Kasus tekanan darah tinggi atau hipertensi di kalangan penduduk muda Jakarta telah dibahas Perkumpulan Kardiologi Indonesia pada tahun 1980. Hal itu diduga akibat modernisasi, termasuk perubahan pola makan, kegemukan, dan kebiasaan merokok.
Tahun 2014, penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana di Puskesmas Abang I, Kabupaten Karangasem, Bali, mendapati 13,3 persen kasus hipertensi pada penduduk usia dewasa muda.
Berdasarkan data Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016, peningkatan prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas menjadi 32,4 persen.
Menurut panduan The American College of Cardiology and The American Heart Association, hipertensi tahap 1 adalah tekanan darah di atas 130/80 mm Hg, dan disebut hipertensi tahap 2 jika tekanan darah naik lebih dari 140/90 mm Hg.
Hipertensi disebut pembunuh senyap karena tidak ada gejala. Penderita sering tidak menyadari kalau mengidap hipertensi dan baru tahu setelah terjadi komplikasi.
Tak hanya di Indonesia, hasil penelitian di jurnal Epidemiology, 25 Mei 2011, menunjukkan, satu dari lima orang muda di AS memiliki tekanan darah tinggi. Para peneliti menganalisis data kesehatan 14.000 laki-laki dan perempuan berusia 24-32 tahun. Hasilnya, 19 persen dari mereka mengidap hipertensi. Namun, hanya separuh yang mengetahui kondisi kesehatan mereka. Penelitian menunjukkan, hipertensi pada orang muda akibat gaya hidup tidak sehat.
Dua penelitian lain, di AS dan Korea, yang dipublikasikan di The Journal of the American Medical Association terbitan 6 November 2018, memperlihatkan, jika orang di bawah usia 40 tahun mengidap hipertensi, risiko terkena gangguan jantung dan stroke menjadi 3,5 kali lipat daripada orang dengan tekanan darah normal.
Cara mengetahui adanya hipertensi adalah dengan mengecek tekanan darah. Hipertensi dapat dicegah dengan makan makanan sehat dan seimbang, lebih banyak sayur dan buah, mengurangi garam, membatasi minuman beralkohol, serta berolahraga secara teratur. (ATK)