Sebanyak 678 guru honor di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, dirumahkan menyusul kesulitan keuangan daerah dua tahun terakhir.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·4 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS – Sebanyak 678 guru honor di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, dirumahkan menyusul kesulitan keuangan daerah dua tahun terakhir. Pada tahun 2016, jumlah guru honor di wilayah kabupaten dengan ibu kota Bagan Siapi-api itu mencapai 12.000 orang, yang aat ini tersisa 2.128 guru dalam status kontrak baru
“Dari 12.000 guru honor itu, sebanyak 5.000 lebih guru telah kami kembalikan ke Kantor Departemen Agama. Sebanyak 2.000 lebih guru dari swasta, kami serahkan ke yayasannya dan 2.000 guru tingkatan SLTA diserahkan kepada provinsi selaku penangggungjawab sekolah lanjutan atas. Sisanya dari 3.000 guru, kami seleksi sehingga tinggal 2.128 guru yang ditempatkan di seluruh sekolah negeri SD dan SMP,” kata Muhammad Rusli, Kepala Dinas Pendidikan Rokan Hilir pada Rapat Koordinasi Sinkronisasi Program Pendidikan se-Riau di Gedung Kantor Gubernur Riau di Pekanbaru, Rabu (8/5/2019).
Rapat dipimpin Gubernur Riau Syamsuar dan dihadiri Kepala Dinas Pendidikan Riau Rudyanto, Kepala PGRI Riau Syahril, Ketua Dewan Pendidikan Riau Zulkarnain Noerdin, dan seluruh kepala dinas pendidikan dari 12 kabupaten dan kota di Riau.
Ditemui seusai pertemuan, Rusli mengatakan belum tahu nasib 9.000-an guru honor sekolah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah yang dikembalikan ke Kantor Departemen Agama, 2.000 guru honor swasta, dan 2.000 guru honor SMA. Ia tidak menampik, ratusan bahkan ribuan dari guru-guru dimaksud sudah dirumahkan oleh intansinya masing-masing.
“Dahulu ada kebijakan pimpinan memberi honor untuk belasan ribu guru untuk mempercepat kemajuan pendidikan Rokan Hilir. Pemerintah Kabupaten merekrut dan memberi honor guru di seluruh tingkatan sekolah termasuk madrasah dan swasta. Dahulu dana honor itu memungkinkan, karena APBD Rokan Hilir mencapai Rp 3 triliun. Sejak 2016, APBD mengecil dan sekarang hanya sekitar Rp 1,7 triliun,” ujar Rusli.
Menurut Rusli, honor guru kontrak yang masih tersisa dibayar Rp 800.000 per bulan. Besaran honor itu jauh di bawah upah minimum buruh di Rokan Hilir yang mencapai Rp 2,7 juta per bulan.
Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, persoalan guru honor di Rokan Hilir memang lebih disebabkan kebijakan masa lalu pemerintah kabupaten. Secara tugas pokok dan fungsinya, persoalan sekolah dasar dan sekolah menengah, termasuk guru, adalah wewenang dinas pendidikan kabupaten dan kota.
“Meski demikian, bicara pendidikan dasar tidak hanya berdasarkan wewenang. Kami akan mencari jalan untuk dapat membantu Rokan Hilir,” kata Syamsuar.
Pada kesempatan sama, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Meranti Nuriman Khair mengungkapkan, persoalan pendidikan di daerahnya lebih menyangkut masalah dasar sarana prasarana, seperti gedung sekolah yang butuh perbaikan, ruang belajar minim, ruang guru kurang, perpustakaan, sertap peturasan di bawah standar. Adapun di bidang sumber daya guru, lebih banyak guru belum mencapai kualifikasi standar.
Angka melek literasi murid SD (kelas 1 sd kelas 3) di Meranti, untuk pemahaman membaca paling rendah di Riau, hanya 12 persen. Angka rata-rata di Sumatera 30,4 persen, sedangkan nasional 42 persen.
“Untuk sarana dan prasarana, tahun ini kami sudah mendapat bantuan dana pusat sebesar Rp 20 miliar. Namun, angka itu masih sangat kurang. Kondisi sekolah di Meranti memprihatinkan, ditambah lagi jalan menuju sekolah rusak, jalannya di atas tanah gambut dan angka partisipasi sekolah cukup rendah,” kata Nuriman.
Menanggapi itu, Syamsuar mengatakan, Meranti memang merupakan daerah termiskin di Riau. Angka kemiskinan di daerah kepulauan terluar Indonesia itu mencapai 28 persen.
“Kami akan meminta agar pusat lebih memperhatikan Meranti agar dapat mengucurkan DAK (Dana Alokasi Khusus) yang lebih besar. Kami juga berupaya agar anggaran PU dari pusat dan provinsi lebih banyak ke Meranti untuk membantu kekurangan sarana dan prasarana sekolah disana,” kata Syamsuar.
Dari penjelasan masing-masing kepala dinas, persoalan pendidikan di daerah Riau hampir senada, terutama terkait sarana dan prasarana. Hal lain adalah kekurangan tenaga guru di desa-desa, sedangkan di kota berlebih. Di Indragiri Hilir misalnya, masih banyak SD yang hanya punya satu guru PNS. Selain itu, masih banyak sekolah yang mesti dijangkau murid dari pemukiman yang jauh.
Untuk pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), untuk tingkatan SMP di Indragiri Hilir, Pelalawan, Indragiri Hulu, dan Bengkalis baru mencapai 25 persen dari total sekolah. Hampir seluruh UNBK tingkat SMP menumpang di lokasi SMA atau SMK di daerah itu.
Namun, status menumpang UNBK itu, ternyata diwarnai pungutan liar dari pengelola sekolah. Syamsuar meminta Kepala Dinas Pendidikan Riau untuk membereskan masalah pungutan itu.
Ke depan, ia berjanji seluruh biaya UNBK SMP yang menumpang di sekolah SMA/SMK gratis. Kalaupun ada biaya untuk membayar listrik akan dibebankan pada anggaran provinsi.