Komisioner KPU Palembang Sanggah Tak Ada Pelanggaran Undang-undang
›
Komisioner KPU Palembang...
Iklan
Komisioner KPU Palembang Sanggah Tak Ada Pelanggaran Undang-undang
Lima komisioner KPU Kota Palembang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Palembang mengaku tidak berniat menghilangkan hak suara. Proses pemungutan suara lanjutan dilakukan berdasarkan hasil rekomendasi dari Panitia Pemilihan Kecamatan dan hasil verifikasi di lapangan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Lima komisioner KPU Kota Palembang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Palembang mengaku tidak berniat menghilangkan hak suara. Proses pemungutan suara lanjutan dilakukan berdasarkan hasil rekomendasi dari Panitia Pemilihan Kecamatan dan hasil verifikasi di lapangan.
Hal ini disampaikan Ketua KPU Kota Palembang Eftiyani, Minggu (16/6/2019), di Palembang. Eftiyani merupakan satu dari lima komisioner KPU Kota Palembang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Palembang terkait tindak pidana pemilu pada 11 Juni 2019. Selain Eftiyani, empat komisioner yang ditetapkan sebagai tersangka adalah AB, YO, AM, dan SA.
Mereka diduga melakukan tindak pidana pemilu dengan menghilangkan hak suara lantaran tidak mengadakan pemungutan suara lanjutan di 70 TPS yang direkomendasikan Bawaslu Kota Palembang. Jenis pelanggaran ini tertuang dalam Pasal 554 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, junto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Eftiyani menerangkan, KPU Kota Palembang menerima rekomendasi Bawaslu Kota Palembang untuk mengadakan pemungutan suara lanjutan di Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, pada 21 April 2019. Padahal, berdasarkan aturan Undang-Undang Pemilu, rekomendasi itu harus dikeluarkan pada hari pemungutan suara di TPS, yakni pada 17 April 2019.
Selain itu, ungkap Eftiyani, pemungutan suara lanjutan baru bisa dilakukan apabila proses pungut hitung di TPS tersebut dihentikan karena alasan tertentu. Dari 70 TPS yang direkomendasikan, hanya ada dua TPS yang proses pungut hitungnya dihentikan lantaran kekurangan surat suara. ”Setelah ada surat pernyataan penghentian, kami langsung menarik surat suara,” katanya.
Walau demikian, ungkap Eftiyani, pihaknya tetap menjalankan rekomendasi dari Bawaslu mengacu pada usulan Panitia Pemungutan Kecamatan. Dari hasil rekomendasi per 20 April 2019, Panitia Pemungutan Kecamatan mengusulkan untuk mengadakan pemungutan suara lanjutan pemilihan presiden pada 68 TPS. Dua hari berselang, ada rekomendasi untuk mengadakan pemungutan suara lanjutan di dua TPS lagi. Dengan demikian, ada 70 TPS yang direkomendasikan melaksanakan pemungutan suara lanjutan.
Namun, hal yang mengagetkan terjadi ketika pada 25 April 2019, Bawaslu Kota Palembang mengeluarkan rekomendasi revisi terhadap usulan pemungutan suara lanjutan dan diubah menjadi pemungutan suara ulang untuk kelima jenis pemilihan di 70 TPS tersebut. ”Padahal, waktu pemilihan tinggal dua hari lagi. Untuk itu, kami tetap mengacu pada rekomendasi pertama, yakni menggelar pemungutan suara lanjutan, bukan pemungutan suara ulang,” kata Eftiyani.
Dari hasil verifikasi di lapangan, dari 70 TPS yang diusulkan untuk pemungutan suara lanjutan, hanya ada 13 KPPS yang dinyatakan memenuhi syarat dan menyatakan mampu melakukan pemungutan suara lanjutan. KPPS yang menilai tidak perlu lagi melakukan pemungutan suara lanjutan dan ada yang menilai kekurangan surat suara sudah teratasi dengan mengambil surat suara dari TPS terdekat.
”Bagi KPPS yang menolak dilakukan pemungutan suara lanjutan sudah disertai dengan surat pernyataan dan itu kami lampirkan juga kepada Bawaslu Kota Palembang,” kata Eftiyani.
Komisioner KPU Sumsel Amrah Muslimin mengatakan, yang dilakukan Komisioner KPU Palembang sudah seturut dengan aturan. KPU tidak bisa serta-merta mengadakan pemungutan suara lanjutan tanpa rekomendasi dan usulan dari penyelenggara pemilu lainnya. Verifikasi lapangan juga diperlukan lantaran biaya pemungutan suara lanjutan tidak sedikit, yakni satu TPS membutuhkan dana sekitar Rp 13 juta.
Di sisi lain, Amrah menganggap keputusan Bawaslu Kota Palembang membuat laporan ke Polresta Palembang terkait adanya tindak pidana pemilu juga tidak tepat. Seharusnya, Bawaslu melaporkan hal ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) untuk memastikan apakah ada pelanggaran kode etik atau pidana di dalamnya. ”Dari hasil keputusan DKPP baru bisa diajukan ke ranah pidana,” katanya.
Ketua Bawaslu Sumsel Iin Irwanto mengatakan, berdasarkan UU Pemilu No 7/2017, pengaduan pelanggaran pemilu bisa dilakukan secara serentak. Oleh karena ada dugaan pelanggaran pidana di dalamnya, diputuskan untuk melaporkan kasus ini ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gapkundu).
Secara prinsip, ungkap Iin, Bawaslu Kota Palembang sudah berkoordinasi dengan Bawaslu Sumsel dan tentu mengkaji lapangan. Rekomendasi itu pun dikeluarkan berdasarkan usulan dari Panwascam dan berlanjut kepada Panitia Pemilihan Kecamatan. Tujuan akhirnya adalah supaya tidak ada pemilih yang hilang hak suaranya.
Terkait alasan tidak dilaksanakannya pemungutan suara lanjutan, ungkap Iin, KPU hanya menyatakan ada KPPS yang menolak. Terkait alasan lain dan adanya rekomendasi yang berubah dari penyelenggaraan pemungutan suara lanjutan menjadi pemungutan suara ulang baru dikeluarkan setelah kelimanya ditetapkan sebagai tersangka. ”Hal ini akan kami koordinasikan kepada Bawaslu Kota Palembang,” katanya.