Liverpool dan Tottenham Hotspur, berlomba mengangkat harkat Liga Inggris dalam final Liga Champions di Madrid, kota yang diidentikan rumah dinasti ”raja” Eropa.
AMSTERDAM, KAMIS - Final Liga Champions di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid, 1 Juni mendatang, tidak akan menyuguhkan total football maupun tiki-taka yang melegenda. Tiada pula bendera Spanyol yang rutin berkibar di final Liga Champions lima tahun terakhir. Mahkota Eropa kali ini dipastikan pulang ke pangkuan negara penemu sepak bola, Inggris.
Musim panas lalu, rakyat Inggris mendadak demam soal ”Tiga Singa”. Kiprah pasukan muda timnas Inggris di Piala Dunia Rusia 2018 membuat mereka bangga. Nyanyian ”It’s Coming Home”, yang dipopulerkan band The Lightning Seeds pada 1990-an, terdengar nyaring di jalanan. Mereka percaya, trofi Piala Dunia akan pulang ke Inggris.
Sayang, impian itu urung terwujud. Pasukan Tiga Singa kalah heroik dari Kroasia—tim yang dipimpin peraih penghargaan Ballon d’Or musim lalu, Luka Modric—di semifinal. Sepuluh bulan berlalu, barisan pemain Tiga Singa seperti Dele Alli, Danny Rose, dan Jordan Henderson, menebus kegagalan itu di level kompetisi klub lewat ajang Liga Champions.
Mereka memastikan ”si kuping lebar”—trofi antarklub paling bergengsi sejagat—pulang ke Inggris. Kemenangan dramatis Tottenham Hotspur atas Ajax Amsterdam—tim yang menghidupkan kembali pakem total football di Liga Champions musim ini—pada laga kedua semifinal, Kamis (9/5/2019) dini hari WIB, mewujudkan final tim sesama Inggris.
Bagi Spurs, ini adalah capaian istimewa. Ini final pertama mereka sepanjang sejarah Liga Champions. Mereka akan bersua Liverpool, finalis musim lalu, yang tidak kalah heroik menyingkirkan Barcelona, Rabu lalu. Pertemuan kedua tim ini terbilang langka. Dalam sejarah Liga Champions, hanya sekali terjadi final sesama Inggris sebelumnya, yaitu pada 2008. Saat itu, Manchester United menjadi juara setelah mengalahkan Chelsea di Moskwa, Rusia.
”Laga itu (melawan Liverpool) akan menjadi final menakjubkan di antara dua tim asal Inggris. Kita akan menikmatinya. Seperti halnya kami, mereka (Liverpool) adalah pahlawan. Saat ini, biarkan saya rileks sebentar. Ada saatnya kita akan membicarakan (cara melawan) Liverpool,” ujar Manajer Tottenham Hotspur Mauricio Pochettino, seusai timnya menang 3-2 atas Ajax di Johan Cruyff Arena.
Seperti dikatakan Pochettino, Spurs dan Liverpool adalah para pahlawan penyelamat wajah Inggris di Liga Champions dekade ini. Meskipun punya liga paling glamor dan sengit sejagat, Inggris jarang meloloskan wakil-wakilnya ke partai puncak kompetisi itu.
Dalam lima tahun terakhir sebelum musim ini, hanya sekali Inggris menempatkan wakilnya di final, yaitu Liverpool pada 2018. Namun. Liverpool dibekap Real Madrid, pengoleksi gelar terbanyak serta juara Liga Champions tiga musim terakhir.
Kontras dengan Inggris, tim-tim Spanyol sangat dominan. Tujuh dari sepuluh finalis setengah dekade terakhir adalah tim-tim Spanyol, yaitu Madrid dan Barcelona. Dalam hal koleksi trofi, wakil Spanyol juga jauh lebih unggul. Tujuh gelar mereka sabet dalam satu dekade terakhir. Adapun kali terakhir tim Inggris juara adalah Chelsea pada 2012.
”Sudah sepantasnya Inggris kini merajai Eropa. Sepak bola adalah industri besar di sana. Anda semua dan saya, bahkan terbiasa hidup dengan Liga Inggris. Untuk itu, final sesama Inggris adalah hal yang brilian. Orang-orang tidak akan berhenti membicarakan itu (partai final),” tutur Phil Neal, legenda Liverpool pengoleksi empat trofi Liga Champions, kepada Talksport.
Juara baru
Bagi Spurs, final Liga Champions adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Klub asal London itu ingin mengikuti jejak tim sekotanya, Chelsea, yang menjadi juara tujuh musim lalu. Itu adalah kali terakhir penikmat bola melihat juara baru di Liga Champions.
”Kami hanya perlu menjaga keyakinan, seperti diperlihatkan hari ini,” tutur Toby Alderweireld, bek Spurs, kepada BBC.
Final kali ini tidak kalah istimewa bagi The Reds. Ini merupakan penebusan mereka seusai kegagalan musim lalu. Final di Madrid sekaligus menjadi kesempatan bagi Manajer Liverpoool Juergen Klopp membuktikan janjinya 2015 silam.
Saat pertama kali tiba di klub Merseyside itu, Klopp berkata, The Reds akan meraih satu trofi besar dalam empat tahun kepemimpinannya. Janji itu mungkin akan terpenuhi di Madrid.