BENGKULU, KOMPAS Jumlah korban meninggal dalam longsor dan banjir di Bengkulu, hingga Minggu (28/4/2019) malam, bertambah menjadi 17 orang. Sementara 9 orang hilang. Pencarian dan evakuasi terus dilakukan seiring bantuan yang berdatangan.
Korban yang ditemukan itu berasal dari Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Tengah. Para korban yang baru terdata adalah satu keluarga di Desa Kertapati, Bengkulu Tengah. Satu korban lain ditemukan di Kelurahan Bentiring, Kecamatan Muara Bengkulu, Kota Bengkulu.
”Petugas masih melakukan pendataan di lapangan,” kata Kepala Subdirektorat Tanggap Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu Indi Sastra Wijaya, Minggu. Data terakhir, jumlah korban hilang lima orang, yakni di Kabupaten Kaur (1), Bengkulu Tengah (1), dan Bengkulu Tengah (3).
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengatakan, delapan daerah terdampak longsor dan banjir. Daerah itu adalah Kota Bengkulu, Bengkulu Tengah, Bengkulu Selatan, Kepahiang, Rejang Lebong, Lebong, Bengkulu Utara, dan Kaur. ”Ada 13.000 orang yang terdampak banjir dan longsor, sementara 12.000 warga mengungsi,” ujarnya.
Bencana juga menyebabkan 184 rumah rusak berat. Sejumlah jalan dan jembatan rusak serta terendam. ”Ada 15 titik jembatan putus dan 14 titik ruas jalan tutup akibat banjir,” kata Rohidin. Beberapa desa pun terisolasi.
Melihat dampak bencana, Pemerintah Provinsi Bengkulu tak sanggup menangani sendiri. ”Dari sisi finansial, Bengkulu sangat tak memungkinkan. Kami membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat,” katanya. Dana taktis yang bisa digunakan hanya Rp 5 miliar.
Minggu malam, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyerahkan bantuan dana siap pakai Rp 2,5 miliar. Dana akan diberikan kepada 8 kabupaten dan 1 kota terdampak. ”Terkait penggunaannya diserahkan kepada pemerintah daerah,” ujar Doni.
Banjir besar juga melanda sebagian wilayah Manado, Sulawesi Utara, kemarin. Banjir terjadi setelah hujan turun 14 jam sejak Minggu dini hari. Ratusan orang mengungsi.
Banjir dengan ketinggian 1-2 meter dilaporkan melanda sejumlah permukiman di dekat Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano, seperti Ternate Baru, Ternate Tanjung, dan Mahawu. Luapan air juga membanjiri Lingkungan IV Mahawu, Tuminting, dan memaksa 322 orang mengungsi. Permukiman itu kurang dari 15 meter dari bantaran sungai.
Di Kalimantan Tengah, banjir melanda Kelurahan Tewah, Kabupaten Gunung Mas. Sejumlah ruas jalan terendam air setinggi 40-60 sentimeter. Muhammad Rusdi (30), warga Tewah, Kecamatan Tewah, menyatakan, banjir melanda sejak Jumat malam. ”Hujan siang-malam sehingga sungai-sungai kecil meluap. Gorong-gorong juga meluap,” kata Rusdi.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Palangkaraya, Renianata, mengungkapkan, hujan intensitas tinggi masih terjadi dua hari ke depan.
Bergeser ke timur
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono R Prabowo menyampaikan, hujan lebat masih berpeluang terjadi hingga pekan pertama Mei. Setelah sepekan terakhir melanda Indonesia barat, peluang hujan tinggi mulai bergeser ke Indonesia bagian tengah, lalu ke timur. ”Hujan lebat masih berpotensi terjadi dalam periode akhir April hingga awal Mei 2019,” katanya.
Peluang hujan lebat ini dipicu aktivitas gelombang atmosfer Madden-Julian Oscillation (MJO) pada fase basah di wilayah atmosfer Indonesia. Selain itu, pusaran angin juga teridentifikasi di sekitar Laut Sulawesi, Selat Makassar, Kalimantan Barat, dan Laut China Selatan di utara Kalimantan.
Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto menambahkan, peluang hujan lebat ke depan lebih berpotensi di wilayah Indonesia bagian tengah seiring pergerakan MJO ke timur. (RAM/OKA/IDO/AIK)