Tradisi di Hari Lebaran
Baju baru Alhamdulillah,
Tuk dipakai di hari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju yang lama
Penggalan lirik dari lagu ”Baju Baru” yang dinyanyikan oleh Dea Ananda ini sungguh tepat menggambarkan kebiasaan menyambut hari Lebaran. Berbagai kegiatan memang identik di bulan penuh berkah ini, mulai dari membeli bahan kebutuhan pokok berlimpah, baju lebaran, hingga buka bersama.
Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan lebih dari separuh responden membeli baju baru untuk menyambut Idul Fitri 1440 Hijriah tahun ini. Baju lebaran seakan menjadi barang wajib yang tiap tahun harus dibeli. Tak pelak menjelang Lebaran, pasar yang menjual busana muslim sudah mulai ramai dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Seperti yang diberitakan Kompas edisi 7 Mei 2019, pedagang Pasar Tasik di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, sudah mulai meraup kenaikan omzet sejak awal April lalu. Pedagang gamis yang biasanya mendapat omzet Rp 50 juta-Rp 100 juta per hari kini meraup keuntungan Rp 200 juta-Rp 300 juta per hari. Angka ini masih akan terus meningkat selama bulan puasa berlangsung.
Meningkatnya konsumsi menjelang Lebaran sejalan dengan pendapatan yang lebih besar, yakni adanya tunjangan hari raya (THR). Apalagi bagi aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, serta pensiunan juga akan diberikan gaji ke-13. Pemerintah memang berupaya menggenjot konsumsi masyarakat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Baca juga: Diskon 15 Persen Tarif Tol Saat Mudik
Harapannya belanja semakin meningkat dan berdampak positif bagi pertumbuhan konsumsi selama periode Ramadhan-hari raya Idul Fitri, terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah. Pemerintah menganggarkan Rp 40 triliun untuk THR dan gaji ke-13. THR dicairkan pada 24 Mei 2019. Anggaran ini lebih tinggi dibanding tahun 2018 yang sebesar Rp 35,76 triliun (Kompas, 9/5/2019).
Tidak hanya untuk belanja baju lebaran, anggaran untuk belanja makanan juga biasanya akan membengkak. Hal ini terutama terjadi bagi yang sudah berkeluarga. Pola pengeluaran rumah tangga yang berbeda dibanding bulan-bulan sebelumnya menjadi hal yang dimanfaatkan di tengah lesunya pertumbuhan ekonomi.
Terdapat 11,1 persen responden mengagendakan jadwal buka bersama dengan anak yatim piatu.
Hasil jajak pendapat menunjukkan lebih dari separuh responden berbelanja bahan kebutuhan pokok lebih banyak dari biasanya di bulan puasa kali ini. Hal ini tentu bukan fenomena baru, kontribusi penjualan pada masa Lebaran bisa mencapai 30 persen dari total penjualan dalam setahun.
Pelaku usaha akan meningkatkan penjualan di bulan ini sebelum nantinya akan kembali normal dan meningkat menjelang Natal dan Tahun Baru.
Harga bahan pokok juga cenderung naik diperkirakan hingga Lebaran yang akan jatuh pada bulan Juni nanti. Apabila pemerintah mampu merangsang peningkatan konsumi rumah tangga, produk domestik bruto diprediksi akan tumbuh 5,5 persen pada triwulan II-2019.
Buka bersama
Gaya hidup buka bersama atau bukber juga menjadi tradisi menarik sepanjang bulan Ramadhan. Menjaga tali silaturahmi dengan keluarga besar, teman lama, atau bisa juga berbagi dengan kaum duafa. Pilihannya bisa di pusat perbelanjaan, masjid, atau panti asuhan.
Sembari menunggu waktu berbuka, bisa diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Jenis aktivitasnya bermacam-macam, mulai dari yang mendapat pahala seperti membaca Al Quran. Bisa juga yang mampu mengalihkan perhatian dari rasa lapar, seperti menonton TV dan menyiapkan santapan untuk berbuka.
Hasil jajak pendapat menunjukkan jawaban responden cenderung berimbang pada saat menunggu jam berbuka, yakni membaca Al Quran, menonton TV, atau hiburan lainnya, dan menyiapkan makanan berbuka. Selebihnya, hanya sebagian kecil responden yang menjawab bekerja dan tidur.
Kegiatan seperti ini dikenal dengan istilah ngabuburit. Kata ini berasal dari bahasa Sunda, dengan asal kata burit yang berarti sore, senja, atau menjelang magrib.
Merencanakan acara buka bersama juga menjadi salah satu agenda wajib pada saat bulan Ramadhan. Bahkan, kegiatan ini tidak hanya untuk mereka yang menjalankan puasa saja. Acara bukber bisa sekaligus menjadi ajang melepas rindu dengan kawan lama atau sarana berbagi untuk mereka yang membutuhkan.
Seperti yang terekam dalam jajak pendapat, satu dari dua responden berencana melakukan buka bersama dengan keluarga besar. Bulan puasa memang menjadi alasan yang tepat untuk berkumpul. Jika biasanya mengumpulkan sanak saudara yang lengkap terbilang sulit, berbeda halnya saat puasa keluarga mudah dipersatukan dengan acara bukber.
Selain dengan keluarga, biasanya rentetan jadwal buka puasa bersama dengan teman sekolah, kuliah, ataupun komunitas juga telah diagendakan. Dalam hal ini, responden yang merencanakan berbuka dengan teman sekolah/kuliah dan komunitas relatif berimbang.
Pengusaha rumah makan pun menangkap tradisi orang Indonesia yang gemar berkumpul terutama saat bulan Ramadhan. Berbagai restoran menyediakan promo menarik untuk memikat konsumen, mulai dari takjil gratis hingga paket menarik untuk acara buka bersama.
Di sisi lain, terdapat 11,1 persen responden mengagendakan jadwal buka bersama dengan anak yatim piatu atau kaum duafa. Bulan Ramadhan memang menjadi bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Pada bulan suci ini, kita juga diajak untuk merajut persaudaraan terhadap mereka yang kurang beruntung.
Banyak pihak yang menyelenggarakan acara berbuka dengan anak yatim, mulai dari perusahaan, komunitas, atau kelompok pertemanan. Acaranya bisa dilakukan dengan mengunjungi panti asuhan langsung atau di tempat makan.
Bahkan di masa serba digital seperti sekarang ini, bila ingin turut menyumbang untuk berbuka puasa dengan anak yatim juga bisa melalui situs urun dana. Sejumlah organisasi atau yayasan menggalang dana secara digital untuk kegiatan buka bersama. Sasarannya tidak hanya anak yatim piatu, tetapi ada juga untuk masyarakat pedalaman, pesisir, dan pengungsi.
Pada akhirnya, bulan Ramadhan adalah momen tepat untuk merawat persaudaraan dan kebersamaan kita. Tidak hanya dengan sesama umat Islam, tetapi juga sesama bangsa Indonesia. Mari kita jadikan momentum ini untuk menebar kebaikan dan kedamaian antarsesama. (LITBANG KOMPAS)
Metode Jajak Pendapat
Pengumpulan pendapat melalui telepon ini diselenggarakan Litbang Kompas pada 8-9 Mei 2019. Sebanyak 542 responden berusia minimal 17 tahun berbasis rumah tangga dipilih secara acak bertingkat di 16 kota besar di Indonesia, yaitu Banda Aceh, Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Denpasar, Pontianak, Samarinda, Manado,Makassar, Ambon, dan Jayapura. Jumlah responden ditentukan secara proposional di tiap kota. Menggunakan metode ini pada tingkat kepercayaan 95 persen, nirpencuplikan +/- 4,2 persen. Meskipun demikian, kesalahan di luar pencuplikan dimungkinkan terjadi. Hasil jajak pendapat ini mencerminkan pendapat masyarakat sesuai karakterisitik responden di 16 kota.
Sumber: Litbang Kompas