Dampak banjir rob di pesisir utara Pekalongan, Jawa Tengah, tiga tahun terakhir semakin parah dengan areal terdampak yang terus meluas. Selain menghambat aksesibilitas dan aktivitas, rob juga menyebabkan sebagian warga terpaksa kehilangan mata pencaharian.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
PEKALONGAN, KOMPAS – Dampak banjir akibat limpasan air laut atau rob di pesisir utara Pekalongan, Jawa Tengah, tiga tahun terakhir semakin parah. Selain menghambat aksesibilitas dan aktivitas, rob juga menyebabkan sebagian warga kehilangan mata pencaharian.
Wali Kota Pekalongan, M Saelany Machfudz mengatakan, hingga kini, luas areal terdampak rob telah mencapai 13,5 kilometer persegi atau sekitar 30 persen dari luas keseluruhan Kota Pekalongan 45 kilometer persegi. Sejak 11 tahun lalu, rob semakin mengancam kehidupan masyarakat pesisir. Ketinggian rob di setiap daerah beragam mulai dari 5 sentimeter hingga 50 sentimeter.
“Dampak rob ini luar biasa, merendam permukiman dan menghambat aksesibilitas masyarakat. Dalam tiga tahun terakhir, keadaannya semakin parah,” ucap Saelany saat ditemui di Jalan KH Samanhudi, Kelurahan Pasirsari, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, Rabu (12/6/2019).
Berdasarkan pantauan Kompas Rabu sore, sejumlah rumah di Kecamatan Pekalongan Utara serta Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan dan Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan terendam rob. Warga mengaku sangat dirugikan dengan rob yang sudah bertahun-tahun merendam permukiman dan akses jalan. Selain menghambat aksesibilitas, sebagian di antara mereka juga harus kehilangan mata pencaharian.
Widodo (63), warga Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara misalnya, sudah sekitar tiga tahun belakangan banting setir menjadi buruh di tambak bandeng. Sebelumnya, Widodo bekerja sebagai buruh tani. Namun, karena sawah yang biasa digarap terendam rob, pemilik sawah mengubahnya menjadi tambak bandeng.
Ketinggian rob di sekitar rumah Widodo, saat kondisi biasa berkisar 5-10 sentimeter (cm). Namun, saat air laut sedang pasang, ketinggiannya bisa mencapai 50 cm.
Widodo dan beberapa tetangganya juga terpaksa sering merogoh kocek ekstra untuk merenovasi rumah demi mengantisipasi limpasan rob. Mulai dari meninggikan pintu rumah, meninggikan jalanan di depan rumah, hingga membuat tanggul di depan rumah.
“Yang punya uang ya renovasi terus, meninggikan rumah terus. Kalau yang tidak punya uang ya hanya bisa pasrah. Usaha minimal mereka biasanya menguruk rumah dengan batu-batu kecil,” kata Joko.
Yang punya uang ya renovasi terus, meninggikan rumah terus. Kalau yang tidak punya uang ya hanya bisa pasrah. Usaha minimal mereka biasanya menguruk rumah dengan batu-batu kecil.
Kondisi serupa dialami Sri Wahyuni (43) warga Desa Dampyak, Karangjompo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan. Saat rob sedang naik, Sri dan tetangganya harus mengungsikan kendaraan mereka ke pinggir jalan pantura. Sebab, air rob berpotensi merusak kendaraan.
“Kalau rob sudah mulai naik, biasanya semua kendaraan kami ungsikan ke pinggir jalan Pantura. Sudah beberapa kali mesin kendaraan mati karena terendam air rob. Tak sedikit pula kendaraan kami yang berkarat karena air rob,” tutur Sri.
Terkait penanggulangan rob, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah saat ini tengah menunggu penyelesaian pembangunan tanggul raksasa dengan total panjang sekitar 7,26 km. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo berharap, pembangunan tanggul raksasa bisa menjadi solusi jangka panjang mengatasi banjir dan rob di Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.
“Secara bertahap, kami mulai mengatasi permasalahan rob di beberapa daerah pesisir utara Jawa Tengah ini. Salah satu yang menjadi solusi jangka panjang ya pembuatan tanggul ini,” kata Ganjar.
Menurut data Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juwana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), rata-rata progres fisik pembangunan tanggul raksasa di seluruh seksi per 12 Juni 2019 mencapai lebih dari 45 persen. Pada Seksi I, progres fisiknya mencapai 56,46 persen. Sementara itu progres pembangunan fisik Seksi II dan Seksi III masing-masing 45,69 persen dan 84,25 persen. Proyek pembangunan tanggul raksasa ini ditargetkan selesai akhir 2019.
Secara bertahap, kami mulai mengatasi permasalahan rob di beberapa daerah pesisir utara Jawa Tengah ini. Salah satu yang menjadi solusi jangka panjang ya pembuatan tanggul ini.
Menurut Ganjar, pemerintah juga memerlukan dukungan dari masyarakat untuk mengatasi masalah rob. Cara paling sederhana dengan tidak membuang sampah sembarangan dan rajin membersihkan saluran air dari sampah yang bisa menghambat aliran keluar air rob.
Selain karena saluran air yang tersumbat sampah, di beberapa titik, air laut tetap menggenangi sekitar permukiman karena ketinggiannya lebih rendah daripada sungai dan laut. Beberapa wilayah di Kota Pekalongan tercatat mengalami laju amblesan muka tanah hingga 20 cm per tahun.
Menurut Ganjar, penurunan muka tanah di daerah Pekalongan terjadi karena beberapa hal seperti, sampah, rusaknya hutan mangrove yang mampu menahan air laut, dan ketidakdisiplinan tata ruang kota. Dia mengatakan, skenario terakhir untuk mengatasi permasalahan permukiman yang terendam rob yakni relokasi.
“Tingkatan paling parah adalah relokasi. Jika terus memaksakan diri tinggal di lingkungan seperti ini mereka akan terus tenggelam. Tidak mungkin juga terus-terusan meninggikan jalan dan rumah yang membutuhkan biaya banyak,” katanya.
Ganjar menambahkan, relokasi dapat dilakukan ke luar kota maupun luar pulau melalui program transmigrasi. Hal itu tergantung pada kemauan dan kemampuan masyarakat.