Sanksi bagi Aparat yang Gagal Tangani Pembalakan Liar
›
Sanksi bagi Aparat yang Gagal ...
Iklan
Sanksi bagi Aparat yang Gagal Tangani Pembalakan Liar
Aparat penegak hukum dituntut tegas menindak para pelaku pembalakan dan tambang liar. Presiden jangan ragu memberi sanksi kepada aparat yang gagal atau sengaja membiarkan aktivitas ilegal tersebut.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Aparat penegak hukum dituntut tegas menindak para pelaku pembalakan dan tambang liar. Presiden jangan ragu memberi sanksi kepada aparat yang gagal atau sengaja membiarkan aktivitas ilegal tersebut.
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf, mengatakan, pembalakan dan tambang liar memberi dampak kehancuran lingkungan yang sama masifnya dengan pembakaran lahan.
Presiden jangan ragu untuk memberi sanksi, atau bahkan mencopot, pimpinan aparat yang tak mampu mengatasi pembalakan dan tambang liar.
Hanya saja, prioritas penanganan selama ini masih dibedakan. Semestinya ada penanganan cepat dan terpadu juga terkait pembalakan dan tambang liar.
”Presiden jangan ragu untuk memberi sanksi, atau bahkan mencopot, pimpinan aparat yang tak mampu mengatasi pembalakan dan tambang liar,” katanya, Minggu (19/5/2019).
Sebagaimana diketahui, kedua aktivitas ilegal itu marak di sejumlah daerah. Di Jambi, pencurian kayu menghancurkan hutan alam tersisa di ekosistem Bukit Tigapuluh ataupun ekosistem gambut Berbak-Sembilang. Tambang liar minyak pun masif di Kabupaten Batanghari, sementara tambang emas liar menyebar di sepanjang hulu-hulu daerah aliran sungai (DAS) Batanghari.
Kondisi serupa terjadi pula di daerah lainnya, baik di Sumatera, Kalimantan, maupun di wilayah timur.
Pekan lalu, tim Direktorat III Tindak Pidana Terbatas Bareskrim Polri mendapati aliran kayu-kayu ilegal memasok kebutuhan industri kayu di Jambi. Jumlah kayu curian tidak sedikit, melainkan lebih dari 2.000 meter kubik didapati tanpa dokumen.
Namun, Kepala Subdirektorat III Tipidter Bareskrim Komisaris Besar Irsan mengatakan, belum berhasil menangkap dalang pembalakan tersebut. ”Kami masih mengejar aktor (di balik pembalakan liar),” katanya.
Menurut Rudi, luas hutan alam di Jambi kian menyusut dari 2,5 juta hektar. Berdasarkan citra satelit yang diolah timnya, kini tersisa 920.000 hektar.
Menggiurkan
Pencurian kayu di hutan alam masih menggiurkan banyak pihak. Sebab, nilai jual kayu dari hutan alam sangat tinggi. Hingga 10 tahun lalu, harga kayu jenis meranti masih Rp 2 jutaan per meter kubik. Karena kebutuhan kayu masih tinggi tak sebanding dengan pasokan yang berkurang, harga jual pun melesat. Satu meter kubik meranti kini mulai dari Rp 7 juta hingga Rp 10 juta.
Demi mengatasi pembalakan liar, kata Rudi, pemerintah perlu mengembangkan hutan tanaman pertukangan. Di Jambi, hutan tanaman pertukangan sudah pernah dibangun di Kabupaten Bungo, tetapi usaha itu meredup. Lesunya sektor tersebut diperkirakan karena masa investasi yang cukup panjang. Bandingkan dengan pembalakan liar, pelaku mendapatkan keuntungan besar hanya dengan modal minim.
Direktur Walhi Jambi Rudiansyah pun melihat ada kecenderungan aparat berani menangkap para pekerja di lokasi pembalakan ataupun tambang liar, tetapi membiarkan aktor utama leluasa bergerak. Hal itu diindikasikan sebagai lemahnya komitmen.
Tarik-menariknya sangat kuat. Sehingga, memang tidak akan mudah menghentikan aktivitas ilegal ini.
Ia mencatat dari sejumlah operasi penanggulangan aktivitas pertambangan minyak ilegal, baik oleh polisi maupun polisi kehutanan, belum pernah dapat meringkus aktor-aktor utama di balik masifnya usaha tersebut.
Malahan banyak oknum aparat hukum dan aparatur sipil negara mengambil untung dalam praktik ilegal tersebut. Mereka mengambil peran beragam, mulai dari membekingi hingga memodalinya.
”Tarik-menariknya sangat kuat. Sehingga, memang tidak akan mudah menghentikan aktivitas ilegal ini,” katanya.