Omar al-Bashir Mulai Diperiksa atas Tuduhan Korupsi
›
Omar al-Bashir Mulai Diperiksa...
Iklan
Omar al-Bashir Mulai Diperiksa atas Tuduhan Korupsi
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
KHARTOUM, SENIN — Mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir untuk pertama kalinya tampil di depan publik sejak dijatuhkan dua bulan lalu. Ia muncul di depan publik ketika dibawa ke kantor kejaksaan, Minggu (16/6/2019), untuk menjalani pemeriksaan atas tuduhan korupsi.
Mantan orang nomor satu di Sudan selama 30 tahun itu telah ditahan di ibu kota Sudan, Khartoum, sejak militer menggulingkannya dari kekuasaan pada April 2019 lalu menyusul protes massa terhadap kepemimpinannya. Sejak itu pula, markas militer "terkepung” dalam ketegangan gerakan unjuk rasa menuntut pemerintahan sipil di negara tersebut
Bashir diperiksa atas tuduhan pencucian uang dan kepemilikan jutaan dollar dalam bentuk mata uang dollar AS, euro, dan pound Sudan yang ditemukan di kediamannya seminggu setelah ia digulingkan.
Seorang juru bicara dari kantor media militer yang tak ingin disebutkan namanya mengonfirmasi bahwa inilah untuk yang pertama kali Bashir dibawa keluar dari penjara Kober di Khartoum.
Pada Minggu (16/6/2019), dengan mengenakan jubah tradisional warna putih dan turban, Bashir dibawa dari penjara menggunakan mobil Toyota Land Cruiser dan dikawal konvoi kendaraan bersenjata.
Kantor berita resmi SUNA, mengutip juru bicara kepolisian, melaporkan bahwa pengacara Bashir mendampingi kliennya selama pemeriksaan. Bashir dibawa kembali ke penjara setelah pemeriksaan usai. Bashir memiliki hak untuk mengajukan banding dalam waktu sepekan ke depan.
Pada bulan Mei, Bashir dituduh terlibat dalam pembunuhan para demonstran dan menghasut untuk membunuh demonstran selama protes yang dimulai pada Desember 2018. Protes yang awalnya dipicu oleh naiknya harga-harga bahan pokok dan gagalnya ekonomi berujung pada tuntutan mundurnya Bashir.
Tak akan diekstradisi
Selain itu, Bashir juga diincar oleh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) karena tuduhan melakukan kejahatan perang dan genosida dalam konflik di Darfur tahun 2000-an. Namun, pihak militer Sudan telah menyatakan tidak akan mengekstradisi Bashir ke Den Haag, Belanda, lokasi markas ICC. Bashir menjadi satu-satunya kepala negara yang saat berkuasa diperintahkan ICC agar ditangkap.
Semantara itu, Wakil ketua Dewan Militer Sudan Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, menentang tuntutan pimpinan demonstran terkait komposisi lembaga legislatif transisi. Lembaga legislatif, yang mayoritas terdiri dari pimpinan demonstran dan menghendaki kepemimpinan sipil, merupakan masalah tersendiri karena tidak dipilih melalui pemilihan umum.
Dagalo menyebutkan, ”Masalah kita adalah anggota legislatif yang tidak dipilih yang akan menghancurkan kita semua.”
Hal ini akan bertentangan dengan kesepakatan awal antara militer dengan pimpinan demonstran yang antara lain menetapkan masa transisi tiga tahun, susunan kabinet yang ditunjuk oleh pemimpin demonstran, dan lembaga legislatif dengan mayoritas anggota sipil.
Dagalo juga menyebutkan, mereka yang bertanggung jawab atas bentrokan berdarah yang terjadi di luar markas militer di Khartoum 3 Juni lalu akan dihukum mati. “Kami bekerja keras membawa mereka yang bertanggung jawab ke tiang gantungan,” ujarnya.
Kami bekerja keras membawa mereka yang bertanggung jawab ke tiang gantungan.
Para jenderal yang berkuasa menyatakan bahwa sejumlah pejabat militer telah ditahan atas tuduhan “menyimpang” dari rencana aksi yang ditetapkan oleh pimpinan mereka untuk membersihkan daerah itu dalam operasi Kolombia.
Kamis pekan lalu, juru bicara dewan militer, Jenderal Shamseddine Kabbashi, menyatakan “penyesalannya” terhadap bentrokan berdarah 3 Juni lalu. Meski begitu, dewan militer bersikukuh bahwa mereka tidak memerintahkan pembubaran demonstran dan mengklaim bahwa sebenarnya sebelum bentrok terjadi mereka telah berencana membersihkan daerah dekat kamp tersebut dari aktivitas jual beli narkoba.
“Kami memastikan bahwa dewan militer berkeinginan untuk mengungkap setiap fakta melalui komite investigasi”.
Para demonstran mengungkapkan, lebih dari 100 orang terbunuh dan ratusan lainnya terluka oleh tindakan pasukan keamanan saat menyerbu kamp militer. Pihak berwenang yang didukung oleh militer menyatakan, 61 orang meninggal termasuk tiga di antaranya yang berasal pasukan keamanan.
Soal kesepakatan
Pernyataan Dagalo soal lembaga legislatif muncul tidak lama setelah Utusan Khusus Etiopia untuk Sudan mengatakan bahwa semua kesepakatan antara para jenderal dan pimpinan demonstran telah diberlakukan.
Mohammed Yousef al-Mustafa, jurubicara Asosiasi Profesional yang memimpin demonstran mengatakan bahwa mereka berharap dewan militer membatalkan kesepakatan soal lembaga legislatif. “Komentar Dagalo merupakan indikasi serius bahwa dewan militer tidak ingin mematuhi kesepakatan yang sudah dicapai meski ada mediasi dari Etiopia,” katanya.
Menurut al-Mustafa, kesepakatan soal lembaga legislatif merupakan kemenangan paling penting bagi demonstran. “Pemerintah akan lumpuh tanpa lembaga legislatif yang mendukung agendanya,” kata al-Mustafa.
Pimpinan Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit, tiba di Khartoum pada Minggu untuk bertemu dengan kedua belah pihak, yakni militer maupun demonstran. Kepada wartawan Aboul Gheit mengatakan bahwa dirinya telah bertemu dengan pimpinan dewan militer, Jenderal abdel Fattah Burhan membahas solusi atas kebuntuan politik yang ada. (AP/AFP/REUTERS)