Balon udara yang diterbangkan secara ilegal masih terus ditemukan dan membahayakan aktivitas penerbangan. Kesadaran masyarakat untuk menerbangkan balon udara sesuai dengan peraturan harus semakin digencarkan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Balon udara ilegal masih beterbangan dan membahayakan aktivitas penerbangan. Kesadaran masyarakat untuk menerbangkan balon udara sesuai aturan yang benar harus terus digencarkan.
“Penerbangan balon udara liar sangat mengganggu dan membahayakan penerbangan,” kata Kepala Dinas Operasi Landasan Udara Adisutjipto Kolonel Feri Yunaldi, di Yogyakarta, Senin (17/6/2019).
Terkini, ada dua balon yang ditemukan jatuh tidak jauh dari landasan pacu Bandara Adisutjipto, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (16/6). Dua balon itu jatuh di dua lokasi berbeda.
Pertama, balon udara jatuh di area Grand Quality Hotel, Kabupaten Sleman, DIY. Lokasi jatuhnya balon tersebut berada dalam radius sekitar 2,5 kilometer dari landasan pacu. Balon udara itu berdiameter 2 meter dengan tinggi 3,5 meter.
Sementara itu, balon udara lainnya jatuh di Lapangan Golf Lanud Adisutjipto. Lokasi jatuhnya balon tersebut hanya berada dalam radius 1,5 km dari landasan pacu. Adapun, balon yang ditemukan itu berdiameter 2 m dengan panjang 3,5 m.
Penemuan ini melengkapi banyaknya laporan yang masuk ke Kantor Airnav Indonesia Cabang Yogyakarta. Sejak 5-16 Juni 2019, ada 25 laporan penerbangan balon udara liar yang dilihat pilot sewaktu mengudara. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan temuan pada tahun 2018, dalam periode waktu yang sama, yakni sebanyak 49 balon. Namun, masih adanya balon udara liar itu tetap mengkhawatirkan karena tetap mengancam keselamatan aktivitas penerbangan.
Balon udara yang terbang liar itu bisa membahayakan aktivitas penerbangan karena rentan menutup kokpit sehingga sulit dikendalikan. Mesin pesawat juga bisa mati mendadak dan terbakar apabila balon masuk ke dalamnya. Selain itu, informasi ketinggian dan kecepatan pesawat juga sulit dideteksi jika balon menutup alat pengukur ketinggian terbang pesawat.
General Manager Airnav Indonesia Cabang Yogyakarta Nono Sunariyadi menyampaikan, penerbangan balon udara secara liar itu memang masih terus berulang. Balon-balon itu biasanya diterbangkan dari Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Itu sudah menjadi tradisi masyarakat dari tahun ke tahun.
“Sejak tahun 2016, kami secara intens melakukan sosialisasi ke tempat-tempat yang menyelenggarakan tradisi pelepasan balon udara. Kami sosialisasikan aturan mainnya. Kami juga mengakomodasi tradisi yang sudah turun temurun itu. Caranya dalam bentuk festival yang memenuhi peraturan. Ini tentu dengan koordinasi agar balon udara tidak lepas,” kata Nono.
Nono menjelaskan, balon udara liar itu bisa terbang dengan ketinggian mencapai 30.000 kaki. Padahal, pesawat itu terbang di ketinggian 26.000-29.000 kaki untuk jalur penerbangan dari Jakarta menuju Yogyakarta.
Selain itu, Nono menyatakan, penerbangan balon udara liar juga akan ditindak tegas untuk menekan aktivitas tersebut. Adapun ancaman hukuman dari tindakan tersebut, yaitu hukuman penjara maksimal 2 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta. Pada Minggu (9/6), sebanyak enam orang tersangka ditangkap akibat menerbangkan balon udara liar oleh Polres Wonosobo.
Aturan terkait hal tersebut adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penerbangan pada Kegiatan Budaya Masyarakat. Dalam peraturan tersebut, balon hanya diperbolehkan memiliki tinggi maksimal 7 meter dengan diameter 4 meter. Balon itu juga harus berwarna mencolok dan diikat minimal dengan tiga tali penambat. Ketinggian maksimal balon untuk terbang juga dibatasi hanya 150 meter saja.