Penyelenggaraan layanan komersial telekomunikasi berteknologi akses 5G menunggu keputusan kebijakan pemerintah. Kendati demikian, operator sudah mulai mengkaji atau menguji coba secara terbatas.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggaraan layanan komersial telekomunikasi berteknologi akses 5G menunggu keputusan kebijakan pemerintah. Kendati demikian, operator sudah mulai mengkaji atau menguji coba secara terbatas.
Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) M Danny Buldansyah, yang dihubungi, Minggu (16/6/2019), di Jakarta, mengatakan, sudah ada pembentukan forum diskusi bersama mengenai jaringan 5G antara ATSI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, forum itu belum mulai membahas mengenai layanan 5G.
Teknologi 5G mempunyai latensi 1 milidetik, kecepatan puncak akses layanan data 10 gigabyte per detik, dan 100 miliar koneksi. Kinerja ini bisa tercapai sepanjang spektrum frekuensi yang tersedia cukup signifikan.
”Isu penting dalam penggelaran komersial layanan 5G adalah spektrum frekuensi. Operator masih menunggu seperti apa kebijakan yang akan diambil pemerintah, antara lain menyangkut jenis spektrum, lebar pita, besaran bandwidth, dan pungutan penggunaan yang ditetapkan negara,” ujarnya.
Danny yang juga Wakil Presiden Direktur Hutchison Tri Indonesia (Tri) ini menambahkan, beberapa operator seluler sudah mengkaji hal ini. Setidaknya, ada tiga operator telekomunikasi seluler di bawah naungan Hutchison di Eropa yang siap menggelar layanan komersial 5G. Hutchison di Indonesia akan belajar dari implementasi tersebut.
Dia menambahkan, 5G bukan hanya teknologi, melainkan juga bisnis. Operator harus menghitung secara cermat biaya investasi untuk mengadopsi infrastruktur, potensi pasar, dan ketersediaan perangkat komunikasi di kalangan konsumen.
”Spektrum frekuensi mana yang akan dipilih pemerintah, harga pungutan penggunaan berapa, dan berapa lebar pita yang disediakan, amat menentukan alokasi investasi operator,” imbuhnya.
Ericsson dalam laporan riset ConsumerLab 2019 (Mei 2019) menyebutkan, rata-rata responden pengguna ponsel pintar di Indonesia bersedia mengeluarkan biaya lebih besar agar bisa menikmati layanan seluler berteknologi akses 5G.
Mereka berpendapat, layanan seluler berteknologi akses 5G dapat menyediakan pengalaman akses internet lebih andal dalam kegiatan sehari-hari. Riset ConsumerLab 2019 dilakukan dengan metode wawancara kualitatif kepada 35.000 pengguna ponsel pintar layanan telekomunikasi di 22 negara. Di Indonesia, tim riset Ericsson mewawancarai 1.500 orang.
Laporan riset itu juga mengungkapkan, responden mengaku, kehadiran layanan seluler berteknologi akses 5G secara otomatis menambah kuota konsumsi data hingga 60 gigabyte per bulan.
Direktur Network PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Iskriono Windiarjono menegaskan, pihaknya masih menunggu izin pemerintah. Saat ini Telkomsel sedang menyiapkan kebutuhan infrastruktur 5G, tetapi perusahaan belum menunjuk mitra penyedia.
Dia mengatakan, bersamaan dengan perhelatan Asian Games 2018 pada 18 Agustus-2 September 2018, Telkomsel menyediakan Telkomsel 5G Experience Center. Tujuannya, mengenalkan produk yang berjalan dengan teknologi akses 5G, seperti bus tanpa awak dan video beraliran langsung.
Terkait penggelaran layanan seluler komersial berteknologi akses 5G, Iskriono berpendapat, tantangan utama berupa ketersediaan spektrum frekuensi.
Vice President Corporate Communications Telkomsel Denny Abidin mengatakan, rata-rata pembelian data pelanggan Telkomsel saat ini 15 GB/bulan. Hal ini dipengaruhi pemakaian internet di jaringan 4G LTE. Pembelian kuota data sebesar itu tidak berbeda dibandingkan dengan 2018.
Dia menambahkan, tim pemasaran menawarkan bonus kuota data 4G LTE hingga 30 GB bagi pelanggan yang ingin mengganti kartu baru nomor prabayar lama ke 4G LTE. Penawaran ini diberikan agar pelanggan bisa memanfaatkan jaringan 4G LTE lebih optimal.
Menurut Denny, sejauh ini penggunaan kuota data umumnya masih dimanfaatkan pelanggan untuk komunikasi melalui aplikasi pesan singkat, mengakses media sosial, dan menyaksikan video beraliran langsung. (MED)