Warga Jakarta dan sekitarnya dapat beraktivitas seperti biasa pada 22 Mei ini. TNI-Polri menjamin aksi massa hari ini berlangsung aman,
JAKARTA, KOMPAS - Kepolisian Negara RI memberikan jaminan bahwa aksi massa untuk menolak hasil Pemilu 2019 tetap berjalan lancar dan aman. TNI dan Polri mengerahkan sekitar 40.000 personel untuk mengamankan seluruh obyek vital di Jakarta dari ancaman gangguan keamanan. Masyarakat diharapkan tak perlu khawatir dan beraktivitas seperti biasa.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, pasukan gabungan TNI-Polri terus meningkatkan kesiapsiagaan untuk mengamankan wilayah Jakarta dan sekitarnya. Polri menetapkan status Siaga Satu untuk mengantisipasi berbagai potensi ancaman keamanan hingga 25 Mei mendatang.
Fokus utama pengamanan ialah wilayah Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Istana Negara, Kompleks Parlemen, sentra perekonomian, dan kantor kedutaan negara asing. Untuk memaksimalkan pengamanan, TNI-Polri menyiapkan skenario pengamanan khusus di wilayah KPU dan Bawaslu, termasuk menutup sejumlah ruas jalan dan memberlakukan rekayasa lalu lintas dalam periode waktu tertentu.
”Masyarakat tidak perlu ragu untuk menjalankan aktivitas. Kita juga berharap masyarakat mengikuti mekanisme dan tahapan pemilu secara konstitusional,” ujar Dedi, Selasa (21/5/2019), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Sempat ricuh
Kemarin, massa Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat mulai mengadakan aksi di depan kantor KPU dan Bawaslu, Jakarta Pusat. Massa di depan kantor Bawaslu berkumpul sejak pukul 13.30 dan massa pun berangsur-angsur membubarkan diri pada pukul 20.45. Sembari bubar, mereka memunguti sampah yang berserakan di sekitar lokasi aksi.
Meski demikian, ada sekelompok orang yang masih bertahan di depan kantor Bawaslu. Mereka menyanyikan yel-yel ”polisi tugasmu mengayomi”. Polisi mengimbau massa untuk membubarkan diri, tetapi tidak diindahkan. Akhirnya, aparat mengambil tindakan tegas dengan membubarkan massa secara paksa. Sempat terjadi aksi saling dorong dan kejar-kejaran. Salah seorang yang disinyalir provokator ditangkap dan dibawa ke dalam Gedung Bawaslu.
Dedi menegaskan, Polri memberikan batas toleransi aksi massa, yakni hingga masa shalat Tarawih. Massa tidak diizinkan menginap di sekitar wilayah aksi massa. TNI-Polri akan mengutamakan langkah persuasif dan negosiasi untuk membubarkan massa.
Terkait rencana unjuk rasa besar-besaran sebagai protes atas tuduhan kecurangan dalam Pemilu Presiden 2019 pada 22 Mei ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, hal tersebut sebenarnya tak bermanfaat. Penolakan hasil pemilu melalui unjuk rasa tak akan mengubah apa-apa. Yang semestinya dilakukan adalah mengajukan sengketa dan berupaya membuktikan tuduhan kecurangan pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
”Kalau tidak puas, tentu ada jalannya, secara yuridis. Jadi ajukanlah ke MK, ke Bawaslu,” tutur Kalla.
KPU menyelesaikan proses penghitungan suara nasional Pemilu Presiden 2019 pada Senin (20/5) malam. Setelah penetapan dan pengumuman hasil pemilu, aparat keamanan disiagakan di sejumlah daerah. Peningkatan keamanan ini juga terlihat di Purwokerto (Jawa Tengah), Cirebon (Jawa Barat), dan daerah lain.
Di Cirebon, Pelaksana Tugas Bupati Cirebon Imron Rosyadi meminta masyarakat di wilayahnya tidak ke Jakarta untuk mengikuti aksi. Sebelumnya, Senin malam, Polres Cirebon melakukan operasi penyekatan bagi warga yang diduga akan ikut aksi people power ke Jakarta. Penyekatan digelar untuk mengantisipasi adanya barang berbahaya yang dibawa warga.
Di Ambon, Maluku, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy menggelar tatap muka dengan lebih kurang 1.500 ketua RT, ketua RW, kepala desa/lurah, bhabinkamtibmas, babinsa, dan lainnya. Ia meminta masyarakat tetap tenang. Rabu ini, bertepatan dengan waktu aksi, Richard berencana bertemu dengan guru di se-Kota Ambon.