Iran Tidak Ingin Perang
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan, perang akan merugikan AS yang kini bersitegang dengan Iran. AS menyebut ketegangan terus meningkat di kawasan.
TEHERAN, RABU— Iran tidak menginginkan perang ataupun berkompromi dengan Amerika Serikat. Di sisi lain, Iran menyatakan siap mengaktifkan lagi program persenjataan nuklirnya.
”Baik kami maupun mereka tak menginginkan perang. Mereka tahu itu tak menguntungkan,” kata Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei kepada para pejabat Iran, Selasa (14/5/2019) malam, di Teheran.
Pernyataan itu dilontarkan di tengah peningkatan ketegangan AS-Iran yang ditandai dengan pengerahan gugus tempur dan pengebom B-52 AS ke Timur Tengah, serangan terhadap tanker Arab Saudi serta Uni Emirat Arab (UEA) dan Norwegia oleh pihak tidak dikenal, serta serangan terhadap pipa minyak Arab Saudi oleh pemberontak Houthi.
Kelompok Houthi mengakui melancarkan tujuh serangan, termasuk ke stasiun pompa di luar kota Al-Duadmi, 330 kilometer di barat Riyadh. Meski dinyatakan tidak mengganggu produksi, serangan itu membuat Saudi memutuskan berhenti mengalirkan minyak melalui jaringan pipa yang terhubung dengan target serangan.
Terkait meningkatnya potensi ancaman, AS memerintahkan sebagian diplomatnya meninggalkan Irak. Hanya diplomat yang dibutuhkan dalam pelayanan darurat yang tetap di Irak. ”Sejumlah teroris dan pemberontak aktif di Irak dan kerap menyerang aparat keamanan ataupun warga sipil Irak. Milisi anti-AS juga mengancam warga AS dan perusahaan Barat,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri AS, Rabu (15/5/2019).
Meski menyatakan tak ingin perang, Khamenei menekankan Iran tetap siap melanjutkan program persenjataan nuklir. Ia menekankan pentingnya menembus aras 20 persen dalam proses pengayaan uranium. Para pejabat Iran mengklaim bisa mencapai aras itu dalam empat hari. Para ilmuwan Iran menyebut waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pengayaan 90 persen akan lebih pendek dibandingkan mencapai aras 20 persen. Karena itu, Khamenei menyebut mencapai 20 persen adalah tahap tersulit. ”Mencapai pengayaan 20 persen adalah bagan tersulit. Langkah selanjutnya akan lebih mudah,” ujarnya.
Program nuklir
Iran memang tetap mempertahankan fasilitas pengayaan uranium selepas menandatangani perjanjian nuklir (JCPOA) pada 2015. Namun, aras tertingginya hanya 3,67 persen atau jauh di bawah yang dibutuhkan untuk membuat bom nuklir.
Tidak diketahui apa dasar Khamenei dan pejabat Iran soal kemampuan pengayaan di aras 20 persen. Di masa lalu pun, tidak ada bukti Iran bisa mencapai tahap itu. Kini juga tidak jelas bagaimana cara Teheran mencapai tahap itu. Meskipun demikian, Khamenei tetap menyatakan mudah bagi Iran mengayakan uranium ke tahap persenjataan.
Khamenei bukan orang Iran pertama yang menyatakan negara itu akan kembali mengaktifkan program persenjataan nuklir. Iran mengancam menyusul AS yang lebih dulu meninggalkan JCPOA secara sepihak. AS keluar dari JCPOA karena menilai perjanjian tersebut tidak cukup menekan Iran untuk menghentikan total program nuklirnya. AS ingin sanksi lebih keras bagi Iran.
Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, Iran terlalu besar untuk diancam siapa pun.
”Kita akan melewati kesulitan ini dengan kemenangan dan kepala tegak,” ujarnya.
(AP/REUTERS/RAZ)