Pengembang mulai merasakan dampak keterbatasan anggaran rumah subsidi. Kendati baru berjalan satu semester, kuota rumah subsidi hampir terpenuhi di beberapa daerah.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembang mulai merasakan dampak keterbatasan anggaran rumah subsidi. Kendati baru berjalan satu semester, kuota rumah subsidi hampir terpenuhi di beberapa daerah.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengatakan, beberapa asosiasi pengembang Apersi daerah telah melaporkan sulitnya melakukan akad kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi karena kuota terbatas atau hampir habis. Keluhan tersebut berasal dari pengembang di Medan (Sumatera Utara) dan Pekanbaru (Riau).
Ia mencontohkan, dalam surat pemberitahuan dari sebuah bank pelaksana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) di Pekanbaru kepada pengembang di Pekanbaru disebutkan, kuota rumah subsidi per 31 Mei tinggal 253 unit dari 3.670 unit. Menurut Daniel, bisa dipastikan sisa tersebut akan habis dalam waktu singkat.
Adapun Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) per 11 Juni 2019 telah menyalurkan dana FLPP untuk 42.261 unit atau 62 persen dari total alokasi tahun ini berjumlah 68.000 unit.
”Banyak pengembang tertunda atau tidak bisa merealisasikan akad KPR subsidi. Jika tidak ada penambahan kuota baru bagi masyarakat berpenghasilan rendah, kuota akan habis dalam 2-3 bulan lagi,” kata Daniel, Minggu (16/6/2019), di Jakarta.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Totok Lusida mengatakan, permintaan rumah subsidi sangat besar. Hal itu terlihat dari penyaluran rumah subsidi baik berskema FLPP maupun subsidi selisih bunga (SSB) pada 2018 yang mencapai 256.000 unit.
Sementara itu, pembeli rumah subsidi adalah masyarakat berpenghasilan rendah yang membeli rumah untuk dihuni. Hal ini membuktikan angka kekurangan rumah yang masih besar. Namun, tahun ini pemerintah justru memotong anggaran subsidi perumahan menjadi 168.000, yang terdiri dari FLPP 68.000 unit dan SSB 100.000 unit.
Totok meyakini anggaran rumah subsidi akan habis sebelum akhir tahun ini. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dapat memberikan tambahan anggaran rumah subsidi meskipun tahun ini tidak ada mekanisme APBN-Perubahan. Pengembang pun siap memberikan masukan kepada pemerintah terkait hal ini.
”Sudah backlog-nya besar, tolong jangan dihambat. Apalagi KPR subsidi itu salah satu kegiatan ekonomi yang pendanaannya dari bank dengan rasio kredit macet yang rendah,” ujar Totok.
Bank pelaksana
Secara terpisah, Direktur Konsumer Bank Tabungan Negara (BTN) Budi Satria mengatakan, total kuota rumah subsidi, baik berskema FLPP maupun SSB, untuk BTN adalah 127.104 unit. BTN merupakan satu dari 37 bank pelaksana FLPP untuk tahun 2019. Sementara, bank penyalur SSB adalah BTN, BTN Syariah, dan Bank Negara Indonesia (BNI).
Menurut Budi, sampai saat ini, kuota FLPP bagi BTN telah habis terpakai atau tersalurkan. Sebab, permintaan KPR subsidi di beberapa daerah cukup tinggi. ”Saat ini kami sedang menunggu tambahan kuota supaya bisa segera merealisasikan KPR subsidi yang peminatnya di BTN sangat tinggi,” kata Budi.
Meski kuota FLPP bagi BTN telah habis, pihaknya tetap menyalurkan KPR subsidi berskema SSB. Dengan demikian, permintaan masyarakat berpenghasilan rendah tetap dapat dipenuhi. Sampai dengan Mei 2019, BTN telah menyalurkan KPR subsidi untuk lebih dari 81.900 unit dengan nilai KPR Rp 10,5 triliun, baik melalui KPR FLPP maupun SSB.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan, pihaknya berencana untuk mengajukan tambahan anggaran subsidi berskema FLPP kepada Kementerian Keuangan. Sebab, kemungkinan besar anggaran FLPP akan habis sebelum akhir tahun.
Namun, Eko meminta bank pelaksana agar tidak menyalurkan KPR subsidi melebihi kuota. Sampai saat ini, pemerintah belum mengganti KPR subsidi berskema SSB yang telah disalurkan. (NAD)