong, Raja Ampat, dan Fakfak.
Sebanyak 1.100 anak telah tergabung di KBLC Papua dan Papua Barat. Produk buatan anak-anak tersebut, seperti kaus dan botol minum, dipasarkan sukarelawan Kitong Bisa yang berpusat di Jakarta.
”Menurut rencana, kami menambah lokasi KBLC di Papua dan Papua Barat, yakni di Mimika dan Manokwari. Tujuannya agar semakin banyak anak yang terlatih,” ujar lulusan Teknik Pertambangan ITB Bandung ini.
Kualitas sumber daya
Yustina Marsoyoi (13), salah satu peserta KBLC, mengaku telah aktif mengikuti kegiatan di Dok VIII selama lima bulan. Ia bercita-cita menjadi diplomat.
”KBLC sangat bermanfaat. Saat ini saya dapat memahami penjelasan serta mengerjakan tugas dan ulangan bahasa Inggris yang diberikan guru,” kata siswa kelas VII salah satu SMP di Kota Jayapura ini.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura Fahrudin Pasolo mengapresiasi kehadiran KBLC. Kegiatan itu membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Papua.
Indeks pembangunan manusia di Papua tahun 2017 masih rendah, yakni 59,9. Standar nasional untuk status sedang adalah 60-70.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Papua, saat ini angka buta aksara di Papua masih 24 persen, masih sangat tinggi dibandingkan dengan standar nasional 2,07 persen. Sekitar 600.000 warga Papua belum bisa membaca, menulis, dan berhitung.
”Kemampuan pemerintah daerah terbatas untuk memberikan layanan pendidikan bagi seluruh anak di Papua. Kami berharap adanya gerakan lain seperti KBLC yang hadir di Papua,” kata Fahrudin.