Bambu Menjelma Lampu
Karakternya yang lentur, kuat, dan tahan lama membuat bambu menjadi sasaran empuk untuk eksplorasi kreasi aneka kerajinan. Dipadu dengan elemen desain yang terinspirasi dari kekayaan nilai budaya Nusantara, jadilah produk bambu yang mendunia.
Eksplorasi bambu kali ini menghasilkan lampu dekoratif yang bernuansa tradisional, tetapi punya cita rasa modern. Dua produsen, di antaranya Mohoi dan Alur Bamboo, menyedot perhatian pengunjung tatkala memamerkan produknya dalam ajang Inacraft, 25-28 April 2018, di Jakarta Convention Center.
Mohoi memilih jenis bambu apus sebagai bahan utama produk berupa lampu gantung, lampu baca, dan lampu meja. Alasannya, selain ketersediaan yang melimpah, bambu apus juga memiliki serat panjang, lurus, dan tidak mudah patah sehingga baik digunakan sebagai anyaman untuk kerajinan atau komponen perabot.
”Untuk menjadikan produk bambu kami tahan lama, proses dilakukan sejak penebangan. Hari, bulan, dan jam penebangan serta kondisi bambu yang dipilih harus tepat. Selain agar kuat dan tahan lama, juga agar bambu tidak mudah diserang hama,” kata Gupta Sitorus, rekanan pendiri Mohoi.
Bambu sebaiknya ditebang di atas pukul 12.00 karena kadar air pada batang bambu sudah berkurang. Bisa dilihat pada daun bambu yang mulai layu. Pada pagi hari, kandungan air dalam batang masih terlalu banyak, begitu pula kadar gulanya sehingga lebih disenangi hama bambu.
Setelah ditebang, bambu dibiarkan tergeletak miring 4-5 hari, lalu direbus menggunakan tawas. Setelah itu, bambu ditiriskan 1-2 hari, lalu dimasukkan oven sampai dirasa kering.
Gupta menambahkan, desain lampu Mohoi terinspirasi dari filsafat hidup dan elemen desain tradisional. ”Lampu bambu Silih terinspirasi dari filosofi masyarakat Sunda, yakni silih asih, silih asah, silih asuh, yang berarti saling menyayangi, saling mengasah, dan saling membimbing,” imbuhnya.
Filosofi itu lalu diturunkan dalam bentuk anyaman pada tudung lampu Silih. Lampu gantung Tombamb terinspirasi dari bentuk paprika (Capsicum). Bilah-bilah bambu membentuk lengkungan bulat semacam paprika dengan lampu di bagian tengahnya.
Desain terlihat simpel, tetapi sebenarnya strukturnya kompleks sehingga terasa modern. Dengan diameter 48 sentimeter (cm) dan tinggi 34 cm, Tombamb cocok dipasang di ruangan luas untuk menciptakan nuansa tenang.
Lampu meja Rekad mengombinasikan bentuk geometris berupa anyaman menyilang yang rapi. Bentuknya mirip tempat penyimpanan ikan yang baru ditangkap di kali dengan ukuran kecil pada bagian atas, membesar di tengah, lalu mengecil lagi di bagian bawah.
Produk lampu lain, misalnya Astha, berbentuk mirip angka delapan. Astha dalam bahasa Sansekerta berarti delapan. Lampu baca Runduk terinspirasi dari filosofi masyarakat Jawa bahwa semua makhluk seharusnya mempunyai kerendahan hati.
”Mohoi lahir tahun 2014 didorong keinginan menciptakan produk desain yang berkesinambungan, baik sisi material maupun pemberdayaan masyarakat. Saat ini produksi Mohoi dilakukan komunitas warga di Tasikmalaya,” ujar Gupta.
Desainnya dirancang sedemikian rupa sehingga netral, tidak feminin atau maskulin, dan fleksibel untuk diterapkan dalam sistem desain interior apa pun. Meskipun diadaptasi ke dalam bentuk modern, semangat pelestarian estetika desain Nusantara tetap dikedepankan.
Hasilnya adalah pengakuan dari masyarakat domestik dan internasional. Mohoi menyabet sejumlah penghargaan. Produknya juga dipamerkan di sejumlah ajang bergengsi internasional, seperti Frankfurt Ambiente, New York Now, Tokyo IFFT, dan Tortona Design Week. Pesanan dari dalam dan luar negeri pun berdatangan.
Tekstur alami
Alur Bamboo yang bermarkas di Cimenyan, Bandung, juga memilih bambu karena merupakan sumber alami dengan ketersediaan melimpah, berkarakter kuat dan tahan lama, serta bisa didaur ulang. Tekstur alami bambu menjadi akar kreasi Alur Bamboo.
Arif Rachman dari Alur Bamboo Studio menuturkan, pada dasarnya jenis bambu apa pun bisa digunakan sebagai bahan kerajinan. Biasanya bambu apus lebih dipilih karena kuat dan lebih mudah dibentuk sesuai pola yang diinginkan.
Setelah ditebang, bambu lalu dipisahkan dari kulit bagian luarnya. Bambu kemudian dihaluskan dengan cara diserut seturut alur seratnya dan dijemur di bawah panas matahari seharian. Bambu juga bisa dibengkokkan, bahkan dibuat semacam gulungan.
Desain produk lampu Alur Bamboo, seperti yang dipamerkan saat Inacraft, tergolong simpel, tetapi tetap elegan. Lampu tidur Lupod terinspirasi kata luminous yang berarti ’cahaya’, berbentuk tabung dari bilah-bilah tipis bambu yang dilengkungkan. Penyangganya berupa mangkuk dari beton. Lampu di dalam tabung memancarkan cahaya kekuningan yang memberi kesan hangat.
Ada pula lampu Binala berbentuk mirip huruf A yang melengkung pada bagian atasnya. Di bawah lengkungan terpasang lampu berwarna putih yang bisa digunakan sebagai dekorasi ruangan sekaligus lampu darurat yang bisa dijinjing. Produk lampu gantung Rangap berupa anyaman rapat pada bagian tudungnya, dikombinasi dengan bilah-bilah tunggal membentuk lingkaran pada bagian bawah. Bentuk ini terinspirasi kaldera Gunung Galunggung.
Alur Bamboo juga memproduksi lampu lantai, lampu baca, dan lampu meja dengan konsep desain yang sederhana, tetapi tampilannya modern. Meskipun fungsi dan tampilannya modern, Alur Bamboo tidak meninggalkan sentuhan tradisional sebagai inspirasi karya-karyanya.
Produk Alur Bamboo merupakan hasil eksplorasi dan kolaborasi material antara perajin dan desainer dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Dari kolaborasi di Tasikmalaya, aneka produk tersebut telah merambah pameran di luar negeri, di antaranya Chiang Mai Design Week 2017.
Dari bahan sederhana yang sehari-hari kita jumpai, bisa tercipta dekorasi penerangan yang menawan.
Sebuah kutipan dari Bruce Lee yang diamini Alur Bamboo barangkali bisa menggambarkan keistimewaan bambu ini. Notice that the stiffest tree is most easily cracked, while bamboo or willow survives by bending with the wind (Ingatlah bahwa pohon yang paling kaku adalah yang paling mudah patah, sementara bambu atau willow bertahan dengan melengkung bersama angin)....