Tambora Challenge 2019-Lintas Sumbawa 320K memiliki arti penting bagi Nusa Tenggara Barat. Keikutsertaan sejumlah pelari asal daerah itu, memberi harapan akan lahir pelari ultra maraton yang bisa berlaga tidak hanya di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
Tambora Challenge 2019-Lintas Sumbawa 320K memiliki arti penting bagi Nusa Tenggara Barat. Selain menjadi ajang promosi pariwisata, keikutsertaan sejumlah pelari asal daerah itu, memberi harapan akan lahir pelari ultra maraton yang bisa berlaga tidak hanya di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional.
Jam menujukkan pukul 12.00 WITA ketika Margaretha Enggrani M, tiba di loby ruang kerja Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah, Senin (13/5/2019). Ia tak sendiri, tetapi bersama beberapa pelari lain. Begitu masuk, mereka langsung mengambil tempat duduk.
Selama menunggu, Etha, panggilan perempuan yang sehari-hari bekerja di perusahaan logistik itu, terlihat ceria. Begitu juga dengan pelari lain.
Cerita pengalaman mereka saat menjajal keganasan jalur KompasTambora Challenge 2019-Lintas Sumbawa 320 yang digelar 1-4 Mei 2019 lalu, menjadi topik pembicaraan sebelum tiba gilirin bertemu Zulkieflimansyah.
Siang itu, dalam kondisi kaki masih nyeri dan masih menjalani proses pemulihan pascalomba, para pelari yang mewakili NTB pada Lintas Sumbawa 320K diminta menghadap Zulkieflimansyah.
Tujuh yang hadir
Dari sembilan pelari asal NTB, hanya tujuh orang yang berkesempatan hadir termasuk Etha. Enam pelari lain yang hadir adalah Abdul Salam, Faris Abiyyu, Yanbahtiar, Abdul Akhir, Juni Hardi, dan Evan Ferdiyanty. Dua lagi absen karena ada urusan lain yakni Marhalim Halilintar dan Yadi.
Setelah menunggu sekitar 30 menit, mereka diminta masuk ke ruang gubernur. Zulkieflimansyah menyambut dengan hangat dan menyalami mereka satu persatu-satu. "Silahkan duduk. Jangan sungkan-sungkan," kata Zulkieflimansyah.
Begitu semua duduk, obrolan langsung mengalir. Mulai dari cerita pengalaman mengikuti Tambora Challenge 2019, hingga rencana mereka ke depan. "Paling berat adalah ngantuk. Selama race, total saya tidur tiga jam," kata Faris Abiyyu, salah satu peserta dari kategori relay atau berpasangan.
Paling berat adalah ngantuk. Selama race, total saya tidur tiga jam
Faris termasuk satu dari tiga pelari asal NTB yang berhasil menjadi penamat atau finisher. Dua pelari lainnya yakni Yanbahtiar dan Yadi. Sementara pelari lainnya, gagal melanjutkan lomba. "Cuaca Sumbawa panas sekali," kata Evan Ferdiyanty, yang menghentikan lomba di kilometer 140.
Menurut Evan, sejak km 80 kuku kaki kelingkingnya sudah copot. Tetapi dia tetap memaksakan untuk lari setelah mengganti sepatu dengan sandal. "Di kilometer 120, hujan. Membuat perban pada kaki lepas. Jadi sambil terus berlari, saya menahan sakit. Pada saat yang sama, paha dan betis ikut sakit. Ya sudah, saya putuskan berhenti," kata Evan yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara.
Apresiasi
Meski hanya tiga orang penamat dan lainnya gagal, termasuk Abdul Salam yang menjadi satu-satunya wakil NTB di kategori individu putra, namun Zulkieflimansyah tetap menyampaikan apresiasi. "Saya berharap, Tambora Challange akan mengantar mereka ke pintu untuk mengenal dunia lari yang lebih baik lagi," kata Zulkieflimansyah.
Gubernur NTB ini berjanji mendukung sepenuhnya kegiatan lari. "Pokoknya yang aneh-aneh ikut. Saya bantu secara personal. Saya ada dana khusus untuk itu," katanya. "Aneh" digunakan gubernur untuk menyebut berbagai istilah kompetisi lari yang disebutkan para pelari dalam pertemuan itu.
Kesempatan bertemu gubernur memang dimanfaatkan dengan baik oleh para pelari tersebut untuk berkeluh kesah tentang dunia lari. Terutama kesulitan mengikuti berbagai lomba lari karena terkendala dana.
"Lomba-lomba lari, apalagi lari trail mahal. Mulai biaya pendaftaran, hingga tiket ke lokasi. Apalagi lomba lari lebih banyak di Jawa. Jadi, kadang teman-teman banyak persiapan dan latihan, tetapi tidak bisa berangkat karena terkendala dana," kata Etha yang tidak melanjutkan lomba setelah berlari 126 kilometer.
Menurut Zulkieflimansyah, para pelari NTB sudah mengetahui teknis lari. Tinggal bagaimana mereka mendapat kesempatan untuk terus tampil di lomba-lomba lari yang ada. "Oleh karena itu, saya senantiasa akan mendukung. Ini salah satu jalan promosi, apalagi jika mereka menang. Pasti orang akan melihat asal mereka," katanya.
Lomba-lomba lari, apalagi lari trail mahal. Mulai biaya pendaftaran, hingga tiket ke lokasi. Apalagi lomba lari lebih banyak di Jawa. Jadi, kadang teman-teman banyak persiapan dan latihan, tetapi tidak bisa berangkat karena terkendala dana
Jadi untuk menghasilkan pelari ultra marathon yang bisa meraih juara, memang tidak mudah. Butuh proses. "Saya selalu yakin, perjalanan panjang selalu dimulai dari langkah pertama. Kalau kita gak mulai-mulai, tidak akan ada peserta sehingga even yang begitu istimewa ini (Tambora Challenge 2019) kurang familiar di masyarakat," ujarnya.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga NTB Eny Husnaini mengatakan, sebagai dukungan pemerintah daerah terhadap dunia lari, gubernur NTB memang secara langsung meminta slot khusus (wildcard) pada Tambora Challenge 2019.
"Banyak syarat yang harus dipenuhi. Termasuk syarat pernah ikut lari di atas 100 kilometer. Sementara rata-rata pelari kita yang ikut paling tinggi 70 km," kata Eny.
Eny menambahkan, meski tidak berhasil meraih juara, tetapi ia mengaku senang bisa mengirim sejumlah perwakilan di lomba ultra maraton paling ganas se-Asia Tenggara itu. Menurut Eny, dengan terus mendorong pelari-pelari asal NTB untuk ikut di berbagai lomba, ke depan akan lahir pelari yang berprestasi di cabang ultra maraton, melengkapi prestasi NTB di lari jarak pendek yang saat ini salah satunya dipegang oleh Lalu Muhammad Zohri.
Banyak syarat yang harus dipenuhi. Termasuk syarat pernah ikut lari di atas 100 kilometer. Sementara rata-rata pelari kita yang ikut paling tinggi 70 km
Para pelari-pelari asal NTB yang mengikuti Tambora Challenge 2019 optimistis jika ke depan, pelari-pelari NTB akan semakin matang dan semakin siap untuk tampil. Menurut mereka, kualitas pelari NTB tidak kalah dibanding pelari luar. Tinggal bagaimana mereka bisa terus berlatih dan tentunya mendapat dukungan dari pemerintah.