National Central Bureau–Interpol Indonesia yang dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan siap membantu jika Komisi Pemberantasan Korupsi meminta bantuan dalam upaya memulangkan dua tersangka korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang tengah bermukim di Singapura. Meski perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura belum efektif, tetapi pemulangan dapat tetap diupayakan melalui itikad baik Singapura.
Oleh
Sharon Patricia/Satrio Pangarso Wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – National Central Bureau–Interpol Indonesia yang dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan siap membantu jika Komisi Pemberantasan Korupsi meminta bantuan untuk memulangkan dua tersangka korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang tengah bermukim di Singapura. Meski perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura belum efektif, tetapi pemulangan dapat tetap diupayakan melalui itikad baik Singapura.
Kedua tersangka dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu adalah pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), yaitu Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Kerugian negara atas kasus korupsi ini mencapai Rp 4,58 triliun.
“Saya menunggu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta untuk diterbitkan red notice. Kalau nanti sudah ada permintaan, KPK juga akan diminta melakukan gelar perkara terlebih dahulu sebelum kami menyurati Interpol Pusat di Lyon, Perancis untuk meminta diterbitkan red notice,” kata Sekretaris National Central Bureau (NCB)–Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte saat ditemui di Jakata, Rabu (12/6/2019).
Napoleon menjelaskan, red notice atau surat pemberitahuan diterbitkan untuk mencari, menangkap, dan menahan tersangka, terdakwa, atau terpidana kasus pidana untuk diserahkan kepada negara yang meminta. Red notice dikeluarkan oleh Interpol Pusat, kemudian diumumkan kepada seluruh negara anggota Interpol yang berjumlah 194 negara termasuk Indonesia.
“Jika memang benar dan sudah terbukti bahwa para tersangka berada di Singapura, maka dengan adanya red notice, Indonesia dapat lebih menekan walaupun tetap tidak dapat memaksa dan mengintervensi kedaulatan negara tersebut,” tuturnya.
Artinya, NCB–Interpol Indonesia akan mempertanyakan dahulu kepada Interpol Singapura mengenai kebenaran keberadaan para tersangka. Begitu juga antarkedua center authority atau otoritas pusat, yaitu antara Indonesia yang diwakili Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Singapura yang diwakili Attorney General\'s Chambers atau Kejaksaan Agung.
“Meski benar ada di Singapura, tetapi kita tidak dapat bersurat untuk meminta tersangka diekstradisi karena tidak ada perjanjian ekstradisi itu. Jadi kembali pada itikad baik, keputusan politik Singapura kepada Indonesia karena ekstradisi hubungannya adalah antarnegara,” kata Napoleon.
Namun, ada cara lain untuk memulangkan Sjamsul dan Itjih ke Indonesia, yaitu melalui kerja sama antarpolisi, Kepala Polisi Indonesia akan meminta langsung kepada Kepala Polisi Singapura. Menurut Napoleon, cara ini lebih sederhana dibandingkan ekstradisi.
“Kalau antarpolisi, kami punya namanya perjanjian kerja sama polisi dalam rangka memerangi kejahatan internasional. Namun, kembali lagi bahwa itu tidak menjadi wajib hukumnya untuk dilaksanakan, tergantung kepada itikad baik Singapura,” ujarnya.
Dalam kerja sama antarpolisi pun, kata Napoleon, kepolisian Singapura merupakan bagian dari sistem politik Singapura. Dengan begitu, kepentingan yang dibawa polisi tidak semata-mata melawan penjahat, tetapi ada keputusan dari pemerintah yang akan menentukan langkah polisi.
Upaya terakhir yang dapat dilakukan untuk memulangkan Sjamsul dan Itjih adalah kerja sama antarpenegak hukum. “Melalui cara ini, tersangka akan ditangkap di wilayah internasional, yaitu di bandara internasional. Namun, kita harus menunggu tersangka keluar dari negara tempatnya bermukim saat ini,” kata Napoleon.
Secara terpisah, Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan akan segera meminta bantuan kepada NCB–Interpol Indonesia untuk memulangkan kedua tersangka kasus korupsi BLBI. Dia pun berharap agar kasus ini tuntas sebelum waktu pergantian pimpinan KPK, yaitu pada Desember 2019.
“Kami selalu memanfaatkan jaringan dari luar, ya, terutama beliau (Sjamsul dan Itjih) kalau tidak salah kan sangat sering tinggal di Singapura. Oleh karena itu akan kami dorong penyelesaiannya agar tidak menjadi beban pimpinan yang akan datang,” kata Agus.
Tidak dibatasi waktu
Ketika nantinya KPK meminta bantuan kepada NCB–Interpol Indonesia untuk memulangkan Sjamsul dan Itjih, maka red notice yang diterbitkan tidak memiliki masa kadaluarsa. Pencarian akan terus dilakukan.
“Waktu pencarian tidak terbatas selama red notice berlaku dan sebenarnya memang tidak ada masa habis berlakunya. Red notice akan habis masa berlakunya apabila dicabut oleh negara yang meminta,” kata Napoleon.
Red notice tidak akan berlaku lagi apabila negara peminta meminta untuk dicabut dan dibatalkan. Namun, dalam kasus ini tetap harus berdasarkan permintaan penyidik, yaitu KPK. Selain itu, red notice tidak berlaku lagi ketika tersangka sudah ditangkap atau meninggal dunia.