Pengusutan kasus kerusuhan 21-22 Mei juga dilakukan Ombudsman RI. Investigasi yang dilakukan Ombudsman berfokus pada kejadian kerusuhan dan penanganan pascakerusuhan.
Oleh
SHARON PATRICIA / PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengusutan kasus kerusuhan 21-22 Mei juga dilakukan Ombudsman RI. Investigasi yang dilakukan Ombudsman berfokus pada kejadian kerusuhan dan penanganan pascakerusuhan.
Anggota Ombudsman, Ninik Rahayu, ketika dihubungi di Jakarta, Senin (17/6/2019), menyampaikan, saat ini Ombudsman masih melakukan investigasi terkait dengan kerusuhan 21-22 Mei.
Menurut Ninik, Ombudsman masih memiliki kendala, yakni kekurangan data dan informasi. Informasi ini sulit didapat karena pihaknya belum melakukan klarifikasi dengan kepolisian.
Sementara terkait dengan kerusuhan, kata Ninik, investigasi dilakukan terhadap perencanaan penanganan kerusuhan yang akan diklarifikasi dengan rencana dari kepolisian. Dari perencanaan itu, akan dilihat apakah sesuai dengan pelaksanaan prosedur tetap yang juga berhubungan dengan persoalan pengadaan logistik.
”Kami juga akan melihat rantai arahan atau line lof command dalam kasus ini seperti apa. Kinerja intelijen juga akan kami lihat, seperti apa mereka membaca situasi kerusuhan ini,” kata Ninik.
Selanjutnya, terkait dengan investigasi terhadap pascapenanganan kerusuhan, Ombudsman akan melihat penanganan terhadap perusuh ataupun korban yang sakit, meninggal dunia, ditahan, hingga yang dilepaskan oleh aparat. Hasil investigasi ini ditargetkan selesai akhir Juli 2019.
Ombudsman akan melihat penanganan terhadap perusuh ataupun korban yang sakit, meninggal dunia, ditahan, hingga yang dilepaskan oleh aparat.
Selain Ombudsman, pengungkapan kasus kerusuhan 21-22 Mei melibatkan sejumlah institusi. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bertugas mengawasi aspek kinerja polisi. Ada pula pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Berdasarkan penyidikan kerusuhan 21-22 Mei terbaru, Polri telah menyampaikan kronologi kerusuhan, termasuk penyerangan massa perusuh, yang berbeda dari pengunjuk rasa damai. Polri juga telah memaparkan ada senjata sitaan yang diduga sudah disiapkan perusuh, seperti panah beracun dan bom molotov.
Kerusuhan pada 21-22 Mei terjadi di sekitar Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga ke Markas Brimob di Petamburan dan kawasan Slipi, Jakarta. Unjuk rasa penolakan hasil Pemilu 2019 yang berlangsung damai menjadi rusuh setelah sebagian besar pengunjuk rasa pulang dan datang kelompok warga lain.
Kerusuhan juga menewaskan sembilan orang yang sebagian di antaranya karena ditembak. Padahal, saat pengamanan, Polri menegaskan tidak ada personel yang dibekali peluru tajam.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyatakan, pemerintah berkomitmen membuka hasil penyidikan Polri. Hasil penyelidikan itu antara lain tentang kerusuhan 21-22 Mei, masalah senjata ilegal yang dikuasai Mayor Jenderal TNI (Purn) Soenarko, dan senjata ilegal yang berkaitan dengan rencana pembunuhan sejumlah tokoh nasional.
Keamanan sidang MK
Sementara terkait dengan keamanan saat sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (18/6/2019), Wiranto menegaskan bahwa situasi saat ini cukup terkendali. Hal ini diperoleh dari informasi aparat kepolisian dan intelijen negara.
”Terkendali dalam arti tidak ada suatu kegiatan fisik yang mengganggu jalannya sidang di MK. Kita harapkan sampai selesai juga begitu, apalagi Pak Prabowo dan Pak Sandiaga telah memohon kepada para pendukungnya untuk menahan diri dan mengikuti proses konstitusi,” ujarnya.
Dari pantauan, sejumlah aparat kepolisian dengan peralatan lengkap tampak berjaga di sisi luar dan dalam Gedung MK. Kawat berduri juga terlihat masih dipasang di sekitar lokasi sejak sidang perdana pada Jumat (14/6) lalu.