Sekitar 10.000 warga di Sulawesi Tenggara masih terdampak banjir, sebagian di antaranya terisolasi. Banjir di Samarinda, Kalimantan Timur, memukul sektor ekonomi.
KENDARI, KOMPAS Bencana banjir yang melanda Sulawesi Tenggara dalam beberapa hari terakhir masih mengancam ribuan keluarga. Ketinggian air di beberapa wilayah menyebabkan akses transportasi terputus dan sejumlah daerah terisolasi.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Tenggara, korban terdampak banjir sekitar 10.000 keluarga di Kabupaten Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur. ”Sebagian besar korban terdampak banjir kini berada di pengungsian,” kata Boy Ihwansyah, Kepala BPBD Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (13/6/2019), di Kendari.
Lebih dari sepekan banjir melanda sejumlah kabupaten di Sultra, ketinggian air tidak juga surut, malah bertambah tinggi. Hujan dengan intensitas tinggi terus terjadi, baik di hulu sungai maupun di perkotaan. Gubernur Sultra Ali Mazi dalam rapat koordinasi dengan sejumlah instansi meminta semua pihak terlibat untuk membantu warga yang terdampak.
Sebagian warga baru mendapatkan bantuan Kamis sore. Kasmawati (38), warga Desa Laosu Jaya, berjalan sejauh 3 kilometer untuk mendapatkan bantuan makanan. Ia melintasi jalan yang terendam banjir setinggi hingga 1,5 meter. ”Saya sekeluarga delapan orang. Seminggu banjir baru hari ini ada bantuan. Kami bertahan di loteng rumah dengan makanan seadanya,” katanya.
Dampak ekonomi
Banjir yang melanda sejumlah ruas jalan utama di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, sejak 5 Juni, membuat aktivitas ekonomi terhambat. Pusat perbelanjaan dan hotel yang dikepung banjir mengalami penurunan pendapatan. Distribusi barang juga terhambat.
Ketinggian air di sejumlah lokasi mencapai 70 sentimeter. ”Banjir membuat distribusi bahan makanan ke toko-toko tidak bisa cepat. Namun, itu tidak membuat kenaikan harga bahan pokok karena wilayah terdampak banjir bukan tempat produksi,” ujar Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Kaltim Fuad Asadin.
Di kompleks Mal Lembuswana, hanya 20 dari 100 toko yang beroperasi. Jumlah kunjungan menurun hingga 90 persen. ”Pada hari biasa, pengunjung mal berkisar 15.000-20.000 orang. Selama banjir, jumlah kunjungan hanya sekitar 2.000 orang,” kata Manajer Pemasaran dan Promosi Mal Lembuswana Deny Tombatu.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kaltim Zulkifli mengatakan, lima hotel terdampak banjir Samarinda. Pemerintah Kota Samarinda pun memutuskan tanggap darurat tujuh hari sejak 8 Juni. Pemkot menyediakan dana tanggap darurat Rp 3 miliar.
Di Maluku, Jembatan Waikaka yang rusak diterjang aliran Sungai Waitala yang deras telah menyebabkan terganggunya distribusi logistik dan mobilitas warga di Pulau Seram. Perbaikan menunggu berkurangnya debit air di bawah jembatan tersebut.
Wakil Kepala Polres Seram Bagian Barat Komisaris Akmil Djapa mengatakan, tim dari Balai Jalan dan Jembatan Wilayah Maluku menyiapkan peralatan untuk perbaikan jembatan yang putus sejak pekan lalu itu. (JAL/CIP/FRN)