Film "3 Warna 1 Cita", Cinta Milenial untuk Bangsa
›
Film "3 Warna 1 Cita", Cinta...
Iklan
Film "3 Warna 1 Cita", Cinta Milenial untuk Bangsa
Sekolah Kristen Kalam Kudus, Solo, Jawa Tengah bekerja sama dengan Yayasan Kembang Gula meluncurkan film layar lebar berjudul “3 Warna 1 Cita”. Film fiksi panjang ini melibatkan sebanyak 150 siswa SKKK Solo dari jenjang TK, SD, SMP, dan SMA sebagai pemain. Film yang mengusung tema cinta Tanah Air ini diharapkan selain menumbuhkan semangat nasionalisme juga mendorong kreativitas perfilman di kalangan generasi muda.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
SOLO, KOMPAS – Sekolah Kristen Kalam Kudus atau SKKK Solo, Jawa Tengah bekerja sama dengan Yayasan Kembang Gula meluncurkan film layar lebar berjudul 3 Warna 1 Cita, Senin (20/5/2019). Film ini melibatkan 150 siswa SKKK Solo dari jenjang TK, SD, SMP, dan SMA sebagai pemain. Film yang mengusung tema cinta Tanah Air ini diharapkan menumbuhkan semangat nasionalisme juga mendorong kreativitas perfilman di kalangan generasi muda.
Produser film 3 Warna 1 Cita, Fanny Chotimah mengatakan, proyek film ini diproduksi dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2018. Film ini ini mengisahkan persahabatan tiga siswa SMA, yakni Bambang yang diperankan Valentino Adriel, Rita (Tamariska Blessy), dan Gaby (Gabriella Ellen). Ketiganya bersabahat sejak TK, hingga duduk di bangku SMA yang sama.
Di SMA, mereka mendapatkan tugas kelompok dari sekolah untuk memaknai nasionalime menyambut peringatan Hari Sumpah Pemuda. Mereka berencana membuat sebuah film pendek.
“Mereka mencoba memaknai konteks cinta Tanah Air secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sekarang ini,” ujar Fanny, yang juga Direktur Yayasan Kembang Gula, komunitas film di Solo, sebelum pemutaran film di Solo Baru, Sukoharjo, Senin.
Film yang disutradarai Steve Pillar Setiabudi ini diluncurkan dan ditayangkan perdana di bioskop Platinum Cineplex, Hartono Mall, Solo Baru, Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin. Meskipun diputar perdana di bioskop umum, namun film ini tidak akan langsung ditayangkan di jaringan bioskop-bioskop di Tanah Air.
Alasannya, film ini diproduksi bukan untuk tujuan komersial mencari keuntungan. Karena itu, pemutaran film akan dilakukan secara terbatas. Namun, tidak menutup kemungkinan akan diputar di bioskop umum karena pesan-pesan dalam film ini diharapkan tersampaikan secara lebih luas kepada publik.
“Kami juga akan mengikutkan karya ini dalam festival film,” kata Fanny.
Fanny mengatakan, film ini melibatkan 150 siswa SKKK Solo mulai dari jenjang TK, SD, SMP, SMA. Selain siswa-siswi, juga melibatkan guru dan orangtua siswa sebagai pemain film. Syuting film berdurasi sekitar 90 menit ini dilakukan di tiga kota, yaitu Solo, Timika (Papua), dan Pontianak, (Kalimantan Barat) untuk menggambarkan keberagaman dan luasnya wilayah Tanah Air.
“Siswa-siswi tidak hanya menjadi pemain. Saat kami menulis naskah, juga melibatkan mereka. Misalnya, sharing tentang nasionalisme itu apa bagi mereka, persoalan dengan guru seperti apa, dan lainnya,” ujarnya.
Fanny mengatakan, film fiksi panjang indie pertama di Solo yang diproduksi dengan melibatkan para pelajar ini diharapkan menginspirasi dan mendorong semangat berkreasi anak-anak muda di Solo untuk membuat film-film indie. Dengan demikian akan semakin banyak karya film yang dihasilkan kelak.
“Di Solo, sebetulnya banyak komunitas film yang kini sedang bergeliat. Saya berharap bisa akan lebih marak lagi,” katanya.
Direktur Pelaksana SKKK Solo Riana Setiadi mengatakan, peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2019 menjadi momentum yang tepat untuk mempersembahkan karya film ini. Pihaknya berharap para pelajar SKKK Solo memiliki rasa kebangsaan yang semakin kuat.