Sebelum Bertugas, Tentara dan Polisi Berolahraga Keliling Kota Mataram
›
Sebelum Bertugas, Tentara dan ...
Iklan
Sebelum Bertugas, Tentara dan Polisi Berolahraga Keliling Kota Mataram
Ratusan anggota Polri dan TNI berolahraga bersama di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (22/5/2019) pagi, sebelum bertugas menjaga Kantor KPU NTB dan Kantor Bawaslu NTB.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Ratusan anggota Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Kepolisian Resor Kota Mataram, dan Komando Resor Militer 162/Wirabhakti berolahraga bersama, Rabu (22/5/2019) pagi. Berolahraga berupa berjalan kaki dan berlari kecil mengelilingi sebagian wilayah Kota Mataram itu mereka lakukan sebelum bertugas menjaga Kantor Komisi Pemilihan Umum NTB dan Kantor Badan Pengawas Pemilu NTB.
Berolahraga bersama dilakukan seusai apel gabungan personel Polri dan TNI di lapangan Sangkareang Mataram. Apel tersebut dalam rangka mengantisipasi kondisi pasca-pengumuman calon presiden-wakil presiden terpilih, termasuk anggota legislatif pada Pemilihan Umum 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
”Sebelum bertugas, ayo kita berolahraga pagi. Kapan lagi, kan, TNI dan Polri berolahraga pagi bersama,” kata Komandan Korem 162/Wirabhakti Kolonel (Czi) Ahmad Rizal Ramdhani yang memimpin apel.
Begitu selesai apel, personel TNI dan Polri kemudian meninggalkan Lapangan Sangkareang. Dalam satuan masing-masing, mereka berjalan cepat dalam dua barisan memanjang ke belakang.
Sambil berjalan, mereka bernyanyi bersama. Meski ada yang berpuasa, mereka terlihat tetap penuh semangat dan ceria. Mereka melewati sejumlah jalan utama di Kota Mataram, mulai dari Jalan Catur Warga, Jalan Pendidikan, kemudian berbelok ke Jalan Gunung Rinjani dan masuk Jalan Langko. Di Jalan Langko, mereka melewati Kantor KPU Provinsi NTB.
Dari sana, mereka terus berjalan, kemudian berbelok ke Jalan Udayana dan melewati Masjid Hubbul Wathan Islamic Center, Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB, Kantor Bawaslu NTB, lalu masuk ke Jalan Pejanggik hingga kembali ke Lapangan Sangkareang.
Begitu tiba di Lapangan Sangkareang, mereka kembali berbaris dan melakukan pendinginan yang dipimpin salah satu anggota TNI. Setelah itu, mereka bubar dan menuju tempat tugas masing-masing, yaitu menjaga Kantor KPU NTB dan Bawaslu NTB.
Antisipasi
Berolahraga bersama itu merupakan bagian dari Apel Gabungan TNI dan Polri di Mataram sekaligus menunjukkan kepada masyarakat bahwa personel TNI dan Polri ada untuk memastikan situasi di NTB kondusif.
Menurut Rizal, apel diselenggarakan tidak jauh dari lokasi Kantor KPU NTB dan Kantor Bawaslu NTB. Menurut rencana, akan ada sekitar 200 orang yang berdemonstrasi di kantor itu.
Menurut Rizal, masyarakat yang hendak berdemo tetap akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya. Sama dengan yang dilakukan pada 17 April 2019.
”Yang penting, pendemo tidak anarkis. Tidak melakukan pelanggaran hukum. Kami akan arahkan mereka ke KPU dan Bawaslu NTB, mempertemukan mereka dengan pimpinan kedua penyelenggara pemilu tersebut dan aspirasi mereka diteruskan ke Jakarta,” kata Rizal.
Terkait kondisi NTB, Rizal mengatakan tetap kondusif. Masyarakat juga beraktivitas seperti biasa. Hal itu yang terus didorong berbagai pihak agar masyarakat menjaga kondisi pasca-Pemilu 2019 hingga pelantikan.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah NTB Brigadir Jenderal (Pol) Nana Sudjana mengatakan, demonstrasi pada hari Selasa kemungkinan terjadi. ”Memang ada rencana untuk melakukan aksi. Tapi, kami yakin, kegiatan itu sifatnya aksi damai. Imbas dari perkembangan politik di Jakarta,” kata Nana.
Menurut Nana, pihaknya sudah mengantisipasi kemungkinan tersebut dengan menyiagakan personel dibantu TNI. Sebanyak 300 personel akan disiagakan di Kantor KPU NTB dan 250 personel untuk Kantor Bawaslu NTB.
”Kami juga sudah mengantisipasinya dengan membangun suasana silaturahmi. Saya yakin masyarakat NTB sudah dewasa. Sudah bisa memahami mana yang baik dan tidak,” kata Nana yang memastikan ada sejumlah warga NTB yang berangkat ke Jakarta untuk mengikuti aksi pada 22 Mei.
Nana pun berpesan agar jangan sampai perbedaan pilihan memicu konflik. ”Kalau terjadi konflik, yang jadi korban juga dari masyarakat. Tetapi, saya kira masyarakat NTB sudah menyadari hal itu,” katanya.