BARCELONA, KAMIS – Uji coba Formula 1 musim ini di Spanyol dimanfaatkan tim Scuderia Ferrari untuk memecahkan misteri cengkeraman ban Pirelli. Tim kuat asal Italia itu sulit bangkit musim ini sepanjang belum menemukan solusi terkait masalah penggunaan ban itu.
Uji coba usaibalapan seri kelima F1 di Catalunya, Spanyol itu, dimanfaatkan sejumlah tim untuk memperbaiki performa mobil. Kesempatan itu salah satunya dilakukan Ferrari yang mencoba mengejar ketertinggalan mereka dari tim terkuat, Mercedes GP.
Di saat tim-tim lain seperti Mercedes menguji komponen aerodinamika baru, Ferrari justru memfokuskan tes yang digelar pada 14-15 Mei 2019 itu untuk mengenal perilaku ban jenis baru, yaitu bertapak tipis, buatan Pirelli di musim ini. Buruknya cengkeraman mobil SF90 terhadap ban itu ditengarai menjadi penyebab buruknya performa Ferrari musim ini.
“Ban adalah faktor penting yang menenetukan performa mobil. Jadi, manajemen dan optimalisasi (penggunaannya) menjadi kunci dari penampilan mobil secara keseluruhan. Tahun ini, ban (Pirelli) berperilaku berbeda dari tahun lalu,” ujar Kepala Tim Ferrari Mattia Binotto seperti dikutip Autosport.
Tak heran, Ferrari menurunkan salah satu pebalap utamanya, Charles Leclerc, pada uji tes di Spanyol itu. Adapun tim-tim lainnya seperti Mercedes menurunkan pebalap uji coba seperti Nikita Mazepin yang mencatatkan waktu tercepat di tes itu. Racing Point, bersama pebalapnya, Lance Stroll, menjadi satu-satunya tim selain Ferrari yang fokus menguji ban di uji coba itu.
Meskipun disebut-sebut memiliki mobil tercepat, berdasarkan hasil uji coba pramusim di Catalunya, Februari lalu, Ferrari terus menderita pada lima seri pertama dan belum sekali pun finis lebih baik dari peringkat ketiga. SF90 lambat di hampir setiap tikungan, terutama jika dibandingkan dengan mobil Mercedes W10. Mercedes, menurut pebalap Red Bull Max Verstappen, adalah satu-satunya tim yang sejauh ini mampu mengoptimalkan ban baru Pirelli itu.
Menurut Autosport, Ferrari akan melesat dan mengejar ketertinggalan dari Mercedes jika mampu memecahkan masalah ban itu. Ferrari sebelumnya telah mengerahkan segala upaya untuk membuka potensi besar mobilnya yang masih “terkunci” hingga saat ini. Mereka mendatangkan komponen aerodinamika baru di GP Azerbaijan dan membawa komponen mesin baru di GP Spanyol.
Namun, hasilnya tetap mengecewakan. Hasil terbaik di kedua seri balapan itu adalah peringkat ketiga yang diraih Sebastian Vettel di Azerbaijan. Ferrari maupun tim-tim lainnya seperti Red Bull masih memiliki 16 seri yang tersisa untuk bangkit dan membuat persaingan musim ini kembali menarik. “Sulit menjawab berapa lama yang dibutuhkan (untuk mencari solusi). Hal yang terpenting adalah memahaminya dulu,” ujar Binotto kemudian.
Frustasi
Dominasi Mercedes dan buruknya performa tim-tim pesaing lainnya seperti Ferrari membuat pengamat dan fans F1 bosan dan frustasi. Sejak seri pertama di Australia hingga di Spanyol akhir pekan lalu, dua posisi teratas selalu ditempati duo pebalap Mercedes, Lewis Hamilton dan Valtteri Bottas. Para pebalap lainnya hanya bisa mengejar “bayangan” mereka.
“Kehebatan Mercedes bukan hal baru di F1. Namun, minimnya (kemampuan) para penantangnya telah membunuh olahraga F1. Tiap balapan menjadi tontonan membosankan, datar, dan bisa diprediksi juaranya (Mercedes) terlepas adanya perubahan regulasi musim ini (pada aerodinamika),” ungkap Matthew Scott, pecinta F1 di situs Gpfans.
Martin Brundle, pakar sekaligus mantan pebalap F1, bahkan mengaku frustasi melihat nyaris tidak lagi adanya persaingan di F1 musim ini. Menurutnya, situasi itu sangatlah buruk bagi masa depan F1, olahraga yang tahun ini tepat berumur 70 tahun dan melewati 1.000 seri balapan. Ia khawatir, balap mobil terpopuler di dunia itu bakal ditinggalkan penggemarnya.
“Saya frustasi dengan Mercedes, Ferrari, dan olahraga F1 itu sendiri. Mercedes mengumpulkan seluruh orang-orang hebat dan berpengalaman untuk mendominasi para rivalnya. Adapun Ferrari tidak mampu mengoptimalkan sumber daya potensialnya. Mereka mendominasi uji coba musim dingin. Namun, kurangnya kejelasan strategi tim ditambah maraknya kesalahan dua pebalapnya membuat mereka seperti saat ini,” ujar mantan pebalap Jordan dan McLaren itu di Sky Sports.