Wali Kota Pasuruan Setiyono Dihukum Enam Tahun Penjara
›
Wali Kota Pasuruan Setiyono...
Iklan
Wali Kota Pasuruan Setiyono Dihukum Enam Tahun Penjara
Wali Kota nonaktif Pasuruan Setiyono dipidana enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan. Terdakwa terbukti menerima suap dari pengusaha rekanan yang mengerjakan proyek pembangunan di Kota Pasuruan dengan nilai akumulatif Rp 2,59 miliar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Wali Kota nonaktif Pasuruan Setiyono dipidana enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan. Terdakwa terbukti menerima suap dari pengusaha rekanan yang mengerjakan proyek pembangunan di Kota Pasuruan dengan nilai akumulatif Rp 2,59 miliar.
Vonis dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya yang diketuai I Wayan Sosiawan dalam sidang lanjutan, Senin (13/5/2019). Terdakwa juga dipidana membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2,26 miliar serta dicabut haknya untuk dipilih dalam jabatan publik maupun jabatan politik selama tiga tahun.
Putusan majelis hakim itu sama dengan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf B undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam perbuatannya, terdakwa melakukan sendiri. Selain itu terdakwa juga melakukan korupsi bersama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo. Terdakwa menerima suap dari pengusaha rekanan secara langsung dan melalui Dwi Fitri.
Dalam pertimbangannya majelis hakim tidak menemukan alasan pembenar maupun alasan pemaaf terhadap perbuatan terdakwa. Sebelum menjabat Wali Kota Pasuruan periode 2016-2021, Setiyono pernah menjabat Wakil Wali Kota Pasuruan periode 2010-2015. Dia juga merupakan pegawai negeri sipil dengan jabatan terakhir Sekretaris Daerah Kota Pasuruan.
Merusak sendi kehidupan
Hal yang memberatkan, terdakwa telah merusak sendi-sendi kehidupan bernegara, dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu sebagai pimpinan, terdakwa tidak memberikan teladan yang baik bagi penyelenggara negara lainnya.
Dalam pertimbangannya majelis hakim tidak menemukan alasan pembenar maupun alasan pemaaf terhadap perbuatan terdakwa.
Setelah dilantik menjadi Wali Kota Pasuruan, terdakwa langsung mengumpulkan tim sukses saat mencalonkan diri, Kepala Dinas PUPR Dwi Fitri, dan pengusaha yang mendukungnya saat pilkada. Pertemuan itu menginventarisir proyek pekerjaan di lingkungan pemda dan pengaturan pemenang lelang.
Dwi Fitri membagikan daftar hasil pengaturan pekerjaan kepada ketua asosiasi pengusaha rekanan dan menyampaikan bahwa setiap pemenang lelang wajib memberikan uang komitmen untuk Setiyono. Nilai komitmen itu sebesar 5 persen untuk pekerjaan jalan dan bangunan gedung serta 7,5 persen untuk pekerjaan plengsengan dan saluran air.
Menanggapi putusan itu Setiyono menyatakan pikir-pikir. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh jaksa KPK Taufiq Ibnugroho walaupun amar putusan majelis hakim sama dengan tuntutan jaksa. Bahkan majelis hakim juga banyak mengutip dakwaan jaksa KPK dalam materi putusannya.
Kasus korupsi di Pemkot Pasuruan ini terungkap dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Oktober 2018 lalu. Dalam operasi itu penyidik juga menangkap Dwi Fitri dan stafnya Wahyu Tri Hardianto. Selain itu penyidik menangkap pengusaha Muhammad Baqir saat akan menyetorkan uang suap.
Suap Rekanan
Setiyono bukan kepala daerah pertama yang terbukti korupsi dengan modus mengatur proyek pembangunan di daerahnya dan menerima suap dari pengusaha rekanan.
Pekan lalu, Bupati nonaktif Malang Rendra Kresna juga dinyatakan terbukti menerima suap dari pengusaha rekanan Pemerintah Kota Malang yang memenangkan pekerjaan pengadaan alat peraga pendidikan tahun anggaran 2011 dan 2013.
Atas perbuatannya, Rendra dipidana enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan. Dia dihukum mengembalikan uang sebesar Rp 4,075 miliar sebagai pengganti kerugian negara serta dicabut haknya untuk dipilih dalam jabatan publik maupun jabatan kerja selama tiga tahun terhitung setelah terdakwa menjalani masa pemidanaan.
Korupsi dengan modus pengaturan proyek pekerjaan dan meminta imbalan fee terhadap pengusaha rekanan pemenang tender cukup marak dilakukan oleh kepala daerah di Tanah Air.
Kasus suap rekanan terhadap kepala daerah yang ditangani oleh KPK tahun ini antaralain suap terhadap Bupati nonaktif Purbalingga Tasdi, Bupati nonaktif Pakpak Barat Remigo Yolanda, dan Bupati Lampung Tengah Mustafa.