Waduk Pluit Sulit Bersih
Masih tercampurnya aliran limbah domestik dan saluran drainase membuat Waduk Pluit sulit bersih. Apalagi, ada permukiman yang tumbuh di atas endapan sampah tepi kali.
JAKARTA, KOMPAS Sedimentasi lumpur bercampur sampah mengotori Waduk Pluit, Jakarta Utara. Timbunan sampah berasal dari dua aliran kali, salah satunya melewati permukiman kumuh di dekat waduk. Pengerukan lumpur terus dilakukan untuk meningkatkan daya tampung waduk.
Berbagai jenis sampah dan eceng gondok terlihat mengambang di Waduk Pluit, Rabu (12/6/2019). Lima ekskavator berjenis amfibi sibuk mengaduk lumpur di dalam area waduk itu. Aroma busuk sangat terasa menusuk hidung dan menguar hingga radius ratusan meter jika ada tiupan angin. Adapun proses pengerukan waduk diperkirakan selesai pada Oktober mendatang.
”Lumpur bercampur sampah ini sudah mengendap puluhan tahun. Saat diaduk, otomatis mengeluarkan bau. Apalagi, sekarang musim kemarau, jadi air waduk berkurang. Ada \'lumpur mati\' yang ikut mengambang,” ujar Asman, operator alat berat Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Badan Air Jakarta Utara.
Setiap hari, lebih 1 ton sampah diangkut dari Waduk Pluit. Sampah itu, selain berasal dari dasar waduk yang mengambang karena pengerukan sedimen lumpur, juga berasal dari aliran sungai yang bermuara ke Waduk Pluit.
Salah satu sungai yang mengalir ke Waduk Pluit adalah Kali Gendong di wilayah RW 017, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Di kali itu, berbagai jenis sampah, baik plastik maupun organik, tampak memenuhi sebagian besar aliran Kali Gendong yang memiliki lebar sekitar 3 meter.
Kepala Seksi Humas RW 017 Arifin Maka mengatakan, sampah dibiarkan menumpuk dan tak diangkut sejak tiga tahun lalu. Akibatnya, saat musim hujan, sampah terbawa arus dan masuk ke Waduk Pluit.
”Ini mendesak dibersihkan karena bisa menimbulkan demam berdarah bagi warga kami dan memicu banjir karena kalinya sudah dangkal. Warga yang terdampak ada lima RT. Panjang kali ini sekitar 1 kilometer,” ujarnya.
Rumah di atas sampah
Dihubungi terpisah, Kepala UPK Badan Air Jakarta Utara Lambas Sigalingging menuturkan, pembersihan sampah di Kali Gendong bisa dilakukan, tetapi akan merobohkan rumah-rumah warga yang dibangun ilegal di pinggiran kali.
”Setahu saya, itu semua permukiman liar. Bangunan (rumah) ada di atas sampah. Jadi, kalau sampah saya tarik, itu bangunan roboh, siapa yang tanggung jawab? Jadi, ini bukan hanya masalah sampah, melainkan juga penertiban bangunan di atas kali,” ujar Lambas.
Menurut Lambas, rumah-rumah di pinggiran Kali Gendong itu seharusnya masuk kawasan Waduk Pluit. Namun, dia tak pernah tahu mengapa bangunan diperbolehkan dibangun di sana sehingga malah menimbulkan masalah baru.
”Jadi, bukan kami tak mau kerjakan, melainkan kami tak ada akses. Bagaimana aksesnya supaya pemerintah kota bisa menggunakan kewenangannya untuk menertibkan bangunan di atas kali itu. Dengan begitu, (UPK) Badan Air bisa lebih mudah membersihkan sampah,” tutur Lambas.
Selain Kali Gendong, Lambas menyebut, ada satu aliran kali lain yang ikut menyumbang sampah ke Waduk Pluit, yaitu Kali Pakin. Di ujung saluran Kali Pakin menuju Waduk Pluit sudah dipasang saringan sampah, tetapi sampah tetap meluber ke waduk ketika curah air hujan tinggi.
”Saringan itu punya keterbatasan. Jadi, kalau airnya sudah meluber, sampah ikut naik,” kata Lambas. Kepala Seksi Pemeliharaan Sistem aliran Tengah Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Ika Agustin Ningrum mengatakan, sistem waduk belum memisahkan antara limbah domestik dan saluran drainase. Semua masih tercampur sehingga semua sampah masuk waduk.
Ika menjelaskan, pihaknya berusaha mengeruk sedimentasi lumpur bercampur sampah. Pengerukan dilakukan di sepertiga bagian Waduk Pluit seluas 80 hektar itu. ”Sampah kalau sudah tercampur sedimen menjadi solid waste (limbah padat). Ya, sudah tugas kami untuk mengangkat. Ini juga sebagai persiapan musim hujan.”
Ika mengatakan, pengerukan ditargetkan rampung akhir Juli atau Agustus. Kalau lumpur masih banyak, pengerukan diperpanjang sampai Oktober.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menyampaikan, pengerukan telah dilakukan sejak April lalu. Pengerukan dilakukan sekarang selagi volume air sedang tidak tinggi.
Situ di Tangsel
Di Kota Tangerang Selatan, pemda mengusulkan penataan dan pengerukan empat situ kepada pemerintah pusat. Pengerukan sedang berjalan di Situ Pamulang, Situ Tujuh Muara, Situ Pondok Jagung. Sementara penataan diusulkan untuk Situ Pondok Jagung.
”Kewenangan (pengelolaan situ) ada di pemerintah pusat. Sementara pencatatan aset (situ) ada di provinsi (Provinsi Banten),” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Selatan Aries Kurniawan. Tangerang Selatan seharusnya punya sembilan situ. Namun, banyak situ beralih fungsi. (BOW/VAN/PIN)