Tugas DKI untuk Adil Membagi Ruang
Pedagang kaki lima berhak mendapat tempat untuk terus menjaring rejeki. Tugas pemerintah untuk memastikan hak itu dilindungi tanpa melanggar hak pihak lain.
JAKARTA, KOMPAS - Pedagang kaki lima masih memadati trotoar Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta, Senin (20/5/2019). Upaya penertiban oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja sia-sia karena pedagang kembali lagi berjualan di trotoar setelah petugas pergi.
Pantauan Kompas, PKL tidak mengokupasi trotoar ketika petugas menggelar giat penertiban trotoar pada pukul 09.00-14.00. Akan tetapi, “kucing-kucingan” antara PKL dan petugas terbukti ketika pedagang itu kembali ke trotoar lagi usai penertiban berlangsung.
Sadewo (25), misalnya, pedagang asal Semarang ini akan mengemas pakaian dagangannya saat petugas mulai menertibkan PKL di sepanjang trotoar Jalan Jatibaru Raya.
“Rapihin dagangan. Pindah ke area batas guiding block (garis kuning bagi orang dengan disabilitas) yang diperbolehkan untuk berdagang. Pas penertiban usai, kembali lagi ke tempat semula,” ucap Sadewo.
Trotoar Jalan Jatibaru Raya dilengkapi guiding block di bagian tengahnya. Sisi trotoar yang berbatasan dengan jalan telah dipagari. Sisi lainnya berbatasan dengan PKL yang berada di lapak atau kios resmi. PKL tanpa kios hanya diperbolehkan berdagang di sisi trotoar dekat kios resmi. Sisi lainnya harus steril atau dibiarkan kosong. Akan tetapi, saat tak ada petugas, PKL mengokupasi kedua sisi trotoar.
Syarifuddin (35), pedagang aksesori melakukan hal yang sama. Ketika petugas datang, aksesori anting, gelang, dan manik-manik, dengan cepat dimasukan ke dalam karung. Lantas, ia berpindah ke sisi trotoar dekat kios-kios resmi. “Satpol PP hanya menertibkan di waktu tertentu, kami sudah hapal waktunya,” kata Syarifuddin.
“Satpol PP hanya menertibkan di waktu tertentu, kami sudah hapal waktunya,” kata Syarifuddin.
Sementara itu, pedagang lain, Awaludin (21) menuturkan, pedagang akan berebut tempat karena ruang kosong di antara kios resmi sangat terbatas. Pedagang yang tidak kebagian akan menggelar lapak di sisi trotoar yang dilarang untuk berjualan.
Ketiga pedagang ini sepakat berjualan di trotoar lebih menguntungkan. Pejalan kaki, pembeli potensial mereka, banyak berlalulalang.
Urusan wali kota
Sebelumnya, Jumat (17/5), Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengakui, hingga saat ini, pihaknya hanya sebatas melakukan penertiban dan belum bisa memberikan tempat pembinaan. “Itu (memberikan tempat pembinaan) nanti berikutnya. Sekarang kami hadapi dulu penertiban menjelang hari raya,” tutur Saefullah.
Saefullah menyampaikan Gubernur DKI Anies Baswedan telah memerintahkan kepada kelima wali kota di Jakarta untuk menertibkan para PKL di trotoar. Dia juga menegaskan, seluruh fasilitas umum milik pemerintah daerah steril dari PKL dan digunakan sesuai fungsinya.
“Kemarin, Pak Gubernur mengingatkan puasa itu bukan tidak tertib, harusnya makin tertib. Para wali kota sudah diingatkan terus melakukan penertiban,” kata Saefullah.
“Kemarin, Pak Gubernur mengingatkan puasa itu bukan tidak tertib, harusnya makin tertib. Para wali kota sudah diingatkan terus melakukan penertiban,” kata Saefullah.
Dihubungi terpisah, Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin menyampaikan jumlah PKL di trotoar mulai meningkat jelang Lebaran. Padahal, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007, kegiatan berdagang dilarang dilakukan di trotoar, jembatan penyeberangan orang, halte, dan badan jalan.
Menurut Arifin, masalah PKL di trotoar akan sulit diatasi kalau belum ada solusi yang jelas terkait tempat jualan mereka. “Yang menjadi masalah adalah pedagang-pedagang ini, kan, sebenarnya butuh tempat. Selama dukungan kota belum memadai bagi mereka, mereka akhirnya tetap memilih di trotoar,” kata Arifin.
“Yang menjadi masalah adalah pedagang-pedagang ini, kan, sebenarnya butuh tempat. Selama dukungan kota belum memadai bagi mereka, mereka akhirnya tetap memilih di trotoar,” kata Arifin.
Oleh karena itu, saat ini, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah DKI Jakarta bersama Dinas Bina Marga masih terus merapatkan penyelesaian masalah itu. Sejauh ini, usul yang keluar adalah kelak akan ditetapkan trotoar yang boleh digunakan oleh PKL dan yang tidak boleh.
“Setelah mengatur plotting tempat pedagang, kami tinggal menegakkan saja aturannya. Selama solusi belum ada, kesannya seolah-olah “kucing-kucingan” terus,” tutur Arifin.
Solusi dibutuhkan
Chairperson Department of Community and Regional Planning College of Agricultural, Life and Natural Sciences, Alabama A&M University Deden Rukmana mendesak agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera menata trotoar agar PKL tidak terus-menerus merebut hak pejalan kaki.
PKL di Jakarta seharusnya ditata dan ditertibkan dengan tegas. Kebijakan yang setengah-setengah justru akan menjadi bumerang bagi Pemprov DKI Jakarta.
Salah satu caranya dengan membagi ruang trotoar yang layak untuk PKL berdagang. “Sepanjang trotoar dibagi, jika cukup ruang maka boleh berdagang. Jika tidak, ya tidak diizinkan. Semua harus tertib,” ucap Deden.
Selain itu, waktu berdagang juga harus ditentukan. Selain untuk ketertiban, hal ini agar tidak terjadi kesemerawutan dan desak-desakan. Dengan demikian, hak pejalan kaki, maupun kebutuhan mencari nafkah PKL, dapat terpenuhi.
“PKL mau diatur dan butuh kejelasan. Penertiban harus diikuti aturan jelas,” ujar dia.
Nirwono Joga, pengamat perkotaan, menimpai bahwa untuk menata PKL di Jakarta itu sebetulnya mudah saja. Yang dibutuhkan adalah pemerintahan dan gubernur yang tegas dan adil menjalankan peraturan yang ada, jangan membuat petugas bingung di lapangan.
Menyebut sejumlah peraturan perundangan yang ada yang mengatur PKL, yaitu Perda Nomor 8 Tahun 2007, UU Nomor 22 Tahun 2009, juga UU tentang Jalan serta sejumlah peraturan terkait. "Itu sudah lebih dari cukup untuk menegakkan aturan dan memastikan trotoar steril dari PKL," tegas dia.
Selanjutnya yang mesti dilakukan DKI adalah mendata PKL secara akurat sebagai acuan penataan. Kemudian PKL didistribusikan ke tempat-tempat penampungan semestinya. Bisa di pasar rakyat atau pasar tradisional terdekat, pusat perbelanjaan, gedung perkantoran, hingga penyelenggaraan festival PKL di akhir pekan.
PKL itu, lanjut Nirwono, sebenarnya kalau ditata dengan teratur dan tertib akan mematuhi. Karena pada dasarnya yang dibutuhkan PKL adalah tempat berjualan legal sehingga mereka tenang berjualan.
Apalagi PKL sebagai kekuatan ekonomi informal, berperan dalam menyediakan lapangan kerja mandiri. "Maka yang mereka butuhkan adalah arahan dan pendampingan ke depan, peningkatan dalam bdagang (era e-dagang/daring), kepastian tempat berjualan, dan penataan yang rapi," jelas Nirwono.
Baca juga : Tanah Abang Butuh Solusi Penataan PKL Segera
Baca juga : PKL dan Pejalan Kaki Berebut Ruang