Ditangkap, Penyebar Hoaks KPU Atur Kemenangan Pasangan Calon Tertentu
›
Ditangkap, Penyebar Hoaks KPU ...
Iklan
Ditangkap, Penyebar Hoaks KPU Atur Kemenangan Pasangan Calon Tertentu
Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri menangkap WN (54). Ia-lah yang menciptakan narasi sekaligus menyebarkan pertama kali berita bohong terkait kebocoran server Komisi Pemilihan Umum dan pengaturan kemenangan 57 persen bagi calon presiden tertentu pada Pemilu 2019.
Oleh
M Ikhsan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri menangkap WN (54) yang menciptakan narasi sekaligus menyebarkan pertama kali berita bohong terkait kebocoran server Komisi Pemilihan Umum dan pengaturan kemenangan 57 persen bagi calon presiden tertentu pada Pemilu 2019. Penyebaran berita bohong itu dilakukan setelah WN terpengaruh hoaks yang tersebar di media sosial.
Penangkapan terhadap WN dilakukan setelah sebuah video menjadi viral di media sosial pada April lalu. Dalam video itu terdengar suara yang menyebutkan bahwa KPU telah mengatur kemenangan bagi pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin serta telah terjadi kebocoran sistem informasi KPU yang berada di Singapura. Rekaman video itu dilakukan di rumah mantan Bupati Serang, Banten, Ahmad Taufik Nuriman.
Kepala Subdirektorat II Tindak Pidana Siber Bareskrim Komisaris Besar Rickynaldo Chairul mengungkapkan, WN ditangkap di Jalan Mangunrejan, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada 11 Juni lalu. Setelah melakukan pemeriksaan, Rickynaldo memastikan, WN telah mengakui bahwa suara di dalam video itu yang menyebarkan narasi tidak benar adalah suara dirinya.
Kehadiran WN dalam peristiwa di video itu karena ia berperan sebagai salah satu tim teknologi informasi salah satu pasangan capres-cawapres. ”Tersangka (WN) telah mengakui data atau informasi yang ia sampaikan diperoleh dari media sosial. Ia tidak melakukan penelitian, pendalaman, bahkan verifikasi terhadap informasi yang ia terima,” ujar Rickynaldo, Senin (17/6/2019), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, penangkapan terhadap WN dilakukan setelah dua bulan tim penyidik melakukan penyidikan. Hal itu terjadi karena WN berpindah-pindah lokasi beberapa kali.
Sebelum menangkap WN, katanya, tim penyidik telah menangkap dua tersangka yang berperan sebagai penyebar video itu. Mereka adalah EW dan RD yang ditangkap pada awal April lalu. Adapun EW ditangkap di Ciracas, Jakarta Timur, sedangkan RD diamankan di Tanjungkarang Barat, Kota Bandar Lampung, Lampung.
Pengungkapan kasus itu pun didasari laporan yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagai pelapor, KPU menyertakan delapan akun media sosial penyebar video yang diproduksi WN. Rickynaldo mengungkapkan, dari delapan akun itu, enam akun di antaranya adalah anonim, sedangkan dua akun lain milik EW dan RD.
Kepercayaan publik
Dalam kesempatan itu, anggota KPU, Viryan Azis, mengapresiasi langkah kepolisian yang mengungkap penyebaran informasi bohong yang mengancam kepercayaan publik terhadap KPU dan berpotensi mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu.
Ia menekankan, KPU menghormati kebebasan berpendapat yang dimiliki masyarakat, tetapi apabila kebebasan itu digunakan untuk menyebarkan konten negatif yang dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat, KPU berkepentingan untuk melaporkan masalah itu ke pihak berwajib.
Ia pun menegaskan, seluruh informasi yang disebarkan WN melalui video adalah salah. KPU tidak memiliki serverdi luar negeri, semua serverberada di kantor KPU di Jakarta. Lalu, tidak ada kebocoran terhadap serverKPU meskipun ada berbagai upaya peretasan situs KPU selama pelaksanaan Pemilu 2019. Terakhir, KPU tidak mungkin melakukan pengaturan jumlah suara peserta pemilu karena perolehan suara murni berasal dari pilihan pemilih.
”Karena itu, kami tidak pernah bosan agar masyarakat tidak mudah percaya informasi yang viral di media sosial. Silakan mengonfirmasi ke jajaran KPU di pusat dan daerah apabila menerima informasi yang tidak jelas,” kata Viryan.
Atas perbuatan menyebarkan berita palsu, WN dijerat melanggar Pasal 14 Ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 45 Ayat (3) juncto Pasal 27 Ayat (3) UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia terancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 750 juta.