Perdana Menteri Australia Scott Morrison (51) dipastikan mampu membentuk pemerintahan mayoritas. Pada Rabu (22/5/2019), Partai Liberal memenangi 76 dari 151 kursi di Majelis Rendah (DPR) di parlemen Australia setelah 80 persen suara dihitung.
Oleh
Harry Bhaskara, dari Brisbane, Australia
·3 menit baca
BRISBANE, KOMPAS — Perdana Menteri Australia Scott Morrison (51) dipastikan mampu membentuk pemerintahan mayoritas. Pada Rabu (22/5/2019), Partai Liberal memenangi 76 dari 151 kursi di Majelis Rendah (DPR) di parlemen Australia setelah 80 persen suara dihitung.
Kursi ke-76 diperoleh Partai Liberal setelah kandidatnya, Gladys Liu, memenangi pertarungan di Chisholm, kawasan di timur Melbourne. Liu adalah warga Australia keturunan China pertama yang akan duduk di parlemen.
Dengan perolehan kursi tersebut, pemerintahan koalisi Liberal-Nasional tak usah bergantung pada anggota independen DPR untuk meloloskan rancangan undang-undang walau tetap bisa dihadang oleh Majelis Tinggi (Senat) yang tidak didominasi oleh kubu koalisi atau apabila ada anggota DPR dari kubu koalisi yang menentang.
Penghitungan komputer ABC News memprediksi, Morrison bisa meraih 78 kursi mengingat penghitungan suara masih berlangsung untuk empat kursi lagi. Apabila prediksi itu benar, akan ada kenaikan sebanyak empat kursi.
Morrison telah memimpin pemerintahan minoritas dengan hanya 74 kursi di DPR sejak November 2018 ketika seorang anggotanya, Julia Banks, mengundurkan diri dan setelah Malcolm Turnbull mundur sebagai perdana menteri.
Kemenangan telak Morrison saat ini di luar perkiraan sebelumnya. Ia baru sembilan bulan menjadi perdana menteri dibandingkan Bill Shorten, rivalnya, yang sudah menjadi pemimpin oposisi selama enam tahun. Ia bertarung sebagai underdog, terlebih karena semua jajak pendapat mengunggulkan Partai Buruh.
Morrison mendengungkan isu-isu ekonomi, seperti pemotongan pajak, dalam kampanyenya. Adapun Shorten menjanjikan tindakan untuk menjinakkan perubahan iklim serta menaikkan pajak bagi perusahaan-perusahaan besar.
Lembaga-lembaga jajak pendapat Australia yang selama lebih dari setahun memprediksi kemenangan Partai Buruh akan bertemu untuk mencari sebab kekeliruan mereka.
Upaya jegal Albo
Pimpinan Senat dari Partai Buruh, Penny Wong, mengimbau kolega dari partainya untuk tidak buru-buru mengambil kesimpulan kegagalan partainya di pemilu dengan menyalahkan orang atau kebijakan partai. ”Kami perlu waktu untuk merenungkan dengan tenang untuk mengerti sebab-sebab kegagalan ini,” ujarnya seperti dikutip ABC News.
Wong mengkritik mantan pemimpin oposisi, Bill Shorten, yang dikabarkan menjegal usaha Anthony Albanese untuk menggantikannya.
Surat kabar The Sydney Morning Herald dan The Age melaporkan bahwa Shorten diam-diam menghubungi koleganya untuk tidak memilih Albanese, yang akrab disapa Albo, menjadi pemimpin baru Partai Buruh. Shorten membantah laporan ini.
”Albo merupakan anggota parlemen yang hebat pada generasi kami. Ia menunjukkan hal itu ketika menjadi pemimpin partai di DPR dan membuktikan bahwa ia mampu bekerja sama dengan semua orang di parlemen untuk menghasilkan keputusan yang menguntungkan kaum pekerja,” ujar Wong.
Wakil pemimpin oposisi, Tanya Plibersek, yang sebelumnya diperkirakan akan mencalonkan diri, memutuskan untuk mengundurkan diri dengan alasan keluarga. Bendahara Negara Bayangan Chris Bowen, yang sebelumnya mengatakan akan mencalonkan diri, juga mundur. Albo langsung didukung oleh banyak petinggi Partai Buruh sesudah ia mencalonkan diri untuk mengganti Shorten.
Pimpinan Partai Buruh dipilih oleh anggota parlemen Partai Buruh (kaukus) dan anggota partai yang masing-masing mempunyai 50 persen suara. Shorten mengalahkan Albo pada pemilihan ketua tahun 2013.