Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai penerbitan izin mendirikan bangunan di Pulau D atau Pantai Maju, pulau reklamasi di Teluk Jakarta, tidak tepat. Itu karena aturan terkait tata ruang kawasan di pantai utara Jakarta masih belum selesai.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai penerbitan izin mendirikan bangunan di Pulau D atau Pantai Maju, pulau reklamasi di Teluk Jakarta, tidak tepat. Itu karena aturan terkait tata ruang kawasan di pantai utara Jakarta masih belum selesai. Untuk itu, segala aktivitas di pulau reklamasi perlu dihentikan sampai ada dasar hukum yang jelas.
Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi dalam konferensi pers ”Diam-diam IMB Reklamasi Teluk Jakarta”, di Jakarta, Senin (17/6/2019), mengatakan, komitmen Pemerintah Provinsi DKI menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta seharusnya diikuti dengan menghentikan segala aktivitas di atas pulau-pulau reklamasi yang sudah terbangun. Apalagi, dasar hukum terkait proyek reklamasi itu juga belum ada.
”Jadi, tidak hanya mencabut reklamasi di 13 pulau yang belum terbangun, tetapi menghentikan segala aktivitas di pulau reklamasi yang sudah terbangun. Aturan hukumnya belum ada, kok ujug-ujug (tiba-tiba) menerbitkan IMB. Kalau urusan negara, pemerintah harus tegas,” kata Tubagus.
Komitmen Pemerintah Provinsi DKI menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta seharusnya diikuti dengan menghentikan segala aktivitas di atas pulau-pulau reklamasi yang sudah terbangun.
Sebelumnya, pada 26 September 2018, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut izin reklamasi untuk 13 pulau di Pantai Utara Jakarta. Ada empat pulau yang telah terbangun, yakni Pulau C, D, G, dan N.
Lalu, pada 7 Juni 2018, Anies menyegel 932 bangunan di Pulau D karena disebut tak berizin. Bangunan-bangunan itu terdiri dari 409 rumah tinggal, 212 rumah kantor (rukan) yang sudah jadi, serta 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun.
Namun, secara tiba-tiba, Pemprov DKI melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta menerbitkan IMB untuk bangunan-bangunan yang sudah terbangun di Pulau D itu. Anies dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, penerbitan IMB itu mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Tubagus menilai, alasan penerbitan izin dengan mengacu pada Pergub Nomor 206 Tahun 2016 itu tidak tepat karena pergub tersebut juga bermasalah. Aktivitas di Pulau D telah berjalan sebelum pergub itu ditetapkan.
Menurut catatan Walhi, pengerjaan proyek di Pulau D dimulai pada 25 Agustus 2015. Beberapa bangunan sudah mulai tampak pada 24 Maret 2016. Sementara itu, Pergub Nomor 206/2016 baru ditetapkan pada 25 Oktober 2016.
Menurut Tubagus, seharusnya Anies berhak mencabut pergub itu apabila memang berkomitmen menghentikan proyek reklamasi. Apalagi, Anies juga sempat mencabut dua rancangan peraturan daerah (raperda) yang berisi Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta.
”Kenapa, dia (Anies) tidak sekaligus mencabut Pergub No 206/2016 itu? Karena pergub dan dua raperda ini, kan, saling berkesinambungan. Reklamasi ini berdiri di atas ruangan yang tak jelas zonasi wilayahnya,” tutur Tubagus.
Apabila Gubernur DKI tidak segera menghentikan aktivitas di Pulau D atau mencabut IMB yang ada, itu ditakutkan bisa menjadi contoh buruk di masyarakat. ”Mereka sendiri yang sedang mencontohkan dan memperlihatkan perilaku tata kelola yang buruk membolehkan melanggar tata ruang dan bebas membangun bangunan sembarangan, sedangkan IMB bisa menyusul kemudian,” ujar Tubagus.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Heru Hermawanto menjelaskan, sejauh ini pihaknya masih menunggu hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta terhadap dua raperda yang diajukan Pemprov DKI.
Dalam raperda itu, rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang dari pulau-pulau akan lebih disempurnakan lagi. Sejauh ini yang diajukan dalam perda tersebut adalah empat pulau reklamasi yang sudah terbangun dari rencana 17 pulau. Empat pulau itu adalah Pulau C, D, G, dan N.
”Kalau di Perda Nomor 8 Tahun 1995 memang sudah memuat pulau reklamasi, tetapi penamaan pulau tak disebut dengan tegas. Namun, secara substansinya pulau-pulau reklamasi sudah tergambar dalam peta lampiran perda tersebut. Nanti di perda yang baru akan disempurnakan,” kata Heru.