Mahkamah Konstitusi hanya memperbolehkan 15 orang saksi fakta dan 2 orang ahli untuk dihadirkan oleh pihak pemohon, termohon, maupun terkait dalam persidangan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden-wakil presiden. Namun, tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berencana membawa 30 saksi.
Oleh
Pradipta Pandu/Satrio Wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Mahkamah Konstitusi hanya memperbolehkan 15 orang saksi fakta dan 2 orang ahli untuk dihadirkan oleh pihak pemohon, termohon, maupun terkait dalam persidangan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden-wakil presiden. Namun, tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berencana membawa 30 saksi.
Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono Soeroso, Senin (11/6/2019) di Jakarta, mengatakan, pada sidang lanjutan sengketa Pilpres besok, MK akan meminta para pihak yang bersengketa untuk menyiapkan saksi. Pada Rabu (19/6/2019), dalam sidang pembuktian, para saksi akan mulai dihadirkan.
Namun, Fajar menyatakan bahwa sesuai rapat permusyawaratan hakim (RPH) beberapa waktu lalu, MK membatasi jumlah saksi yakni 15 saksi dan dua ahli masing-masing dari pihak pemohon, termohon, maupun pihak terkait.
Berdasarkan Pasal 41 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018 menetapkan bahwa MK dapat membatasi jumlah saksi dan ahli yang diajukan oleh pemohon, termohon, ataupun pihak terkait.
Fajar menjelaskan, pembatasan saksi dalam persidangan ini mempercepat waktu karena masa persidangan yang hanya 14 hari sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Meski demikian, kata Fajar, MK masih memperbolehkan para pihak mengajukan tambahan saksi dengan catatan disampaikan langsung oleh pihak tersebut saat persidangan. Nantinya para majelis hakim yang akan memutuskan berhak atau tidaknya tambahan saksi itu.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Andre Rosiade mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan sebanyak 30 orang saksi untuk dihadirkan dalam persidangan kelak. Untuk itu, pihaknya berharap MK dapat memperbolehkan Prabowo-Sandi membawa saksi melebihi jumlah yang ditentukan, yakni 15 saksi fakta dan 2 saksi ahli.
“Karena dugaan yang kami sampaikan adalah TSM dan abuse of power, tentu membutuhkan saksi yang banyak. Tidak mungkin kami bisa membuktikan dugaan TSM kalau hanya saksi ahlinya dua orang atau saksi faktanya 15 orang,” kata Andre.
Andre mengatakan, pihaknya juga menyurati MK agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat dilibatkan dalam melindungi saksi yang sudah mereka siapkan.
Sebelumnya, dalam kunjungan Tim BPN Prabowo-Sandi ke LPSK pada Sabtu (15/6/2019), LPSK menegaskan bahwa lembaga tersebut hanya bisa memberikan perlindungan saksi pada proses pidana, sesuai UU No 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Andre menegaskan, Prabowo sebagai seorang negarawan telah mengimbau para pendukungnya untuk menerima apapun keputusan mahkamah konstitusi. “saya rasa kelas seorang patriot, seorang negarawan seperti Pak Prabowo Subianto tentu menjadikan kosntitusi adalah landasan pengambil keputusan,” kata Andre.
Ikuti tata cara
Mengenai permintaan Prabowo-Sandi tersebut, Wakil Ketua Tim Hukum TKN Jokowi-Amin Arsul Sani menilai, sudah seharusnya setiap pihak yang sudah mempersiapkan permohonan dengan baik akan mengikuti segala tata acara persidangan.
“Jangan kemudian, karena baru kepikiran sekarang mendapatkan saksinya banyak, kemudian mau mengobrak-abrik semua ketentuan beracara,” kata Arsul.
Arsul mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan jawaban, tidak hanya terhadap permohonan awal, tetapi juga perbaikan permohonan.
Langkah Prabowo-Sandi untuk menyampaikan perbaikan permohonan sebenarnya memicu kontroversi, sebab dalam UU Pemilu maupun PMK turunannya, perbaikan permohonan tidak diatur.
“Karena secara faktual ada perbaikan permohonan yang diajukan itu dijadikan lampiran, maka kami juga menempatkan respon kami atas hal itu,” kata Arsul.
Terkait permintaan pelibatan LPSK dalam pelindungan saksi, TKN menyerahkan sikap kepada MK.