Saat warga di Indonesia mulai memasuki masa libur Lebaran pada 3 Juni lalu, berlangsung ”kemeriahan” di London, Inggris. Presiden Amerika Serikat Donald Trump melakukan kunjungan kenegaraan dan disambut oleh Ratu Elizabeth II di Istana Buckingham. Ada jamuan makan pribadi yang diadakan Ratu untuk Trump. Pada malam harinya, berlangsung pula jamuan makan malam kenegaraan yang mewah.
Trump, dalam jamuan makan malam itu, memuji Ratu Elizabeth II sebagai wanita hebat. Menurut dia, saat menghormati kemenangan dan warisan bersama Inggris dan AS, kedua negara sesungguhnya menegaskan nilai-nilai bersama yang akan terus menyatukan mereka.
Ratu Elizabeth II ikut mengingatkan betapa erat hubungan AS dan Inggris. Kedua negara membangun lembaga- lembaga internasional pasca-Perang Dunia II yang diperuntukkan bagi negara-negara di dunia untuk bekerja bersama menjaga perdamaian yang telah diraih dengan susah payah. Menurut Ratu Inggris, kedua negara juga dipersatukan keamanan dan warisan bersama serta hubungan budaya dan ikatan ekonomi yang kuat.
Pada malam harinya, berlangsung pula jamuan makan malam kenegaraan yang mewah.
Saat Perang Dunia II, AS dan Inggris memang bahu- membahu. Para pemenang perang kemudian mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam lembaga ini, Inggris bersama AS menjadi anggota tetap Dewan Keamanan. Selain mereka, anggota tetap Dewan Keamanan PBB adalah Perancis, China, serta Rusia.
Di era Perang Dingin, Inggris dan negara Eropa barat lainnya bersama AS juga bahu-membahu menghadapi Uni Soviet. Mereka lebih kurangnya mengklaim membela nilai-nilai yang sama: demokrasi, kebebasan, serta ekonomi pasar bebas.
Sekarang situasi tampaknya agak berubah. Uni Eropa menghadapi Brexit, yakni keluarnya Inggris dari organisasi regional itu, sementara Trump tegas berdiri di belakang kekuatan pro-Brexit. Politisi Partai Konservatif Inggris, seperti Boris Johnson yang selama ini mendukung keras Brexit, mendapat apresiasi dari Trump.
Mereka lebih kurangnya mengklaim membela nilai-nilai yang sama: demokrasi, kebebasan, serta ekonomi pasar bebas.
Bahkan, Trump terang-terangan meminta Inggris memilih Brexit tanpa kesepakatan (no deal) jika tidak menyukai tawaran yang diajukan oleh UE. ”Ya, saya akan tinggalkan begitu saja. Jika Anda tidak mendapatkan kesepakatan yang Anda inginkan, jika Anda tidak mendapatkan kesepakatan yang adil, Anda pergi saja,” kata Trump kepada Sunday Times sebelum kunjungan kenegaraannya ke Inggris.
Dukungan Trump terhadap Brexit merupakan buah dari ”ketidaksukaannya” terhadap UE. Dalam The Wall Street Journal edisi 3 Juni 2019, Walter Russell Mead menulis, entitas multinasional, seperti UE, dilihat lebih lemah daripada pemerintahan negara-bangsa sehingga secara umum justru merongrong aliansi Barat.
Dalam pandangan ini, kerja sama antarnegara memang sesuatu yang baik, tetapi melembagakannya secara berlebihan adalah kesalahan. Birokrasi rumit dan pengambilan keputusan yang panjang membuat kebijakan tumpul.
Selain itu, menurut Russel, UE tidak disukai karena terkait dengan masalah perdagangan. Perdagangan efektif yang dilakukan oleh UE dilihat sebagai instrumen yang malah bertujuan membatasi kekuatan AS.