JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan investasi di dalam negeri dibutuhkan untuk mendorong substitusi impor. Investasi penting dalam upaya menggarap pasar ekspor.
Demikian pandangan dari beberapa kalangan terkait upaya menyikapi kinerja ekspor impor Indonesia yang dirangkum hingga Minggu (19/5/2019).
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri, ada perbedaan orientasi investor sektor industri alas kaki dalam penggarapan pasar. Sebagian besar penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) menengah besar berorientasi pasar ekspor.
”Sangat sedikit PMA alas kaki yang menggarap pasar lokal. Produknya pun bukan dibikin di pabrik mereka, melainkan mereka memesan ke industri PMDN untuk kemudian dijual di pasar lokal,” kata Firman.
Terkait hal tersebut, menurut Firman, arah kebijakan yang mendukung penggarapan pasar ekspor, misalnya proses untuk menjalin perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan lainnya, menjadi daya tarik bagi calon investor berorientasi ekspor untuk menanamkan modal di Indonesia.
Menurut Firman, akan lebih bagus jika pemerintah dapat menarik investasi industri-industri bahan baku alas kaki yang selama ini masih harus diimpor. ”Tantangan selama ini, belum ada industri bahan baku kita yang mampu menjadi pemasok untuk industri-industri global,” katanya.
Tekstil
Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy mengatakan, tantangan kompetisi di industri tekstil saat ini semakin ketat. ”Selain Vietnam yang selama ini menjadi kompetitor, sekarang Kamboja pun sudah mulai muncul,” katanya.
Terkait hal itu, Ernovian menilai dukungan, seperti penurunan tarif listrik agar kompetitif dan harmonisasi industri hulu, industri antara, serta industri hilir, sangat penting. Program peremajaan peralatan pada industri tekstil, terutama industri kain jadi, juga harus mendapatkan perhatian.
Apalagi, industri dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan kain jadi. Industri kain jadi dihadapkan pada harga benang yang tinggi. Ini semua berkaitan pula dengan tarif listrik industri yang belum juga kompetitif tersebut.
”Padahal, pesanan produk garmen terus meningkat. Ujung tombak ekspor di industri tekstil yang paling besar itu juga di garmen, pakaian jadi. Jadi, pasokan bahan baku untuk garmen harus benar-benar diperhatikan,” kata Ernovian.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi total penanaman modal sepanjang triwulan I-2019 senilai Rp 195,1 triliun, yang terdiri dari PMDN Rp 87,2 triliun dan PMA Rp 107,9 triliun.
Terdata 191 proyek investasi PMDN industri tekstil senilai Rp 259,3 miliar dan 319 proyek PMA senilai 30,9 juta dollar AS. Sepanjang triwulan I-2019 juga ada 18 proyek PMDN industri barang dari kulit dan alas kaki senilai Rp 11,7 miliar dan 127 proyek PMA senilai Rp 91 juta.
Industri nonmigas
Kementerian Perindustrian menyatakan berusaha mendongkrak kontribusi industri nonmigas untuk menekan defisit neraca perdagangan akibat impor sektor migas. Mitigasi dari sektor industri antara lain dorongan penggunaan biofuel.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dari sisi bahan baku, penggunaan biofuel tersebut sangat memungkinkan karena Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar di dunia. (CAS)