Banjir dan rob yang belasan tahun melanda Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah sedikit banyak telah mengubah tatanan kehidupan sebagian masyarakat terdampak. Warga yang tidak tahan memilih pindah dan merelakan diri tercerabut dari lingkungannya. Sementara itu, sebagian warga lainnya memilih bertahan hidup di tengah genangan rob sambil terus beradaptasi.
Oleh
KRISTI UTAMI
·5 menit baca
Banjir dan rob yang belasan tahun melanda Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah sedikit banyak telah mengubah tatanan kehidupan sebagian masyarakat terdampak. Warga yang tidak tahan memilih pindah dan merelakan diri tercerabut dari lingkungannya. Sementara itu, sebagian warga lainnya memilih bertahan hidup di tengah genangan rob sambil terus beradaptasi.
Satu dari ratusan keluarga yang memilih bertahan adalah Utomo (52), warga Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Sudah sekitar 3 tahun Utomo berjibaku di tengah rob. Ia yang merupakan buruh tani mau tak mau harus banting setir menjadi buruh di tambak bandeng. Padahal, ia sama sekali tak memiliki kemampuan dalam kegiatan tambak menambak.
“Beralih mata pencaharian merupakan salah satu upaya saya untuk bertahan hidup. Saya tak punya pilihan lain selain beradaptasi. Beberapa hektar sawah yang dulu saya garap kini berubah menjadi tambak bandeng,” ucap Utomo saat ditemui di Panjang Baru, Jumat (15/6/2019).
Meski penghasilan Utomo menurun, ia tetap melakoni pekerjaan barunya tersebut. Saat masih menjadi buruh tani, penghasilan per bulannya sekitar Rp 800.000. Adapun penghasilannya setelah berpindah menjadi buruh di tambak sekitar Rp 600.000 per bulan.
Sementara penghasilannya turun, pengeluaran Utomo bertambah. Setidaknya sudah 3 kali dalam dua tahun belakangan Utomo merenovasi rumahnya agar terhindar dari sapuan rob. Dalam sekali perbaikan ia memerlukan biaya setidaknya Rp 4,5 juta.
Beralih mata pencaharian merupakan salah satu upaya saya untuk bertahan hidup. Saya tak punya pilihan lain selain beradaptasi. Beberapa hektar sawah yang dulu saya garap kini berubah menjadi tambak bandeng
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pekalongan belum pernah menghitung secara pasti total kerugian akibat rob. Kerugian tersebut meliputi kerugian dari aspek ekonomi seperti adanya penurunan produktivitas lahan sawah, penurunan pendapatan akibat terhambatnya aktivitas, kenaikan pengeluaran keluarga, biaya servis kendaraan serta hilangnya mata pencaharian seperti petani, pembatik dan pembudidaya. Tak hanya dari aspek ekonomi, kerugian juga dirasakan masyarakat dari aspek sosial dan aspek kesehatan.
Utomo tidak sendiri, kondisi serupa juga dialami oleh Sri Wahyuni (43) warga Desa Dampyak, Karangjompo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan. Selain biaya renovasi rumah, sudah tidak terhitung lagi biaya yang harus ia keluarkan untuk memperbaiki sepeda motornya yang rusak akibat terkena rob. Dalam waktu tiga tahun, Sri sudah lima kali ganti sepeda motor.
“Air rob itu kalau mengenai kendaraan bisa bikin mesin cepat rusak dan komponen sepeda motor rusak. Saya hampir dua bulan sekali harus ganti rantai sepeda motor karena rantainya putus atau berkarat,” kata Sri.
Sri menambahkan, kadang ia memilih untuk menjual saja sepeda motornya ketika sudah sering kali masuk bengkel. Meski begitu, menjual sepeda motor yang beberapa bagiannya berkarat akibat rob tidaklah mudah. Harga jual sepeda motor tersebut terjun bebas saat si calon pembeli tahu sepeda motor tersebut dijual karena sering rusak terkena rob.
Air rob itu kalau mengenai kendaraan bisa bikin mesin cepat rusak dan komponen sepeda motor rusak. Saya hampir dua bulan sekali harus ganti rantai sepeda motor karena rantainya putus atau berkarat
Salah satu cara yang banyak diterapkan oleh Sri dan warga terdampak lain untuk mengurangi potensi kerusakan kendaraan adalah dengan rajin-rajin mencuci kendaraan dengan air bersih atau mengoleskan oli bekas pada bagian yang terbuat dari besi.
“Kami harus rajin mencuci atau mengolesi kendaraan kami dengan oli bekas supaya besinya tidak mudah berkarat. Tapi kalau setiap saat harus begitu ya menyita waktu dan merepotkan,” tutur Sri.
Diungsikan
Jumat sore, beberapa sepeda motor tampak berjajar di sebuah gang di jalan Rajawali utara, Bugisan. Kendaraan-kendaraan itu sedang diungsikan oleh pemiliknya. Tak jauh dari beberapa sepeda motor tersebut diparkir ada genangan rob dengan ketinggian sekitar 5 sentimeter. Semakin masuk, ketinggian air juga bertambah. Pada daerah dengan elevasi paling rendah, ketinggian air sore itu mencapai 40 sentimeter.
Purnomo (32), warga Kelurahan Bugisan, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan yang sore itu ikut memarkir sepeda motornya mengatakan, sudah sejak dua tahun terkahir ia dan tetangganya melakukan hal tersebut untuk menyelamatkan kendaraan mereka dari kerusakan akibat rob. Mengungsikan kendaraan di tempat yang lebih tinggi menurut Purnomo cukup efektif, meskipun risikonya adalah pemilik kendaraan harus berjalan kaki ke rumahnya.
“Jarak dari tempat pengungsian kendaraan ke rumah saya sekitar 500 meter. Mending saya yang basah terkena rob dari pada kendaraan saya. Sebab, saya tidak tidak akan berkarat meski terendam rob, tidak seperti sepeda motor saya,” ujar Purnomo sambil terkekeh.
Berpindah-pindah
Pindah menjadi pilihan bagi Muhammad (40), mantan warga Kelurahan Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Sudah dua kali dalam kurun waktu 8 tahun Muhammad dan keluarganya pindah rumah karena rob. Setelah dari Krapyak Lor Muhammad berpindah ke Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara. Kini, Muhammad tinggal di Kelurahan Jeruksari, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan.
“Saya pindah untuk menghindari sapuan rob. Sekitar 5 tahun lalu rob belum sampai ke rumah saya yang sekarang, tapi beberapa tahun belakangan rob sudah sampai sini,” kata Muhammad.
Sama dengan warga terdampak lain, Muhammad juga sudah habis harta benda karena rob. Tak hanya itu, kesehatan keluarga Muhammad juga terancam. Anaknya yang masih berusia 3 tahun terserang alergi kulit.
Saya pindah untuk menghindari sapuan rob. Sekitar 5 tahun lalu rob belum sampai ke rumah saya yang sekarang, tapi beberapa tahun belakangan rob sudah sampai sini
Meski sudah tidak lagi melakukan kontak langsung dengan air rob, udara yang ada di sekitar rumah Muhammad terasa menyakitkan saat berhembus mengenai kulit anaknya. Tak pernah seharipun anak Muhammad tidak menangis karena kulitnya gatal saat terkena air rob atau udara di luar rumah.
“Sebenarnya saya ingin pindah lagi, tapi belum ada uang. Nanti kalau sudah ada uang, kemungkinan kami akan pindah lagi. Uang yang ada kami pakai untuk pengobatan anak dulu,” imbuh Muhammad.
Seperti kebanyakan warga terdampak lainnya, Muhammad berharap, rob di Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan bisa segera diatasi. Ia juga berharap, pemerintah memberikan bantuan untuk biaya renovasi rumah dan infrastruktur lain yang rusak karena rob. Muhammad rindu masa-masa dimana dia dan orang-orang di sekitarnya beraktivitas dengan nyaman