Fonny Kusumo Bertaruh Nyawa Demi Menyelamatkan Anjing dan Kucing
Karena kecintaannya pada binatang, Fonny Kusumo Dewi berkali-kali mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan kucing dan anjing yang tersesat di jalan tol. Penyelamat (rescuer) binatang yang bekerja secara mandiri itu kini sibuk mengedukasi masyarakat agar mau menyayangi binatang.
Belum lama ini, Fonny menyelamatkan seekor anjing di kawasan Senayan, Jakarta. Perempuan bertubuh kecil itu berlari ke arah anjing yang ada di pinggir jalan tol itu dan membawanya ke dalam mobil. Anjing yang kakinya tampak pincang itu pun bisa diselamatkan dari kemungkinan tertabrak mobil di jalan tol.
“Ini Jack anjing yang saya selamatkan di jalan tol beberapa minggu lalu. Kondisi kaki kiri depannya patah. Saya memberi namanya, Jack,” ujar Fonny (50) menunjukkan anjing berbulu putih dengan corak coklat ketika ditemui di rumahnya di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, Senin (4/6/2019).
Selain Jack, Fonny juga menyelamatkan Dupe dari sebuah rumah kosong di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat itu, Dupe tidak sendirian. Ada anjing lain yang tubuhnya lebih kecil, diduga anaknya sendiri. Dupe sembunyi di balik pohon, sementara anaknya dengan mudah bisa dibujuk untuk digendong. Ternyata, Dupe mengikutinya. Baru sekitar satu bulan dirawat di rumah, anjing kecil yang diselamatkan bersama Dupe hilang.
Ada pula Boncil yang diselamatkan Fonny Januari lalu dari sebuah jalan besar di perumahan Puri Indah. Setelah diselamatkan, Boncil langsung difoto dan fotonya disebarkan melalui akun Instagram Rumah Kita Indonesia, yayasan penyayang binatang. Dengan cara itu, seandainya ada orang yang kehilangan Boncil, bisa menghubunginya.
Apa yang dilakukan Fonny tampaknya sederhana. Namun, untuk menyelamatkan anjing yang ada di jalan raya--apalagi tol--perlu nyali yang besar. Fonny bercerita, pada 25 September 2018, mencoba menyelamatkan anjing yang berseliweran di taman yang lokasinya ada di tengah pembatas jalan tol Slipi 2, tepat KM 11. Bersama tim dari RKI, ia sempat sepuluh kali bolak-balik melintas di jalan tol dari arah Slipi ke Semanggi untuk menemukan anjing yang tersesat di jalan tol.
Menurut Fonny, penyelamatan seperti itu amat riskan dan sulit karena anjing yang mau diselamatkan bisa saja stres lalu lari ke sisi jalan tol dan tertabrak mobil.
Tidak hanya menyelamatkan anjing dan kucing yang disebut Fonny dengan sebutan anabul alias anak bulu, ia juga rajin memberikan makan dan minum anjing atau kucing yang ada di kolong jalan layang tol. Ia melakukan hal itu secara bergantian dengan kawan-kawannya sesama pecinta anabul.
“Waktu feeding \'anak tol\' ini, saya awalnya deg-degan untuk menyeberang sampai ke tengah-tengah tol,” kata penyelamat binatang yang bekerja mandiri itu.
Fonny memperkirakan, anjing-anjing yang kerap berkeliaran di sekitar jalan tol sengaja dibuang oleh pemiliknya. Sebagian lagi kemungkinan anjing yang tersesat atau kabur dari rumah pemiliknya.
Dicurigai
Ketika menyelamatkan binatang di jalan, ada saja kendala yang muncul. Fonny, misalnya, dianggap melanggar aturan lalu lintas dan membahayakan diri dan pengendara karena wira-wiri di jalanan. Ia juga pernah dicurigai melakukan transaksi narkoba di kolong jalan tol. Padahal, di kolong tol itu ia sedang menyediakan makan dan minum bagi anjing dan kucing liar. Kebetulan tempat ia meletakkan makanan dekat dengan kantor polisi.
Belakangan polisi dan petugas tol akhirnya memahami apa yang dilakukan Fonny. Mereka justru mendukung kegiatan Fonny. Seringkali mereka memberi informasi tentang keberadaan anjing atau kucing yang perlu diselamatkan di jalan tol.
“Problem menyelamatkan hewan tidak pernah habis. Setelah diselamatkan, kita perlu memikirkan, bagaimana mereka dirawat dan diadopsi oleh orang yang benar-benar cinta binatang. Saya sempat sedih, waktu dengar ada anjing yang akhirnya dibawa ke shelter atau penampungan yang tidak jelas perawatannya, bahkan malah dijadikan komoditas rumah makan tanpa bisa dicarikan solusi tepat,” ujar Fonny.
Menurut Fonny, hampir semua penampungan binatang memiliki problem sama. Banyak binatang yang bisa diselamatkan, tapi sedikit yang bisa diadopsi. Betapa tidak, pengadopsi biasanya hanya mau menentukan jenis anjing atau kucing dengan tingkat kesehatannya tertentu. “Orang yang tidak mengerti, selalu teriak, bagaimana sih, katanya animal lover dan rescuer? Disuruh menyelamatkan, enggak mau. Netizen tidak tahu kendala yang dihadapi pasca penyelamatan,” kata Fonny.
Belakangan Fonny tahu ada donasi luar negeri untuk penyelamatan binatang. Tapi, persyaratannya berat. Yang boleh dipelihara adalah anjing yang benar-benar bisa bertahan hidup dan sehat. Jika catat atau sakit parah biasanya binatang dimusnahkan dengan cara euthanasia. Itu sebabnya, shelter di Indonesia tidak ada yang tega sehingga memilih tidak menerima donasi luar negeri.
Sejak kecil
Fonny sejak kecil menyayangi binatang terutama anjing dan kucing. Setiap kali melihat ada kucing atau anjing yang tertabrak kendaraan, Fonny tergerak untuk memungut dan membawanya pulang. Jika binatang itu tidak mata, Fonny akan mengobatinya sampai sembuh.
Ketika usianya masih belasan tahun, Fonny pernah mengorek isi tabungannya demi menyelamatkan anjing kecil yang tertabrak kendaraan hingga salah satu kakinya patah. “Saya harus bawa ‘anak’ ini ke dokter. Anjing ini harus dioperasi dengan biaya waktu itu Rp 200.000. Zaman dulu, uang segitu sudah terasa besar banget. Saya korek tabungan dari hasil uang jajan yang selama ini diberikan papa,” ujar Fonny.
Tahun 1998, Fonny dan keluarganya pindah dari kota Semarang. Anjing Kintamani kesayangannya yang berusia 10 tahun pun dibawanya, meskipun dua tahun kemudian, anjing ini pergi meninggalkan rumahnya.
Sejak tak memiliki anjing, Fonny merasa didorong untuk menjadi penyelamat anabul. Kebetulan, sewaktu mengemudi mobil di lingkar luar Puri Indah (Jakarta Barat), ia melihat anjing kecil yang sakit berada di di pinggir jalan. Ia merasa kasihan dan segera menghentikan kendaraannya. Lantas, ia menggendong dan membawa pulang anjing itu untuk diobati.
“Saya tahu, usia anabul ini tidak akan lama. Saya hanya ingin, kalau ada anjing yang mau mati pun setidaknya dia mati dengan kondisi damai. Tidak dengan kondisi lapar dan tidak pula terancam. Prinsipnya, saya ingin membahagiakan dia, meskipun waktunya sangat pendek,” ujar Fonny.
Menurut Fonny, anabul yang diselamatkan harus merasa ada yang menyayanginya. Apalagi, saat detik-detik “kepergiannya”. Hanya tiga hari dirawat, anak anjing itu tak tertolong.
Dorongan menjadi penyelamat anabul semakin kuat sejak ia meninggalkan pekerjaannya dan beralih menjadi instruktur wushu pada tahun 2004. “Saya lebih mudah membagi waktu untuk anabul yang butuh pertolongan,” ujar Fonny.
Kini, tol Slipi seakan menjadi rumah keduanya untuk menyelamatkan lagi anabul. Tindakan itu sekaligus dianggap sebagai edukasi. "Kita yang dikasih derajat hidup lebih tinggi seharusnya bisa menolong anabul-anabul itu. Hewan itu tidak bisa bicara tentang penderitaannya. Sedangkan, manusia bisa bicara soal penderitaannya kepada sesama manusia. Ketergantungan hewan terhadap manusia sangat tinggi," katanya.
Fonny Kusumo Dewi
Lahir: Semarang, Jawa Tengah, 21 November 1969
Suami: Souw Supriadi S
Anak: Thalia Lovita, Theo Laksana, Thexon Lanata
Pendidikan:
- SMF Theresiana, Semarang (1985-1988)
- Univesitas Terbuka (1993-1995)