Universitas Muhammadiyah Purwokerto Kembangkan Kelapa Kopyor
›
Universitas Muhammadiyah...
Iklan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto Kembangkan Kelapa Kopyor
Universitas Muhammadiyah Purwokerto mengembangkan kebun plasma nutfah kelapa kopyor di Science Techo Park di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sebanyak 148 batang pohon kelapa kopyor dibudidayakan dengan cara kultur jaringan di atas lahan seluas 6.000 meter persegi. Kelapa kopyor bernilai ekonomi karena bisa dimanfaatkan sebagai bahan minuman dan kosmetik.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Universitas Muhammadiyah Purwokerto mengembangkan kebun plasma nutfah kelapa kopyor di Science Techo Park di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sebanyak 148 batang pohon kelapa kopyor dibudidayakan dengan cara kultur jaringan di lahan seluas 6.000 meter persegi. Kelapa kopyor bernilai ekonomi karena bisa dimanfaatkan sebagai bahan minuman dan kosmetik.
”Kelapa kopyor sudah ada di alam. Namun, satu tandan dengan 15-20 butir kelapa, biasanya hanya 2-3 butir kelapa kopyor. Di sini, kelapa kopyor kami tumbuhkan di laboratorium dengan kultur jaringan. Hasilnya, semua kopyor 100 persen,” kata dosen Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Sisunandar, di Purwokerto, Rabu (22/5/2019).
Kopyor adalah kondisi daging buah kelapa empuk atau terlepas dari tempurungnya. Jumlah air kelapanya sedikit, tetapi memiliki aroma khas yang berbeda daripada daging kelapa biasa.
Sisunandar mengatakan, setidaknya dibutuhkan 14 bulan untuk proses kultur jaringan di laboratorium dan persiapan menjadi bibit sekitar dua tahun. ”Kita tanam di botol tabung kecil, yang di dalamnya diberi medium tanam dengan bahan kimia selama 14 bulan. Setelah besar setinggi 15 sentimeter lalu dipindah, nanti setelah dua tahun siap ditanam,” paparnya.
Ia menyebutkan, kelapa ini bisa dipanen setelah empat tahun ditanam. Pada awal berbuah, satu pohon bisa menghasilkan sekitar tujuh butir dan selanjutnya 15-20 butir per bulan. Harga kelapa kopyor ini Rp 25.000-Rp 40.000 per butir.
”Usia produktif bisa sampai 45-50 tahun. Setiap tahun tingginya bertambah sekitar 5 sentimeter. Satu pohon dengan pengairan yang baik bisa panen satu tandan (15-20 butir) per bulan dan harganya Rp 30.000 sampai Rp 40.000 per butir,” katanya.
Kelapa kopyor, lanjut Sisunandar, idealnya ditanam di bawah ketinggian 600 meter di atas permukaan laut dan mendapatkan air yang cukup agar pada musim kemarau bisa tetap berbuah. Kebun plasma nutfah kelapa kopyor di Science Techno Park UMP ini diklaim sebagai kebun plasma nutfah kelapa kopyor pertama di dunia. Di sini ada 30 batang kelapa kopyor dari Banyumas, 20 kelapa kopyor dari Kalianda (Lampung), 37 batang kelapa dari Pati (Jateng), dan 61 batang dari Sumenep (Jatim).
Menurut dia, selain untuk bahan minuman penyegar dan dipasok ke perusahaan es, kelapa kopyor juga mengandung galaktomanan sebagai bahan dasar kosmetik untuk pembuatan krim pelembab.
”Disebut kopyor secara teori karena ada beberapa enzim yang membuat dinding selnya tidak lengket. Karena tidak lengket, dia remah dan kemudian bisa dipenyet halus. Tinggal diaduk jadi es krim,” katanya.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati mengapresiasi inovasi tersebut dan berharap penelitian itu bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
”Setelah hasil penelitian itu terwujud seperti ini, langkah berikutnya adalah bagaimana kelapa ini terhilirkan atau dimanfaatkan oleh industri untuk memenuhi kebutuhan penyuka kopyor. Kelapa kopyor tidak hanya untuk makanan, tapi juga untuk kosmetik,” kata Dimyati.
Ia menambahkan, UMP bisa membuat unit bisnis untuk mengembangkan kelapa kopyor. Alasannya, kebutuhan kelapa kopyor di Indonesia cukup besar. Salah satu contohnya, satu perusahaan es yang sudah punya 100 cabang di Indonesia butuh 1.000 kelapa kopyor per hari.
”Seribu kelapa kopyor itu perlu lahan 20 hektar. Itu artinya, potensi bisnis kelapa kopyor itu sangat menjanjikan. Itu baru dari satu perusahaan es, belum perusahaan lain, perusahaan makanan lain, belum lagi untuk kosmetik dan ekspor,” ujarnya.
Dimyati berharap penelitian ini bisa dikembangkan dan disinergikan dengan penelitian lembaga lain, misalnya dalam hal pengemasan kelapa kopyor. ”Ini perlu digabungkan dengan lembaga lain agar kopyor ini dikemas sedemikian rupa untuk ekspor. Yang lebih penting, institusinya perlu mengembangkan ke arah bisnis. Inti dari penelitian adalah menemukan inovasi. Tidak sekadar menemukan sesuatu, kemudian dipublikasi dan dipatenkan,” paparnya.
Secara terpisah, Rektor UMP Anjar Nugroho menyampaikan, pusat penelitian kelapa kopyor merupakan salah satu penelitian unggulan di UMP selain penelitian kanker dan sel punca (stem cell), pengembangan multimedia pembelajaran, dan pusat kajian halal (halal center).
Editor:
Cornelius Helmy Herlambang
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.