Dampak sebuah konflik baru di Timur Tengah tidak bisa ditanggung dunia. Kawasan tersebut penting untuk stabilitas dan keamanan global.
TEHERAN, JUMAT— Amerika Serikat dan Iran kembali menegaskan tidak ingin berperang. Komunitas internasional juga meminta mereka menahan diri secara optimum.
”Kami tak punya kepentingan terlibat dalam konflik baru di Timur Tengah. Kami akan mempertahankan kepentingan kami, tetapi perang dengan Iran bukan kepentingan strategis kami ataupun komunitas internasional,” demikian pernyataan Komando Tengah AS, satuan penanggung jawab operasi militer AS di Timur Tengah, Kamis (13/6/2019) malam waktu Uni Emirat Arab (UEA) atau Jumat dini hari WIB.
Pernyataan disampaikan setelah dua tanker yang dioperasikan perusahaan di UEA, Front Altair, dan Jepang, Kokuka Courageous, diserang di Selat Hormuz, Kamis dini hari. Insiden itu dikhawatirkan bisa memicu konflik militer terbuka antara AS dan Iran yang sebelumnya sudah bersitegang.
Ketegangan itu menyusul keputusan AS pada Mei 2018 keluar dari kesepakatan nuklir (JCPOA) yang ditandatangani bersama Iran, Inggris, Perancis, Rusia, China, dan Jerman pada 2015. Setelah keluar dari JCPOA, AS kembali memberlakukan sanksi dengan tujuan menutup sepenuhnya keran ekspor minyak Iran, sumber utama pendapatan Teheran.
April 2019, setelah sanksi semakin berdampak, Garda Revolusi Iran (IRGC) menyatakan akan menutup total Selat Hormuz bagi seluruh pelayaran pengangkutan minyak bumi dari Timur Tengah jika Iran tidak bisa mengekspor minyak. Ancaman itu dibalas AS dengan mengerahkan gugus tempur yang terdiri dari kapal induk, kapal pendarat amfibi, puluhan pesawat tempur, dan pesawat pengebom. Mesin perang itu diletakkan di pangkalan-pangkalan AS di sekeliling Iran.
”Iran tidak akan pernah memulai perang, tetapi akan membalas keras setiap agresi,” kata Presiden Iran Hassan Rouhani.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres mengecam penyerangan tanker, Kamis. ”Saya sangat mengecam serangan apa pun terhadap kapal sipil. Fakta harus diungkap dan pihak yang bertanggung jawab harus diklarifikasi,” ujarnya seraya mengingatkan dunia tidak bisa menanggung dampak konflik baru di Timur Tengah.
Keamanan energi
”Timur Tengah adalah area pokok dalam keamanan energi global. Kami ingin berbincang dengan menteri-menteri lain tentang keprihatinan kami soal keamanan global dan ancaman- ancamannya,” kata Menteri Perindustrian Jepang Hiroshige Seko.
Jepang akan membawa isu penyerangan itu dalam pertemuan para menteri energi negara-negara G-20 di Jepang akhir pekan ini. Seko menyebut, serangan itu tidak berdampak pada pasokan energi Jepang.
”Selat ini amat penting. Tanpa rute ini, kita tidak bisa mengangkut minyak dan minyak mentah ke Jepang. Kecuali ada kejadian lain, selama kami mendapat persetujuan dari para awak, kami akan terus mengoperasikan tanker kami melalui rute ini ke Arab Saudi,” kata Presiden Kokuka Sangyo yang mengoperasikan Kokuka Courageous, Yutaka Katada.
Serangan itu juga tidak berdampak pada impor minyak Indonesia sebab tidak semua pasokan berasal dari Timur Tengah. ”Pasokan bervariasi, yakni rutin dan tambahan,” kata Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman.
Katada mengatakan tidak yakin Kokuka Courageous menjadi sasaran gara-gara dioperasikan perusahaan Jepang. Tanker itu terdaftar dan berlayar dengan bendera Panama. ”Kecuali ada pemeriksaan amat teliti, sulit menyebut tanker itu dimiliki atau dioperasikan Jepang,” ujarnya.
Benda terbang
Ia mengungkap ada dua ”benda terbang” mengarah ke tanker. ”Awak kami menyebut benda terbang ke kapal lalu mereka menemukan lubang. Setelah itu, beberapa awak menyaksikan tembakan kedua,” ujarnya seraya menyebut tidak ada kemungkinan kapal itu disasar dengan torpedo. Awak kapal juga mengungkap kapal perang Iran berada di sekitar tanker pada Kamis malam atau setelah serangan terjadi.
Komando Tengah AS menyiarkan video yang dinyatakan sebagai bukti keterlibatan Iran dalam serangan tersebut. Tudingan itu dibantah Iran. Sejumlah pakar keamanan juga menyatakan tidak yakin Iran terlibat.
”Ada kemungkinan seseorang mencoba menyalahkan Iran. Namun, ada kemungkinan ini menunjukkan upaya penguatan diplomasi Iran dengan menciptakan persepsi pentingnya dialog AS-Iran,” kata peneliti CSIS AS, Jon Alterman.