Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan dua fakta dalam insiden pembakaran Markas Polsek Tigi oleh massa di Kabupaten Deiyai, Papua, pada 21 Mei lalu.
Oleh
FABIO COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan dua fakta dalam insiden pembakaran Markas Polsek Tigi oleh massa di Kabupaten Deiyai, Papua, pada 21 Mei lalu. Dalam investigasi pada 24-25 Mei, Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua menemukan fakta adanya warga yang meninggal karena diduga ditembak dan pemerkosaan terhadap tiga perempuan, salah satunya masih berusia anak-anak.
Demikian disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey, di Jayapura, Minggu (26/5/2019). Frits mengatakan, dirinya secara langsung mengambil keterangan dari tiga korban pemerkosaan yang berumur 40 tahun, 20 tahun, dan 10 tahun di Enarotali, ibu kota Kabupaten Paniai. Para pelaku berjumlah 10 hingga 12 orang.
Kronologi kasus ini bermula ketika massa membakar dua rumah para korban. Sebelumnya, mereka juga membakar Markas Polsek Tigi (bukan Polsek Waigete seperti diberitakan sebelumnya). Para korban yang menyelamatkan diri ditangkap para pelaku kemudian diperkosa.
Pembakaran Markas Polsek Tigi bermula dari seorang warga bernama Melianus Dogopia yang memalak seorang sopir dan menyerang mobilnya di Jalan Poros Kampung Waigete II, sekitar pukul 17.00 WIT. Sekitar 15 menit kemudian, seorang anggota Polsek Tigi tiba di lokasi untuk menghentikan aksi Melianus. Namun, Melianus marah dan menyerang serta merusak kaca mobil patroli yang dikendarai anggota tersebut.
Melianus pun kembali ke rumahnya setelah melakukan aksi tersebut. Sekitar pukul 18.00 WIT, empat anggota Polsek Tigi pun tiba di rumah Melianus untuk menangkapnya. Melianus pun melawan dengan menggunakan busur panah. Salah satu anggota sempat melepaskan tembakan peringatan, tapi tak digubris pelaku. Untuk menyelamatkan diri, anggota Polsek Tigi pun terpaksa melepaskan tembakan ke arah paha Melianus.
Pihak keluarga pelaku tak terima dengan penangkapan tersebut. Sekitar 50 orang akhirnya menyerang dan membakar Kantor Polsek Tigi pada pukul 18.30 WIT. Mereka membakar dua unit mobil patroli, satu mobil warga, dan dua bangunan milik warga.
Frits mengatakan, Komnas HAM juga mengunjungi makam warga bernama Yulianus Mote yang meninggal dalam kericuhan di Waigete. Berdasarkan informasi sementara yang didapat pihak Komnas HAM, korban ditemukan sekitar 500 meter dari lokasi tempat pemalakan.
“Komnas HAM terkendala mendapatkan saksi yang melihat langsung korban saat tertembak. Kami telah mengambil keterangan dari lima anggota Polsek Tigi yang bertugas saat itu, tapi mereka mengaku hanya melepaskan tembakan ke Melianus, bukan Yulianus,” tutur Frits.
Ia menambahkan, Komnas HAM merekomendasikan agar Polda Papua bisa mengungkap kasus penembakan Yulianus secara transparan. Tujuannya untuk menegakkan hukum terhadap pelaku.
Sebenarnya, keterangan para korban dapat menjadi informasi bagi pihak kepolisian untuk menangkap para pelaku
“Kami pun meminta agar pihak kepolisian juga memproses hukum belasan pelaku yang terlibat dalam aksi pemerkosaan secara massal terhadap ketiga korban,” ujar Frits.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Papua Nur Aida Duwila menyampaikan keprihatinannya atas kasus yang menimpa ketiga korban. Ia pun berharap aparat kepolisian segera memproses kasus ini ke tingkat penyidikan secepatnya.
“Sebenarnya, keterangan para korban dapat menjadi informasi bagi pihak kepolisian untuk menangkap para pelaku. Kami akan berkoordinasi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polda Papua untuk memberikan pendampingan dari tenaga psikolog kepada para korban,” tutur Nur.
Kapolda Papua Brigadir Jenderal Rudolf Albert Rodja, saat dikonfirmasi, mengatakan, dirinya telah menerjunkan tim dari Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) serta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Papua untuk menyelidiki seluruh insiden tersebut. Sementara itu, situasi di Deiyai dilaporkan telah kembali kondusif seperti biasa.
“Polda Papua telah berkoordinasi dengan Komnas HAM untuk menyelidiki kasus ini. Kami akan mengungkap masalah ini dengan transparan dan sesuai prosedur. Hingga kini, kami baru menetapkan satu tersangka saja, yakni Melianus,” tutur Rudolf.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, tim Propam Polda Papua telah memeriksa empat anggota polisi yang menjemput Melianus di rumahnya. Pemeriksaan terkait prosedur penangkapan tersangka.
“Terkait kasus pemerkosaan ketiga warga, tim Direktorat Reserse Kriminal Polda Papua masih mengumpulkan keterangan saksi dan barang bukti di Deiyai,” katanya.