Cerita Rakyat di Istana Negara
Masuk ke Istana Kepresidenan di Jakarta, apalagi berjabatan tangan dengan presiden, memang bukan segalanya. Namun tak bisa disangkal, kesempatan itu adalah sesuatu yang sangat langka. Dan bagi sebagian jelata, kesempatan itu patut diperjuangkan.
Open house pada Idul Fitri di Istana Kepresidenan sudah menjadi tradisi tahunan. Pada 2018, open house di gelar di Istana Kepresidenan di Bogor.
Tahun ini, Sekretariat Negara menggelar halal bihalal bersama Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (05/06/2019). Istana Negara biasanya digunakan presiden untuk melantik pejabat negara dan gubernur serta audiensi dengan berbagai kelompok masyarakat.
Kesempatan bersalaman dengan Presiden, pertama-tama dibuka untuk para pimpinan kementerian dan lembaga negara, serta tokoh-tokoh nasional lainnya, mulai pukul 09.00-10.00. Mulai pukul 10.00 sampai dengan 12.00, giliran masyarakat.
Sesuai alur yang ditentukan Sekretariat Negara, masyarakat pertama-tama harus datang ke pelataran komplek Monumen Nasional (monas) di seberang komplek Istana Kepresidenan guna mendapatkan kartu tanda masuk sekaligus melalui pemeriksaan keamanan oleh pasukan pengamanan presiden. Selanjutnya, secara bertahap masyarakat diangkut menggunakan bus ke kompleks Sekretariat Negara.
Setelah menunggu giliran di tenda besar di pelataran Sekretariat Negara, masyarakat diarahkan untuk antre menuju Istana Negara untuk bersalaman dengan Presiden. Pelataran Istana Negara dan pelataran Sekretariat Negara persis bersebelahan.
Berikutnya, masyarakat dipersilakan menikmati hidangan yang telah disiapkan di pelataran Sekretariat Negara. Dan terakhir, mereka mengambil souvenir berisi sembako yang telah disiapkan di lokasi yang sama.
Masyarakat sangat antusias dalam open house tersebut. Ada yang sudah datang di Monas sejak pukul 06.00. Ada pula yang langsung meluncur dari tempat sholat ied ke Monas. Mereka datang dari berbagai latar-belakang, miskin-kaya, muslim-nonmuslim, muda-tua, Jawa-luar Jawa, dan sebagainya. Jumlahnya mencapai ribuan orang.
”Setelah sholat ied, langsung ke rumah kakak, salaman. Lalu, langsung ke sini (istana). Sampai suami saja, saya tinggal di rumah. Bawa mobil, tancap 120 (kilometer per jam) di jalan tol,” kata Sriyati (53), perempuan yang beralamat di Cibubur, Kabupaten Bogor.
Sriyati datang bersama adik perempuan dan dua anak perempuannya. Ia mengaku tahu acara open house Istana Negara dari informasi di media sosial. Namun karena informasi yang diperoleh kurang lengkap, ia kebingungan untuk masuk ke Istana Negara.
Dengan demikian, meski telah berusaha datang pagi-pagi, ia tak kebagian kartu tanda masuk. Belakangan ia berhasil masuk ke komplek Sekretariat Negara, tapi sudah tidak sempat bersalaman dengan Presiden.
”Ingin ketemu (presiden). Perasaan lega sedikit karena sudah bisa datang ke sini. Tapi sedikit kecewa karena tak bisa bertemu. Tapi sangat maklum. Lagipula banyak yang nggak kebagian juga,” kata Sriyati.
Hal sama dialami Agustinus Kacaribu (39). Tunanetra yang tinggal bersama ibu dan saudaranya di Bekasi itu juga sangat antusias ingin bertemu dan bersalaman dengan Presiden.
Dia termasuk kelompok masyarakat yang mendapatkan kartu tanda masuk dan telah berada di pelataran Sekretariat Negara, tinggal menunggu giliran antre di pelataran Istana Negara. Namun tiba-tiba skenario berubah.
Sekretariat Negara menargetkan 3.000 orang dari masyarakat umum diterima masuk ke Istana Negara. Ini di luar pimpinan kementerian dan lembaga negara, tokoh-tokoh nasional, serta pegawai sekretariat negara, berikut keluarganya.
Namun waktu dua jam tak cukup mengakomodasi 3.000 orang. Maka sekitar pukul 11.30 atau setelah sekitar 40 persen masyarakat selesai bersalaman dengan Presiden, skenario diubah. Bukan masyarakat yang satu per satu antre mendatangi dan bersalaman dengan Presiden melainkan sebaliknya ; Presiden mendatangi masyarakat di dua lokasi tunggu, pelataran Sekretariat Negara dan pelataran Monas.
Untuk itu, pegawai protokol menghabiskan antrean di pelataran Istana Negara. Pada saat yang sama, antrean di pelataran Sekretariat Negara yang semestinya masuk ke pelataran Istana Negara, dihentikan. Pun tidak ada lagi bus-bus yang mengangkut masyarakat dari pelataran Monas ke komplek Sekretariat Negara.
Saat Presiden mendatangi tenda tempat masyarakat menunggu giliran di pelataran Sekretariat Negara, Agustinus tak sempat mendekat. Ia bahkan terdorong menjauh karena masyarakat berdesak-desakan ingin bersalaman dan berswafoto dengan Presiden.
Waskuri (53), warga yang juga tena netra punya kisah yang lebih beruntung. Dia sempat bersalaman dengan Presiden di tengah masyarakat yang berdesakan.
”Saya tadi mengucapkan minal aidzin. Dan semoga Pak Jokowi sehat terus memimpin negara ini. Dan harapan saya, semoga Pak Presiden tahu kalau saya orang susah, ya barangkali bisa bantu,” kata Waskuri.
Waskuri datang bersama isterinya yang tuna netra dan anak laki-lakinya yang duduk di kelas 5 sekolah dasar. Tiga kerabatnya yang semuanya tuna netra juga ikut bersamanya. Dari rumah di Tambun Utara, Jakarta Timur, Waskuri bersama keluarganya berangkat ke Istana Negara naik taksi on-line.
Tampak pula di antara masyarakat yang berdesakan ingin bersalaman dengan Presiden adalah seorang biarawati Katolik usia lanjut. Ia setia menunggu di bawah terik matahari.
Tak jauh dari dia, satu keluarga kompak mengenakan busana kaftan warna biru laut. Dari penampilannya, keluarga ini bisa disebut dari kelompok berada.
Sementara itu, di pelataran Monas, Presiden sempat berbicara kepada masyarakat yang tak kebagian ke Istana Negara melalui pelantang suara. Ia meminta maaf karena tidak sembat bersalaman satu per satu dengan mereka.
”Pertama tama saya ingin mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin. Minal aidzin walfaidzin. Saya mohon maaf karena yang di istana yang ngantri lebih banyak. Di sini jauh lebih banyak, sehingga saya lebih baik datang ke sini,” kata Presiden.
Presiden juga mengucapkan terimakasih atas antusiasme masyarakat. ”Saya ingin ucapkan trima kasih yang sebesar-besarnya pada bapak-ibu yang sudah rela berada di sini. Dan sekali lagi mohon maaf, saya tidak bisa datang satu persatu,” kata Presiden.