DKI Tetap Mengacu ke Pergub
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap memakai Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 sebagai acuan mengeluarkan izin mendirikan bangunan. Sementara, Walhi melihat Pergub itu terbit setelah bangunan berdiri.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap memakai Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 sebagai acuan mengeluarkan izin mendirikan bangunan. Sementara, Walhi melihat Pergub itu terbit setelah bangunan berdiri.
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Provinsi DKI tetap memakai Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 sebagai dasar penerbitan izin mendirikan bangunan di Pulau D, salah satu pulau reklamasi di Teluk Jakarta.
Penegasan itu disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Saefullah, Senin (17/6/2019) usai rapat pimpinan di Balai Kota Jakarta. Pemprov DKI melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta menerbitkan IMB untuk 932 bangunan yang sudah terbangun di Pulau D itu.
Ia mengatakan, karena memakai dasar itulah, penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi tidak perlu menunggu dua aturan, yakni Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta.
Hingga kini, dua aturan yang sedianya berbentuka peraturan daerah (perda) itu, masih dalam rancangan. Saefullah menambahkan, RZWP3K dan RTRKS merupakan dasar hukum untuk mengatur pulau-pulau.
Sementara, lanjut Saefullah, dengan reklamasi yang sudah dicabut atau dihentikan, tidak ada lagi reklamasi dan tidak ada lagi istilah pulau reklamasi. Lahan hasil reklamasi dianggap sebagai bagian daratan Jakarta yang berpantai, termasuk perluasan pantai Ancol. Itu sebabnya Pemprov DKI mencabut RTRKS Pantura Jakarta.
Untuk pengaturan lahan (baru) itulah digunakan Pergub 206 Tahun 2016 sembari Pemprov DKI merevisi perda rencana detail tata ruang (RDTR) dan rencana tata ruang wilayah (RTRW). "Nanti yang kami ajukan adalah yang RZWP3K saja. Leading sectornya DKPKP (Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Peternakan)," pungkas Saefullah.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Heru Hermawanto menjelaskan, pihaknya masih menunggu hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta terhadap raperda ZWP3K dan RTRKS yang diajukan Pemprov DKI.
Dalam raperda itu, RTRW dan RDTR pulau-pulau akan disempurnakan lagi. Sejauh ini, yang diajukan dalam perda itu adalah empat pulau reklamasi yang sudah terbangun dari rencana 17 pulau. Empat pulau itu adalah Pulau C, D, G, dan N.
“Kalau di Perda Nomor 8 Tahun 1995 memang sudah memuat pulau reklamasi tetapi penamaan pulau tak disebut dengan tegas. Namun, secara substansinya pulau-pulau reklamasi sudah tergambar dalam peta lampiran perda tersebut. Nanti di perda yang baru akan disempurnakan,” kata Heru.
Mendahului pergub
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, komitmen Pemprov DKI menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta seharusnya diikuti dengan menghentikan segala aktivitas di atas pulau-pulau reklamasi yang sudah terbangun.
Apalagi, dasar hukum terkait proyek reklamasi itu belum ada. "Aturan hukumnya belum ada, kok ujug-ujug (tiba-tiba) menerbitkan IMB. Kalau urusan negara, pemerintah harus tegas,” kata Tubagus dalam konferensi pers “Diam-diam IMB Reklamasi Teluk Jakarta”, kemarin.
Tubagus menilai, alasan penerbitan izin dengan mengacu pada Pergub 206/2016 itu tidak tepat, karena pergub itu juga bermasalah. Aktivitas di Pulau D berjalan sebelum pergub itu ditetapkan.
Menurut catatan Walhi, pengerjaan proyek di Pulau D dimulai 25 Agustus 2015. Beberapa bangunan sudah mulai tampak pada 24 Maret 2016. Sementara Pergub 206/2016 ditetapkan 25 Oktober 2016.
Menurut Tubagus, Anies berhak mencabut pergub itu apabila memang berkomitmen menghentikan proyek reklamasi. Apalagi, Anies juga sempat menarik raperda RZWP3K dan RTRKS. Pergub dan dua raperda ini, menurut Tubagus, saling berkesinambungan.
“Mereka (Pemprov) sendiri yang sedang mencontohkan dan memperlihatkan perilaku tata kelola yang buruk, membolehkan melanggar tata ruang dan bebas membangun bangunan sembarangan. Sedangkan, IMB bisa menyusul kemudian,” tutur Tubagus.
Baca juga : Walhi: Aktivitas di Pulau D Harus Dihentikan
Baca juga : Penerbitan IMB Celah untuk Pendirian Bangunan Baru
Terkait IMB, Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Bestari Barus akan mengajukan hak interpelasi, atau hak bertanya kepada gubernur. "Untuk bisa mengajukan hak interpelasi, sekurangnya didukung 15 anggota dewan dari minimal dua fraksi, sekarang masih berproses," kata Barus.
Nirwono Joga, pengamat perkotaan, juga mendesak Pemprov DKI, khususnya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), untuk menarik seluruh IMB yang sudah diterbitkan tersebut. DPMPTSP juga harus berjanji tidak akan memroses permohonan IMB di lahan pulau reklamasi sampai raperda terkait disahkan DPRD.
DPRD DKI sendiri, imbuh Nirwono, harus bersikap tegas menolak untuk melanjutkan pembahasan dua raperda terkait pulau reklamasi yaitu RZWP3K dan RTRKS. Utamanya jika IMB pulau D yang sudah diterbitkan, tidak dibatalkan oleh Gubernur DKI Jakarta.
Adapun kedua raperda tersebut, lanjut Nirwono, harus dibahas semua dan tidak bisa salah satu. Rancangan raperda juga harus dipublikasikan. Masyarakat diminta mengawal pembahasannya, terutama pada rencana tata ruang zonasi pulau yang IMB-nya sudah dikeluarkan tersebut.
"Jika dalam rencana tata ruang nanti zonasi tersebut untuk RTH (ruang terbuka hijau), maka IMB-nya harus dibatalkan karena melanggar. Tetapi jika nanti zonasinya untuk hunian, maka IMB tersebut menjadi sah/legal. Ini yang harus dikawal, jangan sampai mengakomodasi pelanggaran tersebut," ujar Nirwono.