JAKARTA, KOMPAS — Sosialisasi yang dilakukan otoritas bursa untuk menjaring investor dan emiten baru meningkatkan ketertarikan perusahaan masuk ke pasar modal. Prospek mobilisasi dana di pasar modal diharapkan semakin bergairah lagi, terutama dari sisi penerbitan saham perdana.
Sepanjang tahun 2019 hingga Selasa (18/6/2019), sudah ada 15 perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), total dana yang dihimpun ke-15 perusahaan dalam IPO itu mencapai Rp 2,31 triliun.
PT Communication Cable Systems Indonesia Tbk (CCSI) menjadi perusahaan ke-15 yang mencatatkan nama di papan bursa tahun ini.
Dengan bergabungnya CCSI dan Bali United di pasar modal pada hari sebelumnya, antrean perusahaan yang masuk dalam pipeline atau rencana kinerja IPO menjadi 22 perusahaan. Adapun jajaran direksi BEI menargetkan tahun ini sebanyak 75 perusahaan lakukan IPO.
Apabila dijumlahkan, target perolehan dana dari 22 daftar calon emiten yang mengantre untuk melakukan IPO sebesar Rp 1,15 triliun. Adapun total emisi yang dihimpun 15 emiten yang telah merealisasi IPO adalah Rp 2,28 triliun.
Target perolehan dana dari 22 daftar calon emiten yang mengantre untuk melakukan IPO sebesar Rp 1,15 triliun. Adapun total emisi yang dihimpun 15 emiten yang telah merealisasi IPO adalah Rp 2,28 triliun.
Dibandingkan dengan tahun 2018, mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total perusahaan yang melakukan IPO di pasar modal sepanjang semester I-2018 sebanyak 20 perusahaan. Adapun total emisi yang dihimpun selama periode tersebut sebesar Rp 8,12 triliun.
Pada 2018, jumlah perusahaan yang melakukan IPO di pasar modal sebanyak 57 unit dan menjadi yang terbanyak sejak BEI diprivatisasi pada 1992. Total dana yang dihimpun perusahaan yang melakukan IPO pada tahun lalu mencapai Rp 16 triliun, naik 68 persen dari 2017 ketika 37 perusahaan melantai di bursa saham.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, otoritas bursa telah melakukan presentasi kepada 46-48 perusahaan konglomerasi. Dari proses tersebut, BEI optimistis target jumlah perusahaan IPO tahun ini akan tercapai.
”Dari hasil presentasi tersebut, hampir setengahnya memberikan respons dan sebagian lainnya belum merespons,” katanya.
Nyoman menilai, persepsi menjadi perusahaan berskala besar dahulu kemudian mencari pendanaan di pasar modal sudah beralih. Perusahaan-perusahaan berskala menengah kini memanfaatkan pasar modal untuk menopang pertumbuhan mereka menjadi perusahaan yang lebih besar.
Meski menilai fenomena perusahaan kecil memanfaatkan pasar modal untuk menjadi besar merupakan tren baru yang menarik, otoritas bursa tetap mendorong perusahaan-perusahaan besar melakukan IPO demi pertumbuhan kapitalisasi pasar.
”Kesadaran perusahaan-perusahaan kecil untuk memanfaatkan pasar modal sebagai opsi pendanaan sudah meningkat. Jadi, kami buka kesempatan juga buat (perusahaan) yang kecil menjadi besar di pasar modal,” ujarnya.
Bunga tinggi
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai, faktor suku bunga tinggi menjadi salah satu alasan kuat pendorong perusahaan mencari sumber pendanaan di pasar modal. Biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk IPO pun cenderung lebih rendah dibandingkan harus mencari utang.
”Di tengah kondisi bunga tinggi, ketika perusahaan telah mencapai level utang maksimal, opsi IPO menjadi pilihan utama. Lewat IPO, perusahaan dapat dana tanpa ada kewajiban pembayaran dividen,” ujarnya.
Namun, dari sisi investor, Alfred tidak yakin jumlah investor mengalami pertumbuhan yang signifikan untuk memperdalam pasar modal. Hal ini terindikasi dari jumlah penyerapan emisi yang cukup rendah meskipun secara kuantitatif jumlah perusahaan yang melakukan IPO meningkat.
Alfred menilai, sejumlah IPO yang kerap disusul dengan kelebihan permintaan (oversubscribe) dari investor tidak menjamin adanya pertumbuhan permintaan dari investor terhadap saham-saham baru.
”Kemungkinan pembeli saham sudah terafiliasi karena dalam 1-2 tahun terakhir harga saham emiten baru bisa naik 100-500 persen hanya dalam hitungan bulan tanpa diikuti kinerja atau aksi korporasi yang optimal,” ujarnya.
Tingkat suku bunga juga mendorong anak-anak usaha badan usaha milik negara (BUMN) melakukan IPO di pasar modal. Di samping itu, proses yang dilalui anak usaha BUMN untuk mendapat suntikan modal melalui penyertaan modal negara (PMN) pun lebih rumit dibandingkan mencari sumber dana di pasar modal.
”Pemerintah juga tengah mendorong BUMN masuk ke pasar modal untuk memajukan pasar modal Indonesia,” kata Alfred.