Pemerintah secara prinsip setuju ibu kota negara dipindahkan dari Jakarta ke tempat lain. Perpindahan ini untuk kepentingan jangka panjang.
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah secara prinsip menyetujui pemindahan ibu kota negara dari Jakarta. Namun, masalah seperti lokasi ibu kota yang baru dan biaya pemindahan masih harus dikaji secara mendalam.
Dalam pengantar rapat terbatas tentang pemindahan ibu kota di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4/2019), Presiden Joko Widodo menegaskan, diperlukan cara berpikir jangka panjang dan berlingkup luas dalam membahas rencana pemindahan ibu kota. Pertimbangan utama pun harus kepentingan bangsa dan negara dalam menyongsong kompetisi global.
”Ketika kita sepakat akan menuju negara maju, pertanyaan pertama yang harus dijawab apakah pada masa yang akan datang DKI Jakarta sebagai ibu kota negara mampu memikul dua beban sekaligus, yaitu sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik, sekaligus pusat bisnis,” tutur Presiden.
Hadir dalam rapat itu, antara lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah menteri anggota Kabinet Kerja, dan beberapa kepala daerah, seperti Gubernur DKI Anies Baswedan, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Wali Kota Bogor Bima Arya, dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Wapres Kalla menyatakan, pemerintah menyetujui prinsip perpindahan ibu kota negara dari Jakarta ke suatu lokasi yang tepat.
”Secara prinsip, arah perpindahan disetujui. Namun, kita belum membahas caranya, sistemnya, pendanaan, dan aspek-aspek yang dapat memengaruhi secara sosial, ekonomi, politik, dan keamanan. Ini butuh waktu panjang untuk mengkajinya,” ujar Kalla.
Menurut Kalla, keputusan memindah ibu kota mungkin baru diambil pemerintah mendatang. ”Bisa pada 2024 atau setelahnya,” ujarnya.
Ia mencontohkan perpindahan Putrajaya, ibu kota Malaysia, yang muncul sejak 1980 dan baru ditetapkan sebagai pusat pemerintahan pada 2001.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memaparkan, ada tiga alternatif untuk memindahkan ibu kota. Pertama, ibu kota tetap di Jakarta, tetapi dibuat distrik khusus untuk pemerintahan di seputar Istana dan Monas. Kedua, pusat pemerintahan dipindah ke lokasi yang dekat dengan Jakarta, misalnya di seputar Jabodetabek. Ketiga, memindahkan ibu kota negara ke luar Jawa.
Anies Baswedan mengatakan, pekerjaan rumah Jakarta tetap harus diselesaikan meski ibu kota negara dipindah.