Malam Panjang di Bawaslu
”Tugasmu mengayomi, tugasmu mengayomi, pak polisi, pak polisi, jangan ikut kompetisi.”
Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30 ketika sekelompok orang menyanyikan yel-yel yang dipopulerkan suporter klub sepak bola Bali United tersebut di depan Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/5/2019).
Sekelompok orang ini belum juga membubarkan diri meski telah melewati batas waktu izin meyampaikan pendapat di muka umum. Padahal, massa dari Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat telah berangsur-angsur membubarkan diri dengan tertib mulai pukul 20.45.
Adapun polisi telah kembali ke posko penempatan masing-masing. Jalan MH Thamrin pun sudah dibuka untuk lalu lintas kendaraan.
Polisi yang berjaga di Bawaslu berulang kali mengimbau massa untuk segera membubarkan diri. Sayangnya, imbauan ini diabaikan. Bahkan, massa merusak kawat berduri yang dipasang oleh polisi.
Melihat aksi tersebut, polisi mengambil tindakan tegas dengan menghalau massa dari depan Bawaslu. Massa diurai ke arah Tanah Abang dan Sarinah. Kemudian, polisi bersiaga di seputaran Bawaslu, tepatnya di perempatan Jalan MH Thamrin.
Namun, massa yang telah diurai tak kunjung membubarkan diri. Mereka meneriaki polisi dan menyanyikan lagi yel-yel yang sama. Massa tetap bertahan di samping Bawaslu, tepatnya di Jalan Wahid Hasyim ke arah Tanah Abang.
Komandan lapangan terus mempersuasi massa untuk segera membubarkan diri karena telah mengganggu ketertiban umum. Melalui pengeras suara, imbauan terus disampaikan. Apa daya, massa tidak peduli dengan imbauan ini.
Membubarkan massa
Pukul 22.45, polisi maju ke arah massa dan membubarkan secara paksa. Polisi menangkap seorang pria yang disinyalir sebagai provokator. Pria ini dibawa ke Bawaslu.
Polisi terus memukul mundur massa menjauhi Bawaslu sembari mempersuasi agar segera kembali ke kediaman masing-masing.
Pukul 23.25, polisi bernegosiasi dengan koordinator massa. Polisi meminta massa segera membubarkan diri, sedangkan massa meminta rekannya dibebaskan. Polisi dan massa sepakat untuk saling memenuhi permintaan masing-masing.
Situasi yang kondusif mendadak kacau. Massa baku hantam di tengah kerumunan mereka sendiri. Kepanikan terjadi, polisi yang bersiaga merangsek maju. Awak media berhamburan agar tidak terjebak antara polisi dan massa. Setidaknya, polisi menangkap lima orang dari kerumunan massa.
Kapolres Jakarta Pusat Komisaris Besar Harry Kurniawan tiba di lokasi untuk meredam bentrok polisi dengan massa. Harry bernegosiasi dengan Habib Fadli Alaydrus, tokoh masyarakat setempat.
”Saya bertanggung jawab. Massa yang ditangkap akan dilepaskan setelah diperiksa. Jika terbukti bersalah akan diproses. Massa yang terluka akan dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan. Saya jamin, tetapi massa harus membubarkan diri,” ucap Harry.
Sementara Fadli menginstruksiakan massa untuk segera membubarkan diri. Ia menjamin polisi akan memenuhi kesepakatan untuk membebaskan rekan mereka yang ditangkap.
”Rekan-rekan saya minta untuk kembali ke kediaman masing-masing. Polisi telah menjamin permintaan yang diajukan,” kata Fadli.
Harry dan Fadli saling rangkul sebagai tanda kesepakatan. Selanjutnya, massa yang terluka dibawa ke rumah sakit oleh polisi.
Persuasif
Meskipun korban luka telah dibawa ke rumah sakit. Massa tak kunjung membubarkan diri. Mereka masih bertahan di samping Bawaslu mengarah ke Tanah Abang.
Wakapolres Jakarta Pusat Ajun Komisaris Besar Arie Ardian Rishadi mengimbau massa untuk kembali ke kediaman masing-masing. Berulang kali imbauan ini disampaikan.
Sampai Rabu (22/5) dini hari, massa belum meninggalkan lokasi. Polisi bersiap untuk membubarkan massa secara paksa. Polisi bersiap melontarkan gas air mata.
Pukul 00.30, polisi melontarkan gas air mata dan memukul mundur massa ke arah Tanah Abang. Setiap pergerakan maju, polisi menyekat gang-gang agar massa tidak kembali lagi ke lokasi. Polisi juga mengimbau warga sekitar untuk tidak keluar rumah. Melalui pengeras suara berulang kali polisi memperingatkan akan mengambil tindakan tegas.
Polisi memilih bertahan sembari mundur perlahan ke arah Bawaslu. Massa yang maju mulai membakar ban dan mencecerkan sampah di tengah jalan. Mereka juga memalang jalan dengan besi dari pagar yang dirusak
Polisi terus memukul mundur massa ke arah Blok A Tanah Abang. Massa memberikan perlawanan dengan tembakan mercon, lemparan batu, dan molotov.
Polisi mengambil posisi bertahan sembari melintarkan gas air mata. Massa tak kunjung membubarkan diri meskipun digempur dengan gas air mata. Mereka berlari zig-zag dan terus melawan.
Polisi memilih bertahan sembari mundur perlahan ke arah Bawaslu. Massa yang maju mulai membakar ban dan mencecerkan sampah di tengah jalan. Mereka juga memalang jalan dengan besi dari pagar yang dirusak.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono datang ke lokasi untuk bernegosiasi dengan massa. Upaya Eddy urung terlaksana. Massa terus menyerang polisi.
Setelah bertahan, polisi mengambil langkah maju untuk memukul mundur massa. Polisi mengerahkan kendaraan dengan meriam air untuk memadamkan api. Dalam langkah maju itu, polisi juga membersihkan sampah, kayu, dan besi yang menghalang jalan.
Tidak terhitung lontaran gas air mata sejak Selasa malam hingga Rabu dini hari dalam bentrokan ini. Sekali lagi, polisi mendesak massa sampai ke Blok A Tanah Abang. Polisi terus melontarkan gas air mata.
Namun, massa tak kunjung bubar. Pukul 03.30, polisi memutuskan untuk mundur perlahan. Sementara massa memilih bertahan di seputaran Blok A Tanah Abang.
Sepanjang malam sampai dini hari, upaya polisi mengedepankan langkah persuasif tidak berhasil membubarkan massa. Imbauan untuk bubar karena menjelang waktu sahur pun diabaikan massa.