Petani Diharapkan Tetap Beri Tempat untuk Tembakau
›
Petani Diharapkan Tetap Beri...
Iklan
Petani Diharapkan Tetap Beri Tempat untuk Tembakau
Kopi kini beranjak menjadi komoditas unggulan dan populer di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Kendatipun demikian, para petani kopi, terutama kopi arabika, diharapkan tidak bertani kopi secara monokultur, tetapi tetap mengembangkannya bersama dengan tanaman tembakau dengan sistem tumpang sari.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Kopi kini beranjak menjadi komoditas unggulan dan populer di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Kendatipun demikian, para petani kopi, terutama kopi arabika, diharapkan tidak bertani kopi secara monokultur, tetapi tetap mengembangkannya bersama dengan tanaman tembakau dengan sistem tumpang sari.
Bupati Temanggung M Al Khadziq mengatakan, tembakau sebagai ikon, produk unggulan sejak lama, tetap harus diberi tempat di lahan-lahan petani.
”Tanah Temanggung adalah tanah yang cocok untuk ditanami tembakau berkualitas baik. Ini anugerah yang tidak boleh disia-siakan sehingga tembakau selayaknya terus ditanam di sini (Kabupaten Temanggung),” ujarnya, Senin (17/6/2019).
Tembakau produksi Kabupaten Temanggung berkualitas baik dan mampu terjual dengan rata-rata harga rajangan kering Rp 40.000-Rp 50.000 per kilogram. Namun, desa tertentu juga mampu menghasilkan tembakau Srinthil, tembakau berkualitas tinggi yang biasa menjadi primadona pabrik rokok. Harga jual tembakau ini Rp 500.000 per kilogram.
Produk tembakau, berikut petaninya, menurut Khadziq, saat ini kian dipojokkan oleh berbagai aturan pemerintah, terutama terkait isu kesehatan. Nasib petani juga tidak kunjung membaik karena di tengah tudingan dampak buruk rokok bagi kesehatan, pemerintah justru gencar melakukan impor tembakau.
Tanah Temanggung adalah tanah yang cocok untuk ditanami tembakau berkualitas baik. Ini anugerah yang tidak boleh disia-siakan sehingga tembakau selayaknya terus ditanam di sini (Kabupaten Temanggung).
Menyikapi kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Temanggung akan berupaya melindungi nasib petani dengan melakukan pengawasan terhadap aktivitas perdagangan tembakau yang dilakukan pabrik-pabrik rokok.
”Saat ini, konsep tentang teknis pengawasan sedang kami susun dan kami bicarakan dengan pabrik rokok,” ujarnya. Aktivitas pengawasan tersebut akan dilakukan pada musim panen tembakau tahun ini, yang biasanya berlangsung pada Agustus-September.
Secara monokultur
Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Java Sindoro Sumbing, Tuhar, mengatakan, rata-rata petani kopi arabika di Kabupaten Temanggung biasanya memang enggan untuk bertani kopi secara monokultur.
”Entah prospek harga tembakau bagus atau tidak, cuaca mendukung atau tidak, banyak petani beranggapan bahwa menanam tembakau adalah tradisi yang tidak boleh ditinggalkan,” ujarnya. Tembakau juga dianggap berdampak baik karena menambah aroma tembakau pada kopi yang dihasilkan.
Oleh karena itu, pemanfaatan lahan untuk kopi juga tidak bisa dilakukan secara maksimal. Jika seharusnya 1 hektar lahan bisa ditanami 2.000 tanaman kopi, di Temanggung rata-rata 1 hektar lahan hanya ditanami 600-800 tanaman kopi karena lahan masih disisakan untuk ditanami tembakau.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Tuhar mengatakan, perluasan lahan kopi pun disadari tidak bisa dilakukan cukup di lahan warga. Oleh karena itu, dia pun kemudian berupaya bekerja sama dengan Perhutani untuk melakukan perluasan kopi di kawasan hutan.
Entah alasan prospek harga tembakau bagus atau tidak, cuaca mendukung atau tidak, banyak petani beranggapan bahwa menanam tembakau adalah tradisi yang tidak boleh ditinggalkan.
”Saat ini, kami sudah melakukan perluasan tanaman kopi di areal seluas 60 hektar dan dalam waktu dekat akan ditambah 90 hektar lagi,” ujarnya.
Program perluasan lahan kopi tersebut dilakukan oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) bersama Perhutani. Dalam program tersebut diterapkan sistem bagi hasil, dengan 70 persen hasil untuk petani dan 30 persen sisanya untuk Perhutani.