RUU Jabatan Hakim Diharapkan Perkuat Aspek Integritas
›
RUU Jabatan Hakim Diharapkan...
Iklan
RUU Jabatan Hakim Diharapkan Perkuat Aspek Integritas
RUU Jabatan Hakim diharapkan dapat menjadi solusi pembagian kewenangan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim ditargetkan dapat disahkan oleh DPR sebelum berakhirnya masa sidang V DPR pada 25 Juli 2019. RUU ini diharapkan dapat menekankan aspek akuntabilitas dan transparansi terkait manajemen hakim.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Sukma Violetta, di Jakarta, Senin (20/5/2019), mengatakan, aspek akuntabilitas dan transparansi manajemen hakim, seperti proses perekrutan, penilaian kinerja, dan pengawasan, harus ditekankan dalam RUU Jabatan Hakim. Sebab, dasar hukum yang jelas dalam aspek ini bertujuan untuk memperkuat integritas hakim.
”Soal integritas dari hakim membuat banyak pengadilan yang dipimpin oleh hakim-hakim yang tidak bisa menjadi teladan. Hal ini juga membuat terjadi banyak perbuatan tercela dari hakim yang tidak ada hentinya,” kata Sukma dalam diskusi bertajuk ”Politik Hukum Peradilan Indonesia dalam RUU Jabatan Hakim”.
Selain itu, lanjut Sukma, RUU Jabatan Hakim diharapkan dapat menjadi solusi pembagian kewenangan antara Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA). Hal ini untuk memastikan tidak adanya tumpang tindih penanganan tugas pengawasan antara KY dan MA seperti yang selama ini terjadi.
Hingga saat ini, RUU Jabatan Hakim masih dalam pembahasan di DPR. Sejumlah hal krusial yang diatur dalam RUU tersebut, antara lain, terkait penambahan hakim militer. RUU tersebut juga berencana mengubah pengaturan kode etik serta pedoman perilaku hakim yang semula diatur KY dan MA menjadi diatur pemerintah.
RUU Jabatan Hakim ditargetkan dapat disahkan oleh DPR sebelum berakhirnya masa sidang V DPR pada 25 Juli 2019. Selain RUU Jabatan Hakim, DPR juga menargetkan dapat menuntaskan empat RUU lain, yakni RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana; RUU Pemasyarakatan; RUU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; serta RUU Ekonomi Kreatif.
Sementara empat RUU lain, yaitu RUU Mahkamah Konstitusi (MK), RUU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, RUU Perkoperasian, serta RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, ditargetkan bisa tuntas pada masa sidang DPR berikutnya, yakni Agustus-September 2019 (Kompas, 20/5/2019).
Mantan anggota Komisi III DPR, Benny Kabur Harman, pesimistis RUU Jabatan Hakim bisa selesai Oktober tahun ini. Dia menilai, RUU Jabatan Hakim tidak bisa selesai karena pemerintah dan partai politik pendukung pemerintah belum memiliki komitmen penuh terhadap penyelesaiannya.
Menurut Benny, tidak adanya komitmen ini membuat pemerintah seperti tidak peduli terhadap penyalahgunaan hukum oleh para hakim. Sebab, Benny memandang realitas pengadilan saat ini digunakan beberapa hakim untuk melakukan transaksi jual beli hukum.
Mengatur semua jabatan
Pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Zaenal Arifin Mochtar, menyatakan, RUU Jabatan Hakim harus mengatur semua jenis jabatan hakim, mulai dari hakim MA, KY, hingga MK. Sebab, kekuasaan kehakiman dari semua lembaga peradilan belum diatur dan dijelaskan secara rinci dalam undang-undang.
”Kekuasaan kehakiman saat ini belum banyak didetailkan. Permasalahan kita saat ini memang belum punya cetak biru, mulai dari perekrutan hakim dan pengawasan seperti apa yang ideal,” katanya.
Zaenal menambahkan, RUU Jabatan Hakim sangat penting sehingga penyelesaian RUU ini membutuhkan komitmen politis dari semua pihak. Pemerintah juga diharapkan dapat menjaga komitmen penyelesaian RUU ini di tengah proses politik yang belum berakhir.