Dulu, dompet ketinggalan di rumah bisa membuat aktivitas seharian bisa kacau. Penyebabnya, tidak ada uang yang bisa digunakan baik untuk makan, menumpang kendaraan umum, atau kebutuhan lainnya. Tapi kini, seiring dengan perkembangan zaman, uang pun bertransformasi menjadi uang elektronik. Dompet ketinggalan, siapa takut!
Senin (20/5/2019) pagi, Anastasia (27) tiba di Stasiun Rawabuntu, Tangerang Selatan, dengan menumpang ojek daring. Setibanya di stasiun, dia langsung melepas helm lalu memberikannya ke sopir ojek lalu meninggalkannya dengan ucapan terima kasih. Anastasia tidak mengeluarkan uang dari dompetnya karena sudah membayarnya menggunakan saldo uang elektronik.
Saat hendak masuk stasiun, Anastasia menggunakan kartu uang elektronik sebuah bank BUMN agar bisa mengakses pintu elektronik stasiun. Kartu uang elektronik itu dikalungkannya di leher bersama dengan kartu identitas perusahaan tempatnya bekerja.
Tak lama kereta dengan tujuan akhir Stasiun Tanah Abang tiba lalu Anastasia ikut menumpang di dalamnya. Pagi itu karyawan swasta perusahaan media itu hendak pergi ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jalan Medan Merdeka Selatan.
Setibanya di Stasiun Tanah Abang, Anastasia kembali memesan ojek daring. Seperti halnya saat tiba di stasiun Rawabuntu, Anastasia sudah membayar ojek daring itu dengan saldo uang elektronik sehingga Anastasia tak perlu mengeluarkan uang dari dompetnya.
Saat tiba makan siang, Anastasia memesan makanan dari jasa ojek daring. Siang itu, Anastasia memesan Ayam Goreng dari sebuah gerai makanan. Setelah makanan tiba, lagi-lagi Anastasia tak perlu mengeluarkan uang dari dompetnya karena pembayaran sudah dilakukan menggunakan saldo uang elektroniknya.
Setelah seharian bekerja, Anastasia kembali pulang. Ia kembali menumpang kereta menuju stasiun Tanah Abang dan turun di Stasiun Rawabuntu. Lalu dia kembali memasan ojek daring untuk mengantarkannya pulang.
Saat tiba di kamarnya, baru Anastasia tersadar bahwa dompetnya tertinggal di rumah. Namun, hal itu tidak disadarinya, karena sepanjang hari dia belum berkepentingan untuk mengambil uang ataupun sesuatu dari dompetnya.
“Ternyata sehari tanpa mengeluarkan dompet bisa saja ya. Soalnya bayar semuanya pakai uang elektronik,” ujarnya terkekeh.
Dina (37), punya cerita lain soal uang elektronik. Dia sengaja mengunduh aplikasi dan menaruh sejumlah uang di saldo uang elektronik, semata untuk mencari potongan harga yang kerap diterapkan toko-toko.
“Selain ringkas tidak perlu ribet keluarkan uang dari dompet, membayar menggunakan uang elektronik juga kerap mendapatkan potongan harga,” ujar Dina.
Potongan harga yang diberikan beragam, mulai dari 10 persen hingga 50 persen. Adapun potongan harga itu diberikan mulai dari gerai makanan ringan, restoran, sampai toko busana.
Cashless Society
Peneliti Desk Ekonomi Digital dan Inovasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan, fenomena masyarakat yang tidak lagi membawa dan bertransaksi dengan uang secara fisik adalah perwujudan dari masyarakat tanpa uang kas (cashless society).
Ia menjelaskan, masyarakat masih membutuhkan uang untuk bertransaksi. Namun wujudnya sudah berubah, tidak melulu hanya uang fisik, tetapi juga uang elektronik bisa digunakan sebagai alat pembayaran.
“Perilaku cashless society memang menjadi tren hidup saat ini. Terlebih pada generasi milenial,” ujar Nailul.
Kepraktisan dan potongan harga, lanjut Nailul, menjadi insentif bagi masyarakat, khususnya generasi milenial, untuk terdorong menjadi cashless society. Selain itu, Nailul mengatakan, cashless society sudah menjadi hal yang umum di luar negeri seperti di China dan Singapura misalnya. Hal ini yang ingin ditiru masyarakat Indonesia.
Perkembangan teknologi finansial (tekfin) yang semakin pesat beberapa tahun terakhir juga mendorong masyarakat untuk mengubah cara berbelanja dan bertransaksinya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Ajisatria Suleiman menjelaskan, ada beberapa jenis aplikasi tekfin yang ada di masyarakat saat ini. Jenis-jenis itu antara lain aplikasi tekfin untuk pembayaran (payment), uang elektronik, pinjaman antar pihak (peer to peer lending), asuransi, manajemen kemakmuran (wealth management), analisa data pasar (market provisioning), dan pengumpulan dana bersama (crowd funding equity), dan lain-lain.
Jenis aplikasi tekfin yang digunakan Anastasia dan Dina adalah aplikasi tekfin berjenis pembayaran dan uang elektronik. Adapun yang termasuk aplikasi tekfin jenis pembayaran yang telah beredar di masyarakat antara lain Doku dan Kartuku. Sedangkan aplikasi tekfin yang termasuk uang elektronik yang sudah beredar di masyarakat antara lain Go Pay dan Ovo.
Berdasarkan data Bank Indonesia, seperti dikutip Aftech, sampai dengan Maret 2019, jumlah instrument uang elektronik yang beredar masyarakat mencapai 173,8 juta. Adapun total nilai transaksi uang elektronik sejak 2017 hingga Januari 2019 mencapai Rp 47,1 triliun. Sedangkan volume transaksi uang elektronik mencapai 3,19 miliar kali.
“Perkembangan tekfin mendorong adopsi uang elektronik di Indonesia sangat berkembang pesat,” ujar Ajisatria.
Manfaat luas
Nailul mengatakan, perkembangan tekfin dan cashless society sangat baik karena meningkatkan efisiensi di bidang ekonomi. Warga dan pelaku ekonomi bisa menghemat waktu dan biaya.
Pakar ekonomi digital Don Tapscott dalam bukunya yang berjudu The Digital Economy (2015), mengatakan, perkembangan teknologi digital mesti memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat. Hal-hal yang dulu tidak memungkinkan kini bisa dijembatani oleh perkembangan teknologi.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, inovasi keuangan digital terus diantisipasi. Perkembangan tekfin ini diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat.
“Akses keuangan menjadi lebih mudah dengan aplikasi tekfin,” ujar Wimboh.