Sutra, Mantra, dan Azan Subuh Iringi Pradaksina Waisak 2563 BE/2019
›
Sutra, Mantra, dan Azan Subuh ...
Iklan
Sutra, Mantra, dan Azan Subuh Iringi Pradaksina Waisak 2563 BE/2019
Jatuh di bulan Ramadhan, perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tahun ini terasa berbeda. Ritual detik Waisak yang jatuh pada Minggu (19/5/2019) pukul 04.11.09, bersamaan dengan rata-rata umat Islam tengah santap sahur di bulan Ramadhan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
Jatuh di bulan Ramadhan, perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tahun ini terasa berbeda. Ritual detik Waisak yang jatuh pada Minggu (19/5/2019) pukul 04.11.09, bersamaan dengan rata-rata umat Islam tengah santap sahur di bulan Ramadhan.
Oleh karena itu, ritual pradaksina umat Buddha pun terdengar tidak biasa. Apabila sebelumnya pradaksina hanya diiringi lantunan sutra dan mantra, kali ini, ritual itu ditemani gema azan subuh. Perpaduannya memberikan kebanggaan hidup di tanah penuh keberagaman ini.
Dalam agama Buddha, sutra adalah naskah atau kumpulan kitab agama. Mantra adalah frasa atau suku kata yang didaraskan terus-menerus untuk membantu pemusatan perhatian pada tataran cita yang bermanfaat dan melindungi dari tataran negatif. Sementara Pradaksina adalah ritual berjalan berkeliling candi, biasanya selama tiga kali, sebagai bentuk penghormatan umat seutuhnya kepada Sang Buddha.
Bhante Wongsin Labhiko Mahathera mengatakan, Waisak dan bulan Ramadhan, yang tahun ini bersanding bersama, menunjukkan kolaborasi indah di antara dua agama. Setiap umatnya bisa melakukan peribadatan dan nilai-nilai keluhuran pada saat bersamaan.
Dalam seremonial perayaan Waisak 2563 BE/2019 di pelataran Candi Borobudur, Sabtu (18/5/2019) malam, Ketua Dewan Sangha Perwakilan Umat Buddha (Walubi) Bhante Tadisa Paramita Mahasthavira juga menggelorakan semangat itu. Dia mengucapkan, penghormatan kepada umat Islam yang sedang menjalani puasa di bulan Ramadhan.
”Selamat menjalankan ibadah puasa bagi seluruh umat Islam. Semoga berkah dan keselamatan senantiasa melimpah untuk kita semua,” ujarnya.
Bhinneka Tunggal Ika adalah pengikat semua perbedaan yang ada.
Tadisa mengatakan, bangsa Indonesia memiliki banyak keragaman, di mana setiap orang memiliki latar belakang suku dan agama yang berbeda-beda. Namun, apa pun perbedaan itu, dia mengingatkan bahwa kita semua bersaudara dalam kemanusiaan.
”Bhinneka Tunggal Ika adalah pengikat semua perbedaan yang ada. Pancasila sebagai ideologi bangsa, terbukti mampu meredam semua rongrongan dan gejolak yang terjadi di masyarakat,” ujarnya.
Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan, keragaman yang menjadi ciri khas Indonesia pada hakikatnya merupakan kekuatan. Kekuatan itu diharapkan tidak dijadikan sebagai sesuatu yang melemahkan.
”Kita harus menghargai kebangsaan kita dengan konsep kebinekaan itu,” ujarnya.
Keragaman juga menjadi bentuk interpretasi dalam kehidupan umat beragama untuk membangun semangat kebersamaan. Oleh karena itu, demokrasi dan kehidupan beragama menjadi hal yang sangat penting dan sangat diperhatikan pemerintah.
Sayup-sayup sutra, mantra, dan azan subuh itu perlahan tenggelam seiring menunggu datangnya kehangatan sinar matahari pagi ke dunia. Namun, jejaknya indahnya bakal terus hidup di antara keragaman umat beragama di semesta ini.